ABC AUSTRALIA NETWORK
Lisa Main
Australia terus menunjukkan penurunan dalam Indeks Korupsi Internasional selama 4 tahun terakhir. Negeri kanguru berada di peringkat 13 dalam laporan terbaru, turun enam posisi sejak tahun 2012.
Setiap tahun, organisasi ‘Transparency International’ mengumpulkan penilaian dan mensurvei para pebisnis untuk memeringkat 168 negara dari tingkat korupsi sektor publik mereka.
Data yang dikeluarkan untuk tahun survei 2015 ini menunjukkan, Denmark memimpin peringkat, diikuti oleh Finlandia dan Swedia, lalu Selandia Baru berada di posisi keempat.
Direktur anak perusahaan ‘Transparency International’ Australia, ‘TI Australia’, yakni Anthony Whealy, mengatakan, kurangnya tindakan pemerintah untuk mengekang korupsi di sektor publik secara berurutan adalah alasan mengapa peringkat Australia terus meluncur turun.
“Penundaan dalam menanggapi masalah ini, kini, telah membuat reformasi kritis dan komitmen untuk meningkatkan upaya mengatasi penyuapan asing -yang telah sangat berdampak pada persepsi atas Australia –begitu mendesak,” jelasnya.
Persepsi tersebut tak didukung oleh pengungkapan korupsi skala besar yang terkait dengan lembaga paling terkemuka Australia, termasuk Bank Sentral (Reserve Bank-RBA).
Dua perusahaan yang dimiliki oleh RBA, yakni ‘Securency’ dan ‘Note Printing Australia’, dituduh menyuap pejabat asing untuk memenangi kontrak uang kertas pada tahun 2013.
Skandal ini terus memperburuk citra Gubernur Bank Sentral Australia, Glenn Stevens, di saat muncul berbagai pertanyaan tentang apa yang ia tahu soal dugaan korupsi ‘Securency’ yang melibatkan uang suap hingga 17 juta dolar (atau setara Rp 170 miliar).
CEO TI Australia, Phil Newman, telah meminta Pemerintah Turnbull untuk mendirikan lembaga anti-korupsi yang lebih kuat.
“Dengan tuduhan penyuapan luar negeri terburuk yang pernah dialami Australia yang dilakukan oleh mantan atau badan milik pemerintah saat ini –Australian Wheat Board, Note Printing Australia dan Securency Limited – tak ada alasan untuk tak menerapkan semua rekomendasi reformasi dari OECD di wilayah ini sebelum akhir tahun,” sebutnya.
Masuknya dana asing ilegal ke pasar properti Australia juga disebut sebagai masalah.
Anthony mengatakan, kecuali Australia memperkuat rezim anti pencucian uang-nya, negara ini akan terus menurun dalam peringkat korupsi.
“Aliran dana gelap ke Australia dan terutama dari Asia adalah masalah yang sangat signifikan dan kita perlu memiliki undang-undang yang tepat untuk mengatasi itu, transparansi, dan kita perlu menerapkan sanksi untuk memastikan bahwa hal itu tidak terjadi,” jelasnya.
Anthony menyambung, “Kita perlu memiliki visi dan kontrol yang lebih baik atas asal-mula uang itu.”
Laporan yang diterbitkan tahun 2015 menemukan, “Sebanyak 68% dari negara di seluruh dunia memiliki masalah korupsi yang serius” dan “tak satu pun negara manapun di dunia bebas korupsi”.
Laporan tersebut menunjukkan Yunani, Senegal dan Inggris adalah 3 negara yang menunjukkan performa lebih baik sementara Korea Utara dan Somalia berada di tempat terbawah indeks korupsi. []