Ahmad Fauzan Sazli
Ilustrasi. Gambar : Rumahku.com
SURABAYA, KabarKampus – Mahasiswa Arsitektur dan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh November merancang Kota Apung di Surabaya. Kota Apung tersebut tertuangkan dalam Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM GT) dengan judul “Surabaya Frishapp Kota Terapung Masa Depan dengan Desain Floating Ring Shaped Plate sebagai Solusi Pemekaran Kota Surabaya”
Ide kota Apung tersebut digagas oleh , Rigan Satria A Putra, Puput Wiyono dan Titis Wahyu. Ketiga mahasiswa tersebut tergerak untuk menciptakan ide kota apung masa depan. Mereka menilai, reklamasi pantai yang diharapkan menjadi jalan keluar bagi perluasan lahan pemukiman justru menimbulkan masalah baru.
Rigan Satria mengatakan, awalnya ide rumah apung masa depan muncul karena beberapa hal. Selain dampak negatif reklamasi, juga naiknya permukaan air laut dan tingginya laju pertumbuhan penduduk menjadi alasan lain penciptaan ide tersebut.
”Kalau dengan reklamasi, selain merugikan manusia, juga merugikan habitat laut, bahkan merusaknya,” ujarnya.
Ia menjelaskan, bahwa dalam kota apung yang mereka rancang, ada beberapa bangunan yang merupakan fasilitas umum dan pemukiman warga. Bangunan utama memiliki diameter sepanjang 200 meter dan mampu menampung 12.000 penghuni.
”Di bangunan utama terdapat rumah sakit, sekolah, dan fasilitas umum lainnya,” kata Rigan.
Sedangkan menurutnya, di setiap ‘cincin’ area rumah apung dapat dihuni hingga 32 orang. Pembuangan limbah juga tak luput dari perhitungan. Sebelum akhirnya di buang ke laut, limbah akan terlebih dahulu diolah sehingga tidak mencemari kawasan perairan. Kota apung ini bisa diterapkan di daerah pesisir manapun yang merupakan perairan tenang.
Ada pun komponen bangunan utama kota apung sendiri terdiri dari beberapa bagian. Yakni top rise, area fluktuatif, town ring, dan badan tumpu.
Top rise merupakan bagian bangunan paling atas yang menggunakan konstruksi baja sebagai struktur penangkal petir dan penangkap sinyal. Sedangkan town ring merupakan bagian bawah bangunan yang terbuat dari bahan kedap air sehingga dapat menerima gaya tekan air dengan baik.
Antara top rise dan town ring dihubungkan dengan area fluktuatif. Area ini didukung sistem pegas sehingga dapat meredam tumbukan. ”Konsepnya sama seperti kereta monorel. Jadi antara bagian atas dan bawah tidak langsung menempel. Sehingga tahan terhadap goncangan gempa. Apalagi hanya pergerakan permukaan air laut,” katanya.
Pondasi kota apung tertancap di dasar laut namun bersifat floating fluktuatif terhadap pergerakan air. Efek dari pergerakan air tidak terlalu berarti dibandingkan dengan reklamasi. Sehingga pondasi tidak gampang rusak.
Konsep kota apung dirancang tanpa kendaraan pribadi karena sudah disediakan transportasi umum untuk para penghuninya. Hal tersebut untuk mewujudkan green architecture dalam rancangan kota apung yang dibuat.
Selain aksesibilitas, pembangkit listrik juga tidak menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM). Rumah Apung ini namun memanfaatkan kondisi alam yang ada di sana. ”Di area laut kan kaya akan angin, jadi kita menggunakan kincir angin, selain itu juga memanfaatkan solar cell dari sinar matahari,” jelas Rigan.
Pada Pekan Ilmiah Mahasiswa (Pimnas) XXVI ) bulan lalu di Mataram, Nusa Tenggara Barat, karya mereka meraih dua medali emas, yakni untuk kategori poster dan presentasi.[]