More

    Kabut Asap Seharusnya Jadi Bencana Nasional

    Kali Asin (Jam Thang), 16 September 2015.
    Ilustrasi kabut asap di Kalimantan Barat. Foto : Frino

    YOGYAKARTA, KabarKampus – Pemerintah seharunya menaikkan sekala bencana kabut asap dari bencanan lokal menjadi bencana nasional. Hal itu karena selama ini permasalahan asap masih di limpahkah kepada gubernur atau pemerintah daerah.

    Hal ini disampaikan  Ade Ma’ruf Wirasenjaya, S.IP, M.A., dosen Ilmu Hubungan Internasional UMY di lama UMY, Rabu, (30/09/2015). Ia mengatakan, tidak semua gubernur cekatan dalam menghadapi kabut asap.

    “Dan kabut asap ini tidak hanya menjadi masalah lingkungan hidup namun juga ekonomi, social security dan persoalan ekosistem yang punah. Oleh karena itu, Presiden harus mengambil alih permasalahan ini,” jelasnya.

    - Advertisement -

    Menurut Ade, saat ini bencana asap di Sumatera dan Kalimantan skalanya sudah besar, namun pemerintah belum menetapkan status menjadi bencana nasional. Padahal suatu bencana dapat dikategorikan ke dalam bencana nasional dilihat dari skala besar bencana tersebut.

    “Dengan diubah status menjadi bencana nasional, Presiden akan memiliki kewenangan untuk mengontrol pemerintah dan pejabat-pejabat di bawahnya. Dan dengan Presiden andil dalam masalah bencana asap, negara tetangga juga akan menilai baik atas langkah yang diambil Presiden Indonesia. Namun saat ini hal tersebut belum terjadi dan sudah sangat terlambat,” tuturnya.

    Namun menurut Ade, kesalahan tersebut tidak hanya dilihat dari segi pemerintah saja, kesalahan ada pada masyarakat di daerah dan kulturnya. Hal ini terkait dengan terjadinya perbudakan saat pembebasan lahan.

    Pemilik perusahaan ketika ingin membuka lahan, biasanya akan lebih senang menggunakan budak-budak yang mau dibayar murah. Sedangkan budak-budak tersebut juga merasa membutuhkan uang untuk kepentingan ekonomi pribadi dan kemudian menggadaikan nilai-nilai pelestarian lingkungan hidup.

    “Para budak biasanya tidak peduli atas kerusakan yang akan mereka sebabkan. Mereka hanya menjalankan perintah dari atasan mereka demi uang. Dan biasanya para pengusaha memilih jalur seperti itu karena cost yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan jika harus membuka lahan dengan cara-cara yang tidak merusak lingkungan,” jelasnya.

    Ade mencontohkan, Amerika Serikat juga pernah mengalami kasus yang hampir serupa dengan Indonesia saat ini. Pada tahun 2010 lalu, Teluk Mexico menerima tumpahan minyak milik British Petroleum dan menyebabkan kerusakan lingkungan di wilayah tersebut. Saat itu preseiden AS, Barack Obama langsung menuntut perusahaan minyak tersebut untuk membayarkan denda kepada masyarakat sekitar Teluk Mexico yang dirugikan.

    “Bahkan British Petroleum terpaksa harus menjual sahamnya di Eropa untuk menutupi denda tersebut. Kasusnya tidak jauh beda, karena juga melibatkan negara lain sebagai korbannya. Namun sikap yang diambil oleh presiden AS lebih cepat, dan itu yang membedakannya dengan Indonesia,” tuturnya.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here