More

    Fotografer Perth Kenalkan Kembali Warna Pink di Budaya Pop

    Radio Australia Network

    'Gothic Lolita' terinspirasi dari kenangan di masa kecil saat datang ke sebuah festival di daerahnya (Foto: Deedee Noon)
    ‘Gothic Lolita’ terinspirasi dari kenangan di masa kecil saat datang ke sebuah festival di daerahnya (Foto: Deedee Noon)

    Bagi Deedee Noon, fotografer asal Perth, warna pink bukan sekadar warna, tetapi sebuah fenomena budaya.

     Dalam beberapa tahun ini, Deedee Noon telah banyak memotret para wanita dengan menggunakan pakaian berwarna pink.

    Proyeknya ini ditampilkan dalam sebuah pameran yang diberi nama ‘Pinkification’ yang digelar di Spectrum Gallery di Edith Cowan University, Perth.

    - Advertisement -

    “Saya pertama kali tertarik dengan warna pink saat berada di toko mainan pada tahun 2005, disana saya memperhatikan satu lorong yang semuanya berisi produk-produk berwarna pink yang ditujukan bagi anak-anak perempuan,” ungkap Noon. “Pink hanyalah sebuah warna, dan pink bagi anak perempuan ini sudah tertanam secara budaya dan sosial.”

    Tapi kemudian Noon mulai juga mempertanyakan banyaknya produk-produk pink bagi anak-anak perempuan, yang mempromosikan dua cabang feminitas, yakni kepedulian dan kegiatan rumah tangga, juga kecantikan dan penampilan fisik.

    Noon kemudian mulai memotret 34 wanita dari negara bagian Western Australia yang menyukai warna pink karena alasan-alasan yang berbeda.

    “Saya pernah memotret seorang wanita yang bekerja di sekolah dasar. Ia mengecat rambutnya menjadi warna pink dan mengenakan telinga kelinci dan sejenis jubah. Model lainnya adalah wanita baya yang cantik dan kini tinggal di panti jompo, warna pink baginya sangat menyenangkan.”

    Ia juga pernah memotret walikota Wanneroo, Tracey Roberts di perth, warna pink dipakainya saat ia didiagnosa menderita penyakit kanker.

    “Pink baginya adalah garis hidup yang menghubungkannya dengan wanita lain yang sama-sama memiliki kanker. Warna pink membawanya kehidupan, harapan, dan masa depan.”

    Sementara bagi wanita lain, kepopuleran dan semakin lakunya warna pink memang mengagumkan.

    For other women, the surge in pink, and pink marketing is baffling.

    “Kebanyakan wanita yang terpengaruh dengan gerakan feminisme tak percaya kalau warna pink sudah kembali. Mereka pikir warna itu sudah mati,” ungkap Noon.
    Banyak penelitian yang mencoba mencari tahu apa yang terjadi dengan warna pink. Beberapa laporan dari penelitian menyatakan wanita-wanita memiliki pilihan yang berkembang soal warna pink.
    Para ahli neurosains di Inggris misalnya, menyatakan kini para wanita memilih warna yang kemerah-merahan sebagai simbol dari kematangan dan wajah yang lebih sehat.
    Ahli sejarah asal Amerika Serikat, Jo Paoletti mengatakan bahwa mendandani anak-anak perempuan dengan warna pink dan laki-laki dengan warna biru dimulai pada tahun 80-an.
    Padahal, ratusan tahun lalu, pink lebih banyak digunakan oleh anak laki-laki. Sementara anak perempuan dipilihkan warna biru, yang dianggap lebih lembut.
    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here