Willy – Fikom Universitas Tarumanegara
Apa yang Anda bayangkan jika mendengar kata “kiamat”? Apakah Anda membayangkan bumi ditabrak oleh meteor hingga hancur? Atau Anda membayangkan perang dunia ketiga dengan senjata nuklir? Atau alien yang menyerang bumi seperti dalam novel The War of the Worlds karangan H. G. Wells? Atau peristiwa beruntun seperti dalam film 2012 besutan Roland Emmerich?
Pernahkah terbayang oleh Anda bahwa dunia ini bisa saja kiamat seperti masa Nabi Nuh? Bedanya, jika pada masa Nabi Nuh, air bah datang dari langit dengan hujan dan badai. Sementara pada masa kita air bah dari es kutub utara yang terus mencair akibat pemanasan global. Pemanasan global bukanlah cerita fiksi seperti dalam novel atau film tetapi realita aktual.
Pemanasan global (global warming) adalah memanasnya suhu bumi akibat efek rumah kaca. Efek rumah kaca hanya merupakan terminologi yang memudahkan kita memahami apa itu pemanasan global. Bayangkan bumi ini adalah rumah kaca raksasa dengan gas di atmosfir sebagai kacanya. Normatifnya panas cari cahaya matahari memantul ke bumi dan keluar atmosfir. Tetapi dengan kandungan gas rumah kaca di atmosfir, panas matahari justru memantul masuk kembali ke bumi. Panas inilah yang terus “menghangatkan” bumi.
Pemanasan global memang terjadi secara alamiah tetapi semakin dipercepat oleh penggunaan bahan bakar fosil. Tetapi mungkin yang tidak banyak diketahui bahwa penyumbang gas rumah kaca terbesar adalah industri peternakan. Pada November tahun 2006, Food and Agriculture Organization (FAO), sebuah organisasi pangan yang bernaung di bawah PBB, merilis laporannya yang berjudul Livestock’s Long Shadow: Environmental Issues and Options.
Dalam laporan setebal 330 halaman tersebut disebutkan bahwa industri petenakan menghasilkan 18% dari total gas rumah kaca. Persentase ini lebih besar dari yang disumbang oleh bidang transportasi. Disebutkan juga dalam laporan ini bahwa industri peternakan menghasilkan 37% gas metana dari yang dihasilkan oleh seluruh manusia di dunia. Gas metana tercatat 23 kali lebih berdampak pada pemanasan global dibandingkan gas karbon dioksida (CO2). Selain itu, petenakan juga bertanggung jawab terhadap 64% gas amonia yang merupakan penyebab hujan asam.
Laporan FAO ini mengejutkan banyak pihak karena kebanyakan orang menganggap bahwa penggunaan bahan bakar fosil adalah penyebab utama pemanasan global. Hal ini juga mendorong munculnya gerakan yang mengajak orang untuk menjadi vegan atau tidak mengkonsumsi segala produk yang terbuat dari hewan.
Mempertimbangkan dampak industri peternakan yang cukup masif terhadap pemanasan global, sudah seyogianya kita mempertimbangkan gaya hidup vegan. Memang tidak mudah merubah pola makan dan konsumsi, tapi ada beberapa hal sederhana yang bisa kita mulai dari sekarang, misalnya mengurangi konsumsi daging dan segala protein hewani. Protein hewani dapat kita subtitusi dengan kacang-kacangan.
Al Gore, mantan wakil Presiden AS sudah mengadopsi gaya hidup vegan. Pemenang penghargaan Nobel 2007 di bidang perubahan iklim ini juga menyoroti pemakaian air dalam jumlah besar oleh industri peternakan. Selain Al Gore, ada James Cameron, sutradara pemenang Piala Oscar ini telah beralih pada gaya hidup vegan. Dia menantang para aktivis lingkungan untuk ikut mengeluti gaya hidup ini. Nah, bagaimana dengan Anda? []