More

    Mahasiswa Indonesia di Canberra Paparkan Buah Pikiran dan Hasil Riset

    ABC AUSTRALIA NETWORK
    L. Sastra Wijaya
    Beberapa mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di ibukota Australia, Canberra, membeberkan buah pikiran dan hasil penelitian mereka untuk menjadi bahan diskusi.

    Pemaparan itu dilakukan hari Senin (11/05/2015) dalam diskusi bertajuk “The 2015 Indonesian Students Roundtable” di The Australian National University (ANU), Canberra.

    Menurut rilis yang diterima ABC Australia Plus Indonesia dari KBRI Canberra, acara diskusi tersebut diadakan atas kerja sama organisasi Indonesia Synergy dan Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) ANU, serta mendapat dukungan penuh dari ANU Indonesia Project dan KBRI Canberra.

    - Advertisement -

    Turut hadir dalam diskusi tersebut Profesor Ronny Rachman Noor, Atase Pendidikan pada KBRI Canberra; Dr Arianto Patunru, Ketua ANU Indonesia Project; Professor Edward Aspinall, salah satu Indonesianis terkemuka dari Australia dan pengamat Indonesia untuk bidang politik; dan Awidya Santikajaya selaku pemrakarsa dan koordinator Indonesia Synergy yang merupakan kelompok diskusi dan jaringan intelektual mahasiswa Indonesia di Canberra yang secara konsisten mengadakan diskusi berbagai topik mengenai Indonesia.

    Professor Edward Aspinall memberikan keynote speech dalam roundtable ini dengan membawakan tema “Publishing Your Research into Journal”. Professor Aspinall menekankan pentingnya mahasiswa untuk mempublikasikan tulisannya ke jurnal, tidak hanya sebagai upaya untuk menunjukkan karya tulisnya, tetapi juga untuk mendapatkan feedback dari akademisi lainnya.

    Dr Arianto Patunru, Ketua ANU Indonesia Project, menekankan pentingnya kegiatan serupa diadakan di masa mendatang secara berkesinambungan. Sebagai salah satu institusi riset mengenai Indonesia yang paling terkemuka di dunia, ANU Indonesia Project akan memberikan dukungan terhadap inisiatif-inisiatif yang memberikan manfaat terhadap pengembangan studi mengenai Indonesia.

    Profesor Ronny menyambut baik kerja sama KBRI dengan para mahasiswa Indonesia di Canberra dan berharap acara ilmiah serupa dapat diagendakan secara rutin. “Acara diskusi dapat juga dikombinasikan dengan urun rembuk mahasiswa dalam membahas permasalahan aktual hubungan Indonesia-Australia terkini ditinjau dari berbagai segi untuk memberikan sumbangan pemikiran kita semua,” ujar Profesor Ronny.

    Awidya Santikajaya, koordinator Indonesia Synergy sekaligus mahasiswa PhD Diplomasi, menjelaskan bahwa sebanyak 12 mahasiswa dari berbagai latar belakang pendidikan telah mempresentasikan hasil riset mereka dalam kegiatan roundtable discussion ini.

    Masing-masing presenter mendapatkan feedback dan komentar dari 7 orang discussants yang memiliki kompetensi dan pengalaman dalam bidang mereka. Dengan adanya masukan dan saran baik dari discussants dan sekitar 50 peserta diskusi lainnya, diharapkan para mahasiswa dapat meningkatkan kualitas riset mereka.

    Para presenter menyampaikan ide-ide riset yang diyakini memperkaya pembaharuan di Indonesia. Ahmad Dhiaulhaq, mahasiswa PhD di bidang lingkungan, misalnya telah merencanakan akan melakukan penelitian mengenai konflik lingkungan di hutan-hutan pedalaman Sumatera dan Kalimantan.

    Yosafat Leonard memaparkan potensi penggunaan high-precision GPS (Global Positioning System) dalam mengantisipasi gempa di Pulau Jawa.

    Dalam bidang hukum, Leopold Sudaryono, mahasiswa PhD kriminologi ANU, menyarankan agar Indonesia segera menyusun kebijakan mengatasi masalah overcrowded penjara-penjara di Indonesia, salah satunya dengan cara mengubah hukuman untuk kejahatan yang bersifat ringan, seperti perkelahian dan pencurian ringan, dari hukuman penjara menjadi hukuman kerja sosial yang sudah banyak dipraktekkan berbagai negara.

    Tema politik dan korupsi menjadi bahasan yang menghadirkan diskusi hangat. Danang Widoyoko, mahasiswa PhD yang sebelumnya pernah menjadi koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) menjelaskan bahwa saat ini korupsi di Indonesia sudah bertransformasi dari hal yang ilegal menjadi perilaku yang sistematis dan struktur sehingga seolah-olah legal.

    Danang berargumen bahwa hal itu terlihat dalam proyek-proyek konstruksi yang dijalankan pemerintah. Ahmad Rizki, mahasiswa PhD di University of New South Wales, yang memaparkan risetnya mengenai aspek independensi dalam proses auditing juga mengamini pendapat Danang tentang besarnya kepentingan politik dan korupsi dalam pengambilan kebijakan, termasuk dalam pengawasan keuangan.

    Dini Suryani, mahasiswa S2, juga meneliti masalah korupsi dengan mengambil studi kasus peran LSM dalam mengadvokasi gerakan anti korupsi di Banten. Sementara itu, Yogi Permana menyoroti penggunaan aspek ketakutan (“fear”) masyarakat di Lombok Tengah yang dimanipulasi oleh elit politik dalam dinamika politik lokal di daerah tersebut.

    Mahasiswa Indonesia di Canberra tidak hanya melakukan studi terkait Indonesia, tetapi juga isu-isu internasional. Ristian Atriandi menjelaskan disertasinya mengenai kerja sama maritim antara Indonesia dan Australia yang perlu untuk ditingkatkan mengingat kedua negara memiliki irisan kepentingan yang semakin erat.

    Dalam isu pembangunan, Miranda Tahalele memberikan masukan agar Indonesia mulai merencanakan transformasi diri dari negara penerima bantuan pembangunan menjadi negara donor karena saat ini Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi dan kapasita keuangan yang memadai. Sebagaimana negara-negara emerging powers, seperti China dan India, Indonesia harus mulai menjadikan bantuan pembangunan kepada negara lain sebagai alat kebijakan luar negeri.

    Mengenai ASEAN, Khanisa Khrisman mahasiswa S2, menulis tesis mengenai peran penting ASEAN untuk lebih mengintensifkan kerja sama dalam memerangi cyber crime yang semakin meningkat.

    Lamijo Samsidi, mahasiswa S2 yang ternyata juga fasih berbahasa Vietnam, meneliti akivitas ekonomi masyarakat di perbatasan Laos dan Vietnam. Penelitian Lamijo bisa dijadikan bahan perbandingan aktivitas ekonomi warga Indonesia berbatasan dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Papua Nugini.

    Wisnu Harto menganalisa perbandingan pola migrasi tenaga kerja antara Indonesia dengan lima negara ASEAN. Menggunakan metodologi balanced panel, Wisnu menyimpulkan bahwa faktor daya tarik, yaitu penghasilan yang tinggi di negara lain, lebih besar pengaruhnya dalam mendorong populasi di lima negara ASEAN untuk bekerja di luar negeri, dibandingkan dengan faktor dalam negeri (angka pengangguran).

    Dalam konteks Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan berlangsung akhir tahun 2015 ini, studi mengenai migrasi tenaga kerja ini penting untuk menentukan kebijakan yang tepat dalam meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here