More

    Pasar Oksigen, Mungkinkah?

    Awaliatun Nur Azizah – Universitas Jenderal Soedirman
    “Malangnya bumiku tersayang”, mungkin itulah ucapan yang layak dilontarkan teruntuk bumi kita yang semakin gersang. Erosi dan tanah longsor, adalah segelintir berita yang terlalu sering terngiang keras di telinga ketika bumi sudah tidak terjaga lagi “keperawanannya”.

    Sumber Daya Alam (SDA) adalah sumber daya yang ada di bumi kita yang tak ternilai harganya, ada yang dapat diperbaharui, pun bisa habis jika pemanfaatannya berlebihan. SDA menjadi satu-satunya sumber kehidupan manusia di seluruh negara.

    Realita problematika dan dilema yang kita hadapi saat ini sangat kompleks. SDA sudah mulai habis ketersediannya, hingga timbul berbagai masalah lingkungan seperti erosi, banjir, tanah longsor, dan bencana-bencana lain. What happen then?

    - Advertisement -

    Tentu kelangsungan hidup seluruh nyawa di dunia sangatlah terancam, layaknya duduk di atas tungku pandai besi, panas dan menyiksa.

    Degradasi lingkungan yang terjadi tidak lain dan tidak bukan adalah karena ulah manusia, dengan SDM yang rendah, segala keinginannya selalu ingin terpenuhi, tanpa adanya kesadaran untuk melestarikan lingkungan. Sifat rakus menjadi bibit yang menumbuhkan manusia yang kurang peduli lingkungan, ingin hidup serba mewah, megah, dan serba instan. Konversi lahan dan illegal logging di Kalimantan adalah contoh nyata bentuk kejahatan yang dilakukan manusia, yang dampak buruknya sangat bisa dirasakan oleh Indonesia, hingga ke negara lain. Pencemaran, panas, pengap, dan keluhan lainnya mulai bermunculan.

    Mungkin dulu Indonesiaku ini masih bisa disebut Jamrud Hijau karena hutannya yang begitu luas, bahkan paling luas di antara negara-negara di dunia. Tetapi sekarang? Apakah masih pantas untuk Indonesia menyandang gelar tersebut? Terdengar pun tak pantas, apalagi harus menyandang gelar tersebut. Teringat dulu, saat aku masih bisa merasakan semilir angin dan sinar hangat surya pagi yang menerobos masuk jendela kamarku, tertata rapi dengan aroma menyemangati aktivitas pagi.

    Sekarang? Aku masih dilema, bermain emosi dan ambisi, apa yang akan terjadi dengan Indonesia nanti. Aku sering bergelut dengan pikiranku sendiri, siapa sebenarnya yang salah? Sistemnya? Manusianya? Atau keduanya?

    Ya Tuhan, jika hutan di Indonesia ini habis, pastilah bencana mulai berdatangan. Satu hal penting yang tak henti-hentinya aku pikirkan adalah, mungkin suatu saat oksigen akan habis, padahal kita mutlak membutuhkannya, maka membelinya bukanlah hal yang mustahil. Mungkin akan terbentuk apa yang dinamakan “PASAR OKSIGEN”. Apa yang akan terjadi apabila oksigen dulu tersedia gratis, tetapi kini kita harus membelinya? Entahlah.

    Semua berawal dari kesadaran diri kita untuk menjaga lingkungan, dari hal yang kecil, seperti membuang sampah di tempatnya. Apa yang kita lakukan akan kembali lagi kepada kita. Kita yang menanam, kita pula yang akan menuai hasilnya. Dan yang pasti uang bukanlah segalanya, tapi kebagiaan adalah yang paling utama. Kebahagiaan tidak dapat dibeli dengan uang, karena sesungguhnya kebahagiaan datang dari sejuknya hati dan damainya pikiran ketika kita sanggup hidup dan berbagi dengan sesama.

    Jika kita mencintai alam serta makhluk ciptaan Tuhan, pasti semua akan berjalan beriringan, tidak bertolak belakang, dan tidak akan ada pihak yang dirugikan. Oleh karena itu, jagalah bumi kita, jagalah hijaunya alam kita. Kita hidup dengan alam, berdampingan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya. Saling menghormati adalah mutlak, bukan sebuah pilihan ataupun paksaan, agar tercipta keselarasan dalam kehidupan.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here