Fika Pertiwi,
Bagaimana jadinya jika harus menjalani hari-hari dalam keadaan teramat pusing. Keadaan yang membuat apapun di depan mata tampak berputar tidak karuan.
Ketika itu, tubuh seakan kehilangan keseimbangan penuh. Bahkan mungkin terasa menyiksa. Dan itulah yang dirasakan oleh orang-orang yang menderita penyakit vertigo.
Ketika kambuh, penderita vertigo akan mengalami kesulitan berdiri dan bergerak karena sensasi pusing atau sensasi sakit kepala yang teramat. Bahkan kerap kali disertai dengan rasa mual dan ada juga yang muntah bahkan pingsan.
Saya sendiri baru mengetahui tentang penyakit tersebut ketika di bangku kuliah, tepatnya ketika di semester dua. Saat itu saya dan teman-teman di kelas mengambil mata kuliah dasar-dasar jurnalistik.
Dosen kami di mata kuliah tersebut menderita penyakit vertigo, sehingga dalam satu semester perkuliahan, kehadirannya di kelas tidak lebih dari 5 kali saja. Selebihnya adalah tugas demi tugas yang diambil dari blognya.
Saya baru mengetahui vertigo itu apa dan bagaimana dari penuturan beberapa teman kuliah. Sebelumnya saya hanya tahu penyakit pusing semacam vertigo hanya pada level migrain penyakit pusing atau sakit kepala sebelah.
Namanya dosen saya ini adalah Septiawan Santana Kurnia. Dosen yang biasa dipanggil Pak Septi ini pernah menulis buku-buku yang luar biasa, seperti buku yang pernah saya baca antara lain, Jurnalisme Investigatif, Menulis Feature, dan Jurnalisme Kontemporer.
Mengenai vertigo yang dideritanya, sebenarnya saya tidak tahu betul apakah beliau pernah sampai merasakan muntah bahkan pingsan. Sejauh ini yang saya tahu, jika penyakit vertigo menyerangnya, Pak Septi akan segera merebahkan badannya dengan duduk di lantai.
Jika sensasi pusing tujuh kelilingnya tersebut sudah terasa tidak tertahankan, dia akan menutup matanya rapat-rapat dan memaksakan diri untuk tertidur sejenak.
Pada saat itu terjadi di ruang kuliah, dialog yang sedang dilakukan pun secara otomatis akan terputus. Ya, saya dan teman-teman tentunya harus memahami kondisinya tersebut. Kebanyakan dari kami juga tidak merasa keberatan.
Namun yang saya salut adalah, meski sering terserang vertigo, dia masih berusaha mengajar di dalam kelas. Ketika itu ia juga sedang menempuh studi S3 di sebuah perguruan tinggi di Bandung.
Akibat penyakit vertigo ini disertasi Pak Septi terbengkalai beberapa tahun. Hingga akhirnya dipenghujung 2013 beliau berhasil menyelesaikan studi S3-nya.
Selamat menjadi Profesor ya pak Septi. Akhirnya disertasi Anda tentang studi kasus liputan investigatif beberapa media massa di Indonesia tersebut selesai.
Inilah cerita singkatku tentang dosen yang menurutku menarik untuk diceritakan kepada kalian—siapapun, dimanapun kalian berada. Semoga ada yang bermanfaat.[]
*Mahasiswa Jurnalistik 2010, Universitas Islam Bandung.