Ni Putu Ayu Sandriani
“Pendidikan adalah senjata paling hebat yang bisa kau gunakan untuk mengubah dunia.” Nelson Mandela
Remaja adalah generasi penerus bangsa. Generasi yang menjadi tonggak estafet pembangunan. Sebagai generasi penerus, mereka perlu disiapkan agar menjadi individu yang kritis dan peka terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungannya sehingga bisa menjadi generasi yang berguna bagi masyarakat dan negara. Namun, sayang harapan itu mendapat tantangan yang cukup berat (Muin, 2006).
Semakin hari, remaja semakin tidak memiliki kepedulian terhadap lingkungannya. Membuang sampah sembarangan, merusak pohon, mencorat-coret, membuat polusi, dan penyimpangan-penyimpangan lainnya sudah menjadi kebiasaan mereka tanpa memperhitungkan akibatnya (Wisnumurti, 2010).
Segala cara telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengubah gaya hidup remaja agar menjadi individu yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan salah satunya melalui pendidikan. Contohnya saja di Bali, SMA N Bali Mandara adalah salah satu sekolah yang memiliki program khusus untuk membentuk siswa agar memiliki kepekaan dan kepedulian utamanya terhadap lingkungan. Program itu disebut community service.
Program community service dilaksanakan siswa setiap hari di sekolah dan seminggu sekali pada hari Sabtu di luar sekolah. Para siswa dibagi menjadi 9 house dengan nama hewan yaitu dolphin, dove, eagle, hornbill, komodo, lion, manta ray, rhino, dan shark.
Setiap house diberikan tanggung jawab untuk merawat satu kebun yang luasnya hampir 1 are. Setiap hari kebun-kebun tersebut akan dipantau oleh tukang kebun yang ada disekolah, dan setiap sebulan sekali akan diumumkan dan diberikan penghargaan untuk house dengan kebun terbaik.
Kegiatan yang biasa dilaksanakan pada community service di sekolah adalah menjaga dan merawat kebun, dan setiap sampah organik yang dihasilkan dari kebun mereka, diolah sendiri untuk dijadikan kompos dan akan dijual di luar sekolah. Sehingga mereka akan mendapatkan penghasilan setiap kali menjual kompos tersebut.
Selain house garden, kegiatan community service di dalam sekolah jugamengajarkan siswa mendaur ulang sampah-sampah anorganik untuk dijadikan sebagai barang-barang kesenian seperti bingkai dari kardus bekas, celemek dan tas dari sampah plastik dan lain sebagainya.
Sementara kegiatan community service yang dilaksanakan di luar sekolah adalah terjun langsung ke daerah-daerah yang gersang, ke TPA, hingga ke sekolah-sekolah untuk mengajak dan mensosialisasikan kepada masyarakat luar akan pentingnya menjaga lingkungan.
Seperti pengakuan yang lontarkan oleh Kepala SD 3 Bukti bahwa beliau senang dengan adanya kegiatan community service karena telah mengajarkan anak didiknya untuk hidup hijau. Siswa SD 3 Bukti sudah bisa membedakan dan memisahkan antara sampah organik dan anorganik, selain itu siswanya juga rutin melakukan penyiraman dan penanaman di sekitar sekolah.
Pernyataan positif lainnya juga datang dari kepala Desa Bungkulan yang menyatakan sangat senang dengan adanya kegiatan community service dari siswa SMAN Bali Mandara, desa mereka yang dulunya hanya ditumbuhi rumput dan tanaman yang sudah coklat, kini sedikit demi sedikit berubah menjadi hijau, sampah yang dulunya dicampur-campur antara organik dan anorganik kini sudah mulai terpisah. Siswa SMAN Bali Mandara tidak hanya bekerja sendiri, namun mereka mengajak masyarakat untuk terlibat dalam memelihara dan menjaga kelestarian lingkungan.
Jadi, kegiatan community service dapat diterapkan oleh seluruh sekolah untuk meningkatkan kesadaran para remaja untuk peduli dengan lingkungan. Dalam hal ini para remaja diajak terjun langsung untuk melihat keadaan lingkungan yang sudah memprihatinkan dan mengajarkan mereka untuk mencari jalan keluarnya. Dalam hal ini tak hanya siswa yang terlibat melainkan seluruh masyarakatpun akan ikut terlibat. []