Kehadiran media sosial memang memudahkan pasangan untuk bertemu dan berkumpul bersama, tapi ketika hubungan manis berakhir media ini justru sering digunakan sebagai senjata untuk menyerang sang mantan. Untuk menghindari hal ini, semakin banyak pasangan di Australia yang memasukan media sosial dalam klausul perjanjian pranikah mereka.
Fenomena ini diakui salah seorang praktisi pengacara keluarga di Australia. Menurutnya saat ini mayoritas perjanjian pranikah yang diterbitkan memasukan ‘media sosial’ dalam klausul gaya hidup. Klausul ini mencakup area abu-abu terkait kekayaan intelektual dan apa yang tidak bisa diungkapkan atau ditunjukkan saat hubungan berakhir.
- Advertisement -
Menurutnya saat ini di Australia semakin banyak pasangan yang menandatangani perjanjian pranikah, hal ini dipicu oleh tingginya tingkat perceraian dan warga Australia yang memutuskan menikah untuk menikah dikemudian hari bersama pasangannya, serta pertimbangan kepemilikan aset kekayaan yang masih belum lunas.
Dan kalau biasanya perjanjian pranikah memuat ketentuan umum untuk kepemilikian rumah dan pembagian kekayaan, bagi generasi facebook sekarang ini punya pertimbangan baru lainnya.
“Kami melihat dalam hampir setiap kasus, ketika orang berbicara tentang rencana mereka membuat perjanjian pranikah sering sekali media sosial disebut-sebut. Bahkan isu itu lebih sering lagi disebut sebagai pemicu kasus perpisahan pasangan,” kata Heather McKinnon, pemimpin dari kelompok praktek di kantor pengacara di Slater dan Gordon.
Pertimbangan media sosial dari kliennya kini menjadi bagian dari pekerjaan sehari-hari, baik itu dalam bentuk album liburan bersama di Facebook atau album anak maupun informasi pribadi yang dipertukarkan secara online.
“[Kita melihat] banyak hal-hal yang diciptakan di media sosial yang pada awalnya digunakan untuk memperkuat hubungan, tapi kemudian ketika hubungan berakhir justru dugunakan sebagai senjata jika terjadi kesalahan,” kata McKinnon.
“Minggu ini saya merasa ngeri [ketika] seorang wanita yang sangat konservatif datang mengadu dalam sebuah wawancara. Sejak awal dalam hubungan pasangannya telah berhasil meyakinkan dirinya untuk memfilmkan tindakan seksual,”
“Dan pasangannya sekarang mengancam untuk mengunggah film itu ke media sosial dan mendistribusikannya kepada keluarga dan teman-temannya dan bahkan yang lebih mengerikan kepada majikannya,” katanya.
Film itu dibuat 10 tahun lalu ketika klausul media sosial belum ada.
“Saya bukan bermaksud mengatakan kalau klausul media sosial dalam perjanjian pranikah akan menghentikan seseorang dari berbalik sikap menjadi jahat, tapi menurut saya penting bagi semua pasangan untuk mendiskusikan apa saja sistem nilai yang berlaku di media sosial,” kata McKinnon.
Menurut kuasa hukum, lebih dari 5 persen pernikahan memiliki perjanjian pranikah. Namun seberapa banyak warga Australia yang saat ini terikat dalam perjanjian pranikah tidak bisa dipastikan.
Hal ini terjadi karena perjanjian pranikah belum dikenali sebagai dokumen publik, sehingga tidak pernah ada data yang tercatat. Namun hitungan terbaru dari Pertemuan Kuasa Hukum Keluarga Australia – Selandia Baru tahun 2012 diketahui jumlahnya 2 – 3.
Sementara itu di Inggris sendiri, perjanjian pranikah sudah menjadi hal yang sangat umum dilakukan dan diperkirakan jumlahnya semakin meningkat.
Namun demikian menurut Lucy Marks, mitra di Kantor Pengacara Dawson Cornwell London, klausul media sosial belum menjadi pertimbangan.
“Komisi hukum baru-baru ini ada menerbitkan laporan yang menyatakan kalau klausul media sosial harus dicakup juga dalam hukum kami,” kata Marks.
“Kami sering kali diminta untuk memasukan klausul yang cukup luas mengenai kerahasiaan dalam segala bentuk baik email terulis, komunikasi, komunikais verbal kepada teman maupun pihak ketiga.
“Saya belum pernah secara spesifik diminta memasukan media sosial dalam klausul itu, tapi saya pikir klausa itu akan ditafsirkan sangat luas dalam perceraian agar bisa mencakup benda cetak atau publikasi semacam itu, “katanya.
Akademi Kuasa Hukum Perkawinan mengatakan 80 persen dari pengacara AS melaporkan meningkatnya isu terkait jaringan sosial (social Network) dalam proses perceraian yang mereka tangani.[]