
JAKARTA, KabarKampus – Meskipun sistem Ujian Nasional (UN) 2015 tidak menjadi tolak ukur untuk menentukan kelulusan peserta didik, namun penerapan sistem UN masih saja bermasalah. Tingginya Kebocoran penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) 2015, menjadi Bukti kegagalan sistem UN itu sendiri.
Hal ini disampaikan Racmad P Panjaitan, Ketua PP FMN menyikapi bocornya soal UN pada penyelenggaraan UN yang berlangsung 13 -15 April kemarin, Kamis, (16//08/2015).
Menurut Rachmad, masih diberlakukannya sistem UN adalah wujud tidak adanya konsep baru dari pemerintahan untuk menentukan kelulusan peserta didik sekolah dasar hingga menengah yang bersifat proporsional. Pemerintah tak mampu membuat konsep kelulusan yang lebih menekankan aspek keadilan dan peningkatan mutu kualitas pendidikan di Indonesia.
“Bahkan menurut kami bahwa dipertahankannya penyelenggaraan UN sendiri, adalah proyek paper kertas soal dan kunci jawab bagi penyelenggara. Karena terbukti pula bahwa penyelenggaraan setiap kali UN negara akan mengeluarkan anggaran rata-rata 600 Miliar setiap tahunnya,” jelas Rachmad.
Selain itu kata Rachmad, yang menjadi kritikan mereka atas penerapan sistem UN hingga saat ini adalah UN telah membentuk mental peserta didik bahkan guru untuk tidak bersikap jujur. Hal ini dapat dilihat dari setiap penyelenggaraan UN dari tahun ke tahun, kebocoran soal dan kunci jawaban masih menjadi problem yang mengakar.
Tahun 2015 UN di tingkatan SMA/SMK/Sederajat, kata Rachmad berdasarkan laporan posko pengaduan UN 2015, mencatat 91 laporan terkait kecurangan pelaksanaan UN. Kecurangan itu terutama pada kebocoran soal dan kunci jawaban yang bisa diakses melalui Internet.
“ Dan kebocoran soal – kunci jawaban itu bahkan menjadi transaksi perdagangan yang dijual hingga 20 juta ke peserta-peserta ujian. Ini adalah sebuah kehancuran pendidikan di Indonesia apabila sistem UN ini masih tetap diberlakukan,” terang Racmad.
Oleh karena itu, menurut Rachmad, seharusnya pemerintahan Indonesia melalui Kemedikbud, memberikan hak kelulusan kepada sekolah-sekolah sepenuhnya. Karena hakekatnya sekolah-sekolah lah yang paling memahami perkembangan dari kualitas peserta didiknya.
“Akan tetapi, untuk menjamin kualitas output peserta didik yang berkualitas, maka menjadi sebuah kemutlakan pemerintahan secara bersamaan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia,”kata Racmad.
Rachmad menuturkan, hal itu dilakukan melalui peningkatan fasilitas pendidikan terutama di pedesaan, memperbaiki sistem kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta menginkatkan pelatihan-pelatihan terhadap guru-guru di Indonesia. Sehingga sistem UN lagi tidak menjadi momok yang mencederai pendidikan itu sendiri.[]