More

    10 Km Untuk 10 Desember

    Mega Dwi Anggraeni

    Wanggi, artis pantonim berjalan kaki 10 Km dalam peringatan Hari HAM se-Dunia. Foto : AJI Bandung
    Wanggi, artis pantonim berjalan kaki 10 Km untuk memperingati Hari HAM se-Dunia. Foto : AJI Bandung

    BANDUNG, KabarKampus – Memperingati Hari HAM Se-Dunia, Wanggi, artis pantonim Bandung, berjalan kaki sejauh 10 kilometer dari jalan Buah Batu menuju jalan Purnawarman Bandung. Aksi ini dilakukan demi mendesak pemerintah untuk mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM di Indonesia.

    Aksi ini dilakukan tanpa persiapan. Menurut Wanggi, dia sama sekali belum pernah berjalan sejauh itu. Dia juga mengatakan, tidak pernah bisa memprediksi kapan dia tiba di Jalan Purnawarman, Bandung.

    - Advertisement -

    “Saya benar-benar tidak tahu kapan saya sampai sini, apalagi sebelum perjalanan itu saya merasa kurang enak badan,” akunya kepada KabarKampus saat ditemui usai pemutaran film The Look of Silence (Senyap) di IFI Bandung.

    Meskipun begitu, demi menuntut pemerintah dan berharap agar warga tidak lagi abai dengan kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia, Wanggi pun nekad melakukan aksinya. Dengan berpakaian serba hitam lengkap dengan payung hitamnya, Wanggi menapaki jalanan Kota Bandung sambil membawa sekarung besar berisi catatan kasus pelanggaran HAM yang belum tuntas.

    Dari Jalan Buah Batu, Wanggi berjalan menuju Jalan Purnawarman dengan melintasi beberapa titik di Kota Bandung. Seperti Jalan Asia Afrika, Jalan Braga, Jalan Perintis Kemerdekaan, hingga Jalan Wastukancana tempat berdirinya gedung Pemerintahan Kota Bandung.

    Setibanya di IFI, Wanggi beristirahat sejenak, sebelum kembali melakukan aksi. Kali ini dia menggandeng empat orang rekannya untuk menebarkan sejumlah catatan kasus pelanggaran HAM.

    Sebenarnya ini bukan kali pertama Wanggi melakukan aksi. Setiap hari Kamis pukul 17.00 WIB, Wanggi selalu berdiri di depan Gedung Pemerintahan Provinsi Jawa Barat (Gedung Sate) dengan membawa payung hitam. Terkadang dia melakukannya sendiri, terkadang dia ditemani oleh beberapa teman dari komunitas.

    Aksi Kamisan tersebut juga tidak pernah melihat kondisi cuaca. Baik panas maupun hujan, Wanggi konsisten dengan aksinya. Melawan impunitas dan menolak lupa atas pelanggaran HAM yang sampai saat ini meninggalkan berjuta tanda tanya.

    Saat dimintai komentarnya terkait film karya Joshua Oppenheimer, yang diputar serentak di Indonesia untuk memperingati hari HAM Internasional itu, Wanggi mengatakan film tersebut menjadi sebuah pukulan besar untuknya.

    “Saya tinggal jauh dari orang tua, tadi ketika melihat adegan saat Adi dihadapkan oleh para pelaku pembunuh kakaknya rasanya itu jadi sebuah pukulan. Terbayang saya ada di posisi itu. Rasanya seperti dipukul menggunakan batu yang keras dan jatuh dari ketinggian sekian meter,” katanya.

    Sebagai penggiat Kamisan di Bandung, Wanggi tidak pernah habis pikir dengan anak-anak muda yang buta akan berbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Padahal sampai saat ini Kamisan Bandung sudah menginjak minggu ke 76. Menurutnya, ketika mereka menonton film The Look of Silence (Senyap), mereka baru merasa adanya sentilan-sentilan kecil.

    “Buat saya pukulan, buat mereka mungkin film ini hanya hiburan kecil yang menyentil hati untuk membuka mata karena tragedi 1965 hanya sebagian kecil dari kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Saya berharap, dengan aksi yang saya lakukan barusan dan setiap Kamis, mereka bisa mengetahui banyak sekali kasus pelanggaran HAM di Indonesia,” katanya. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here