YOGAYAKARTA, KabarKampus – Budaya konsumsi pangan lokal sehat ditengarai mulai ditinggalkan oleh anak-anak muda seiring dengan menjamurnya makanan siap saji. Padahal makanan tradisional selain harganya yang relatif murah ternyata memberikan manfaat bagi kesehatan.
Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSPG) Universitas Gadjah Mada tengah mengembangkan dan mengangkat kembali pamor dan penganekaragaman makanan tradisional. Tidak hanya dari Indonesia melainkan juga dari Negara-negara di Asia.
Tim dari UGM bahkan tengah menggali kecenderungan kebiasaan masyarakat setempat dalam mengkonsumsi makanan tradisional. Salah satunya adalah makanan tradisional yang ada di Yogyakarta yang selama ini dikenal sebagai kota dengan usia harapan hidup tertinggi se-Indonesia yakni 74,2 tahun.
“Memang kita belum memetakan persentase yang mengkonsumsi pangan tradisional. Tapi lebih dari 50 persen masyarakat Yogyakarta adalah pengkonsumsi jamu yang sangat bagus bagi kesehatan,” kata peneliti PSPG UGM, Prof. Dr. Eni Harmayani, M.Sc., dalam workshop on Health Food Traditions of Asia di ruang sidang Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyakat (LPPM) UGM, Selasa (16/09/2014).
Eni mengatakan, peneliti UGM telah berhasil mengidentifikasi beragam makanan tradisional Yogyakarta, seperti diantaranya makanan tradisional tumpeng, gembili, dan growol. Bahkan untuk tumpeng terdapat 17 macam. Adapun makanan tradisional daerah lainnya di Indonesia, Emi mengatakan pihaknya telah mengidentifikasikan makanan seperti soto dan sate. Setelah diidentifikasi di Indonesia terdapat 57 jenis soto, sedangkan sate sedikitnya ada 41 macam.
Meski belum semua makanan tradisional berhasil diidentifikasi, menurut Eni, makanan tradisional dari setiap daerah memiliki potensi diversifikasi makanan diet sehat. Berbeda dengan anjuran dari badan kesehatan dunia yang hanya merekomendasikan kandungan makanan diet sejenis. Selain di Indonesia, UGM kata Eni, juga menggandeng enam pergurun tinggi di Asia untuk mengembangkan metode inovatif mempelajari makanan tradisi asia yang dianggap memenuhi standar kualitas kesehatan. Selain bermaksud menambah pemahaman tentang keragaman tradisi makanan di setiap daerah di Asia, namun juga memperluas pengetahuan, praktek-praktek tradisional dan kesehatan pangan setiap negara.
Workshop tentang pangan tradisional Asia ini melibatkan puluhan pakar dan peneliti pangan tradisional dari lima perguruan tinggi (PT), seperti Universitas Gadjah Mada, United Nations University Institute for the Advances Studies of Sustainability (UNU-IAS), Jepang, Universiti Sains Malaysia (USM), Prince of Songkhla University (PSU) dan Asian Institute of Technology (AIT), Thailand. Hadir dalam workshop diantsranya, Dr. Anil Kumar Anal dari AIT, Prof. Wirote Youravong dari PSU dan Dr. Rajeev Bhat dari USM. Sementara dari UGM diantaranya Ketua PSPG UGM, Prof. Dr. Ir. Umar santoso, M.Sc., Dosen Teknologi Pertanian, Prof. dr. Ir. Murdijati Gardjito, Dosen Farmasi Prof. Dr. Mustofa, Apt, dan Dosen Fakultas Kedokteran, Dr. dr. Eti Nurwening Sholikah
Dr. Unnikhrinan Payyappallli dari UNI-IAS mengatakan riset bersama yang dimotori UGM ini rencananya akan mengidentifikasi dan mendokumentasi semua makanan tradisional dari setiap daerah di Asia. Ia memperkirakan ada sekitar 400 jenis makanan tradisional di setiap negara yang potensial untuk diangkat dan dikategorikan sebagai makanan tradisional yang sehat dan bermutu. Apa yang dilakukan para peneliti ini menurutnya berkaitan dengan kecenderungan masyarakat global yang saat ini berbalik mengkonsumsi makanan diet. Sementara di sisi lain, pengetahuan tentang makanan tradisional makin menurun.
“Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk identifikasi pangan tradisional ini. Selain untuk publikasi, hasil dari penelitian ini akan kita rekomendasikan pada pemerintah untuk menggalakkan masyarakat mengkonsumsi makanan sehat dari pangan lokal,” ujarnya.[]