More

    Jokowi, Jangan Kau Rampas Hak Berdemokrasi Rakyat

    Penulis: Rachmad P. Pandjaitan, Ketua Umum Front Mahasiswa Nasional.

    02 12 2013 FMN 01Hari Kebangkitan Nasional merupakan masa dimana bangkitnya rasa cinta tanah air, terbentuknya persatuan nasional, serta tertanam kuatnya kesadaran patriotisme rakyat untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari belenggu penghisapan dan penindasan imperialisme Belanda dan Jepang. Masa ini ditandai dengan momentum besar melalui peristiwa berdirinya organisasi Boedi oetomo 20 Mei 1908 yang nantinya akan mendorong tercapainya momentum Sumpah pemuda 28 Oktober 1928 di Indonesia.

    Perjuangan era kebangkitan nasional ini, berlahan-lahan mulai menghapuskan perjuangan yang sifatnya kedaerahan baik Jong Java, Jong Sumatera, Jong Sulawesi yang berlahan-lahan melebur membangun kekuatan organisasi nasional untuk mengusir penjajahan kolonial dari Indonesia.

    - Advertisement -

    Fase Kebangkitan Nasional menjadi era keemasan berkembangnya perjuangan rakyat Indonesia yang ditandai dengan berbagai pembentukan organisasi-organisasi rakyat skala nasional dan lebih meluas. Tentu ini menjadi torehan sejarah mulai pendudukan awal zaman kolonial abad 17 menguasai Indonesia hingga awal abad 19 menuju Kemerdekaan Indonesia Agustus 1945.

    Berdirinya Indische partij, Saraket Dagang Islam, Muhammadiyah, Saraket Rakyat, ISDV, VSTP, menjadi organisasi pelopor yang memimpin rakyat Indonesia secara nasional untuk melawan kolonial. Selain itu, seperti Sarekat rakyat dan ISDV telah aktif mempropagandakan perjuangan untuk melakukan perlawanan terhadap tuan-tuan tanah (feodalisme) yang membelenggu perekonomian rakyat Indonesia.

    Tokoh-tokoh yang mempunyai peranan besar dalam perjuangan era Kebangkitan nasional dapat kita kenal dengan nama-nama Sutomo, Soekarno, Dr. Tjipto Mangunkusumo, Ki Hajar Dewantara, Dowes Dekker (Multatuli), Semaun, dan lain-lain.

    Kini, perjuangan Kebangkitan nasional telah mencapai usia yang cukup tua yakni 107 Tahun. Namun pemaknaan Hari Kebangkitan Nasional semakin hilang dan luntur.

    Pemerintahan kemudian terjebak pada orientasi lupa sejarah pelajaran yang diberikan Hari Kebangkitan Nasional. Pelajaran yang berharga yang tidak dapat digantikan oleh apa-apa dari era Kebangkitan Nasional ialah, rakyat telah diajari bahwa Organisasi menjadi alat pemersatu dan sekaligus alat perjuangan rakyat melawan kolonial dan tuan tanah di Indonesia. Organisasi-organisasi skala nasional di masa era kebangkitan nasional 1908 menunjukkan kepeloporannya untuk membangkitkan kesadaraan, mengorganisasikan dan menggerakkan massa rakyat Indonesia melawan musuh-musuh rakyat kolonial dan tuan tanah.

    Maka saat ini, kedudukan organisasi massa rakyat pun sama dengan roh semangat era kebangkitan nasional untuk membangkitkan kesadaran, mengorganisasikan dan menggerakan massa rakyat Indonesia yang masih hidup di bawah kondisi beban hidup yang berat.

    Akan tetapi, kebebasan demokrasi dalam menyampaikan pendapat, berserikat dan berorganisasi bagi rakyat Indonesia termasuk mahasiswa masa kemerdekaan 1945 hingga saat ini, masih terbatas diberikan oleh pemerintahan Indonesia. Kita mengingat masa Orde baru di bawah pemerintahan fasis Soeharto 32 tahun, kebebasan berdemokrasi sangat terkekang untuk mengeluarkan pendapat, berorganisasi dan berserikat. Bahkan kepemimpinan Fasis Soeharto menjadi rejim boneka imperialisme AS diawali dengan pembantaian 3 juta rakyat Indonesia.

    Dan untuk memuluskan kebijakan imperialisme AS yang anti rakyat, 32 tahun kebijakannya membredel seluruh hak-hak ekosob dan politik. Organisasi yang ada semasa Orba hanya yang dibentuk rejim fasis Soeharto seperti Golkar, SPSI, PWI, FKPPI. Sementara organisasi massa rakyat yang sejati mengalami pembungkaman dan pelarangan selama Orba.

    Kemudian kejatuhan Orde Baru melalui gerakan reformasi 1998 sekali lagi menunjukkan peran besar organisasi massa rakyat termasuk gerakan mahasiswa atas perubahan sejati memperjuangkan hak-hak demokrasi dan HAM rakyat dalam kehidupan bernegara dan berbangsa di Indonesia. Kran kebebasan demokrasi dan HAM mulai berkembang semasa reformasi. Akan tetapi, perkembangan demokrasi dan HAM semanjak 17 tahun reformasi, masih sebatas normatif yang esensinya dimana pemerintah masih merampas hak-hak demokrasi rakyat baik ekonomi, politik budaya dan sosial.

    Hingga saat ini  pemerintahan Jokowi-JK yang masih berkuasa selama 7 bulan, telah menunjukkan perampas  hak-hak demokrasi rakyat secara masif. Perampasan hak atas ekonomi ditandai semakin masifnya perampasan tanah, kenaikan upah buruh yang rendah, pencabutan subsidi, kenaikan atas BBM dan TDL, kenaikan kebutuhan pokok, inflasi yang meningkat, melemahnya Rupiah atas Dollar AS, perpanjangan kontrak perusahaan PT. Freeport, pembangunan bersandar pada investasi asing dan ULN, yang semuanya semakin menurunkan kualitas hidup di Indonesia.

    Untuk memuluskan seluruh kebijakan Neo-liberlaisme imperialisme AS yang anti rakyat, Jokowi-JK sudah pasti akan menggunakan cara-cara kekerasaan baik terselubung (regulasi) maupun kekerasaan terbuka (TNI & Polri). Sebut saja Babinsa masuk desa, Penyegaran Menwa di kampus di bawah TNI, mempertahankan UU Ormas, UU Intelijen.

    Selain itu secara nyata melakukan Penembakan terhadap 1 orang massa aksi saat menolak BBM naik di Makassar, Penembakan  1 orang masyarakat adat Kalteng,  penembakan 5 siswa di Paniai Papua, pengusiran ratusan masyarakat Papua oleh TNI, pelarangan aksi saat KAA, mengangkat pejabat negara dari pelanggar HAM semasa Orba (AM Hendripriyono), kriminalisasi terhadap aktivis anti korupsi, pemblokiran situs dan 1 semester telah menangkap aktivis  ± 200 orang.

    Kampus juga tidak luput menjadi sasaran kebijakan anti demokrasi dari Jokowi-JK.

    Berbagai pelarangan seperti jam malam, larangan berkegiatan di luar kampus, larangan berorganisasi, pembatasan ruang-ruang berpendapat, hingga pelibatan pihak TNI dan Polri menjaga keamanan di kampus. Hal ini demi upanyanya mengkerdilkan mahasiswa dari proses berdemokrasi dan menjauhkannya mahasiswa dari sikap kritis atas realita keadaan pendidikan dan rakyat Indonesia.

    Tindakan-tindakan penindasan terhadap hak politik untuk mengeluarkan pendapat, berorganisasi dan berserikat adalah bentuk dimana pemerintahan Jokowi-JK tidak memaknai perjuangan momentum bersejarah mulai dari Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908 hingga jatuhnya Soeharto 1998, yang memposisikan peran utama organisasi massa rakyat yang selalu memberikan perubahan sejati bagi bangsa dan negara Indonesia.

    Oleh karena itu, dalam momentum Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2015 yang ke 107 Tahun, kami dari Pimpinan Pusat Front Mahasiswa Nasional menyampaikan sikap kepada pemerintahan Jokowi-JK untuk menghentikan tindakan-tindakan anti demokrasinya yang masih merampas hak-hak rakyat Indonesia mulai dari hak atas ekonomi, politik, budaya dan sosial.

    Berikan kebebasan Berpendapat, berserikat dan berorganisasi kepada seluruh rakyat dan khususnya kepada mahasiswa di kampus-kampus. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here