Ella Nanda Sari
Gaya hidup seseorang dipengaruhi banyak hal, mulai dari faktor internal seperti kepribadian dan faktor eksternal seperti lingkungan pergaulan. Salah satu hal yang tidak pernah lepas dari fenomena gaya hidup adalah makan. Pemilihan tempat, jenis makanan yang dikonsumsi, seberapa banyak makanan yang dibeli telah menjadi gaya hidup tersendiri bagi tiap orang.
Akan berbeda, seseorang yang membeli makanan dalam jumlah berlebih dengan yang sesuai porsinya. Tanpa disadari, sisa makanan yang dibuang tiap kali serta kurang beragamannya pangan yang dikonsumsi menimbulkan masalah lingkungan.
Manurut FAO (2013), sebanyak 1,3 miliar ton per tahun limbah makanan dihasilkan di seluruh dunia dan 15% kehilangan energi terjadi di tingkat konsumsi, serta kerugian yang ditanggung sebesar $750 juta US turut andil menyumbangkan efek global warming.
Semakin banyak makanan yang terbuang berarti semakin banyak energi, panas, air, dan sumber daya yang diperlukan dalam proses pengolahan pangan oleh industri terbuang percuma dan dilepaskan emisi ke udara.
Dalam suatu industri banyak sekali air yang dibutuhkan suatu boiler untuk meggerakan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan produk pangan tertentu. Permintaan yang sangat tinggi dari suatu produk tertentu, mengharuskan industri menyuplai bahan baku yang terbatas dalam pembuatan produk tersebut dari berbagai tempat.
Hal ini menjadikan jarak transportasi sampainya bahan tersbut semakin jauh. Contohnya, masyarakat Indonesia mempunyai tingkat permintaan beras sangat tinggi mencapai 450 juta ton per tahun (Republika 2014). Mau tidak mau karena beras adalah kebutuhan pokok masyarakat Indonesia pemenuhannya harus selalu ada. Terjadilah impor.
Foot-print yang dihasilkan dalam proses transportasinya semakin besar. Sehingga, kurang beragaman konsumsi suatu pangan tertentu dan kebiasaan yang sering mengonsumsi lebih dari porsi yang dibutuhkan seperti terlihat limbah sisa makanan dari suatu tempat makan, rumah sakit, dan institusi lainnya menyumbangkan permasalahan lingkungan.
Sudah banyak langkah nyata yang dilakukan untuk mengurangi permasalahan lingkungan khususnya global warming tersebut.
Langkah sederhana yang bisa dilakukan setiap orang sehingga menjadi green life-style masyarakat Indonesia adalah dengan mengatur pola konsumsi artinya lebih menyeragamkan pangan yang dikonsumsi seperti gerakan One Day No Rice. Mengingat konsumsi beras di Indonesia sangat besa, nasi bisa disubstitusi dengan kentang yang memiliki kadar karbohidrat hampir sama dalam satu hari saja sehingga mampu mengurangi impor beras dari luar negeri.
Setiap orang bisa berkontribusi dalam hal ini dan mampu mengurangi impor yang berarti mengurangi foot print penyampain beras ke Indonesia. Pengurangan foot print juga bisa dilakkan dengan menerapkan gaya hidup konsumsi pangan lokal. Pangan lokal lebih ramah lingkungan dan lebih baik untuk kesehatan.
Pilih produk pangan yang mampu disimpan dingin sehingga mampu meningkatkan umur simpannya sehingga tidak mudah rusak dan dibuang langsung. Pastinya, makanalah makanan sesuai porsi agar tidak menyisahkan food waste yang memberatkan lingkungan.
Langkah ini pastinya bisa dilakukan oleh setiap manusia mengingat manusia selalu mengonsumsi pangan tertentu. Perbaikan gaya hidup yang berpengaruh pada perbaikan lingkungan tidak hanya bisa dilakukan dengan menanam pohon tetapi juga dengan pengaturan gaya hidup dalam hal pola konsumsi. []