JAKARTA, KabarKampus – Front Mahasiswa Nasional menilai tindakan pemblokiran 22 situs Islam oleh Pemerintahan Jokowi-JK melalui Kementerian Kordinator Informasi dan Komunikasi merupakan praktek kembalinya bibit-bibit orde baru dalam alam demokrasi Indonesia. Hal itu karena apa yang dilakukan pemerintah tersebut adalah usaha untuk memberangus kebebasan berekspresi dan melanggar Hak Asasi Manusia.
“Ini adalah praktek-praktek kembalinya bibit-bibit orba dalam alam demokrasi di Indonesia,” kata Rachmad P Panjaitan Ketua Umum PP FMN, Selasa, (06/04/2015)
Menurutnya, kebebasan berekspresi, menyampaikan pendapat baik secara lisan maupun tulisan secara bebas dan merdeka tanpa adanya pembrendelan merupakan kemenangan yang telah diraih dalam gerakan reformasi 1998. Hal itu merupakan perjuangan panjang menolak pemerintahan otoritarian yang memenjarakan masyarakatnya Indonesia.
“Akan tetapi, di bawah pemerintahan Jokowi-JK mulai menunjukkan sebuah sikap yang anti kebebasan demokrasi dalam memimpin Indonesia dengan memblokir 22 situs Islam,” jelas Rachmad.
Ia menjelaskan, pemblokiran 22 situs Islam online ini dilakukan tanpa adanya usaha memanggil pemilik situs untuk mempertanggung-jawabkan atau memberikan ruang klarifikasi atas tudingan dari Negara. Ini menunjukkan tindakan pemerintahan, anti terhadap kebebasan rakyatnya dan cenderung ototitarian.
Selanjutnya jelas Rachmad, pemblokiran ini juga menimbulkan kesan Negara melalui Pemerintahan Islamphobia di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam. Namun memanasnya isu ISIS yang menjadi salah-satu faktor pemblokiran 22 situs Islam, bukan serta merta menjadi alasan pemerintah untuk membungkam aspirasi dan pandangan-pandangan masyarakat.
“Karena rakyat Indonesia juga anti ISIS, demikian juga Islam Indonesia Anti ISIS. Harusnya pemerintahan bukan malah menjadikan isu ISIS untuk menginjak-injak hak kebebasan rakyat untuk berekspresi atau bersuara di depan umum,” terang Rachmad.
Dan menurutnya, bila hal semacam ini berlanjut, maka mereka menilai hal ini adalah ciri-ciri rejim fasis yang menggunakan cara-cara kekerasan terhadap kebebasan demokrasi yang bertujuan untuk membungkam hak asasi manusia berpendapat dan berekspresi.
“Oleh karena itu, kami menyayangkan sekaligus mengencam tindakan pemerintahan atas pemblokiran 22 situs Islam. Karena jika ini dibiarkan, maka media-media nasional akan kembali dibrendel seperti zaman Orba. Bahkan media kampus berikutnya akan menjadi sasarannya pula,” tegas Rachmad.[]