Annisa Bella Syana Saputri-IISIP Jakarta
Sangat miris memang melihat Indonesia yang katanya Negara agraris justru kini lahan-lahan pertaniannya beralih fungsi menjadi gedung-gedung tinggi. Masyarakat kini memang hidup di zaman modern, dunia tanpa batas (globalisasi) yang akhirnya merubah gaya hidup (lifestyle) masyarakat menjadi konsumtif.
Perilaku konsumerisme yang umumnya dianut masyarakat di Negara-negara maju, kini mulai dianut oleh masyarakat di Negara-negara berkembang seperti Indonesia. Meningkatnya kejahatan yang dilakukan oleh para penguasa yang lari dari tanggung jawab sosialnya atau yang biasa dijuluki “White Collar Crime” semakin memperparah kondisi alam,
Mungkin bukan hanya di tanah Indonesia, melainkan di seluruh dunia.
Gaya hidup masyarakat yang konsumtif menuntut produsen untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang tidak terbatas. Hal ini menyebabkan terjadinya eksploitasi besar-besaran terhadap alam. Para desainer terkenal berlomba-lomba merancang pakaian yang terbuat dari kulit dan bulu hewan, pembangunan besar-besaran tanpa mempedulikan tersedianya ruang hijau, serta meningkatnya jumlah pengguna kendaraan pribadi merupakan sebagian kecil perilaku gaya hidup masyarakat masa kini.
Namun sadarkah manusia bahwa apa yang dilakukannya kini membuat bumi murka.
Kini suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi meningkat, sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca seperti uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida, dan metana, fenomena inilah yang disebut “Pemanasan Global” (Global Warming) sebagai akibat gaya hidup manusia yang tidak mempedulikan lingkungan.
Sudah saatnya pemerintah dan masyarakat bersinergi melakukan aksi nyata penyelamatan bumi. Merubah gaya hidup dapat menjadi awal perubahan yang cukup besar untuk menyelamatkan lingkungan. Masyarakat harus mulai meninggalkan gaya hidup konsumtifnya dan memulai gaya hidup ramah lingkungan (green lifestyle).
Hal ini dapat dimulai dengan memilah dan membuang sampah pada tempatnya, memaksimalkan penggunaan kertas dan mulai menggunakan kertas daur ulang atau mulai menerapkan penggunaan digital file, selain lebih efisien dan modern, kita juga dapat berkontribusi terhadap penyelamatan lingkungan.
Mematikan peralatan yang memakan energi listrik dan mencabutnya dari saklar ketika tidak digunakan, mengurangi jumlah pemakaian kendaraan pribadi dan beralih menggunakan alat transportasi umum atau bersepeda. Kita dapat meniru negeri Belanda yang sempat menjajah kita selama 350 tahun, meskipun tergolong Negara maju namun sebagian besar penduduknya tetap menggunakan sepeda dalam kesehariannya, sangat sedikit penduduk belanda yang menggunakan mobil dan motor.
Kita harus merubah paradigma kita yang memandang bahwa “ Yang kaya yang bawa mobil” hal ini tidak dapat menjadi ukuran seberapa mapan seseorang.
Pemerintah juga harus mulai membenahi diri. Idealisme tidak boleh runtuh oleh hadiah-hadiah cantik pemberian para pengusaha yang tidak bertanggung jawab. Pemerintah harus mulai merevitalisasi ruang hijau kota.
Membenahi fasilitas-fasilitas transportasi umum sehingga masyarakat lebih tertarik untuk menggunakannya, dan menyediakan jalur khusus pengguna sepeda, dan trotoar untuk pejalan kaki. Selain dapat mengurangi resiko pemanasan global yang semakin besar, hal ini juga dapat mengurangi masalah kemacetan. Mengembalikan tittle Indonesia sebagai Negara agraris dengan mengembangkan pertanian organik dan memberikan apresiasi kepada masyarakat yang berkontribusi terhadap penyelamatan bumi.
Masyarakat tidak dapat mensukseskan sendiri penyelamatan bumi jika pemerintahnya tidak kredibel, demikian pula pemerintah tidak dapat melakukan perubahan untuk menyelamatkan bumi jika tidak didukung oleh masyarakatnya. Sudah saatnya menyingkirkan egoisme masing-masing. Pemerintah dan masyarakat harus saling bersinergi untuk menyelamatkan bumi.[]