
BANDUNG, KabarKampus – BEM Kema Universitas Padjajaran (Unpad) memiliki beragam cara untuk memperingati 70 Tahun Bandung Lautan Api. Caranya adalah melakukan serangkaian aksi untuk menggelorakan semangat lautan api kepada masyarakat.
Aksi peringatan Bandung Lautan Api terdiri dari beberapa rangkaian acara, yaitu aksi pencerdasan, aksi teatrikal serta aksi refleksi (renungan). Mereka melakukan kampenye di sejumlah titik, yaitu Alun-alun Bandung, Dalem Kaum, dan area Museum KAA, hari Kamis lalu, (24/03/2016). Aksi simpatik yang dibawakan oleh BEM Kema Unpad ini bermaksud untuk mengajak seluruh masyarakat Bandung untuk menginsafi kembali nilai-nilai perjuangan yang hampir terlupakan dalam peristiwa Bandung Lautan Api.
Sebagai salah satu universitas yang berdiri di Bandung, Universitas Padjadjaran melalui BEM Kema memiliki kesadaran untuk turut memperingati hari bersejarah ini,” kata Navajo Bima.
Ia mengatakan, melalui serangkaian aksi ini mereka memiliki sejumlah pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat Bandung secara luas mengenai refleksi BLA selama 70 tahun. Bukan sekedar aksi seremonial belaka, namun ada unsur kegelisahan yang melatarbelakanginya, disamping kesadaran untuk mengisi kemerdekaan melalui sebuah perayaan.
“Perjalanan 70 tahun Bandung Lautan Api perlu menjadi titik renungan bagi kita semua, khususnya untuk warga Kota Bandung yang sedikit demi sedikit mulai melupakan peristiwa bersejarah yang tentu berpengaruh besar terhadap perkembangan kotanya ini,” katamua.
Selain di tiga pusat Kota Bandung, aksi ini juga dilakukan di seputar Jalan Taman Sari, di sekitar dua kampus yaitu kampus Universitas Islam Bandung dan kampus Universitas Pasundan. Selanjutnya mahasiswa Unpad mendatangi titik-titik ramai di sekitar Jalan Tamansari untuk menjalin diskusi singkat mengenai peristiwa Bandung Lautan Api dan meminta tanggapan mengenai peristiwa tersebut.
“Diharapkan, dengan mengingatkan kembali peristiwa Bandung Lautan Api bisa menjadi pembakar semangat bagi warga Kota Bandung, terlebih pada pemuda-pemudi,” ungkap Navajo.
Selesai aksi pencerdasan, para aksi massa berpindah ke area Museum KAA. Di sana mereka melakukan aksi teatrikal melalui pembacaan Sajak yang melibatkan partisipasi seniman dari kampus lain dan orasi membakar yang dibawakan oleh Navajo Bima Hadisuwarno.
Sebagai penutup aksi, massa aksi melakukan aksi refleksi (renungan) sebagai aksi penghormatan dan iringan do’a akan para pahlawan yang telah meninggal.[]