More

    Sosok Marsinah di Mata Mahasiswa dan Dosen Unisba

    BANDUNG, KabarKampus-Beragam komentar terlontar terkait pameran dan pertunjukkan seni “Membangunkan Marsinah” yang digelar Studi Teater Unisba (Stuba) di Kampus Universitas Islam Bandung (Unisba), Jalan Tamansari, Bandung.

    Hana Hayatul Arhah, mahasiswa Ilmu Studi Pembangunan Unisba memuji pameran yang digelar sejak 8 Mei lalu bertepatan dengan 23 tahun pembunuhan Marsinah. Bagi mahasiswi berkerudung ini, acara kesenian yang digelar hasil kerja sama Stuba dengan Keluarga Mahasiswa Jurnalistik (KMJ) Fikom Unisba itu keren.

    “Keren. Biasanya aksi terkait hari buruh kan penuh orasi atau demonstrasi, Tapi Stuba mengemasnya dalam pagelaran seni, puisi, pameran yang menarik bagi mahasiswa,” kata mahasiswi berusia 20 tahun ini.

    - Advertisement -

    Hana memahami Marsinah sebagai pejuang kaum buruh yang berani. Sebagai perempuan, Marsinah tidak mau diperlakukan semena-mena oleh rezim berkuasa. Marsinah dinilainya berani memberontak terhadap penindasan.

    “Meski akhirnya tumbang tapi Marsinah bisa menggugah dan menjadi inspirasi generasi setelahnya,” ujar mahasiswi angkatan 2013 ini.

    Mahasiswa lainnya, Daniel Heru Reyvaldi mengomentari tema Membangunkan Marsinah. Tema tersebut berusaha mengingatkan atau membangkitkan memori sejarah. “Bahwa kita harus mengenal sejarah, berkaca dari perjuangan di ranah buruh yang hak-haknya selalu di intimidasi dan di-cut,” ujar Daniel.

    Sebagai generasi muda yang lahir 1994 atau setahun setelah terbunuhnya Marsinah, Daniel mengaku mendengar kisah Marsinah dari keluarganya. Marsinah adalah pejuang buruh di masa Orde Baru, suatu rezim otoriter yang tidak demokratis.

    “Perjuangan Marsinah penting bagi tegaknya demokrasi,” tandas mahasiswa jurusan manajemen Unisba.

    Namun ada juga mahasiswi yang menilai serem karena tema acara. “Temanya serem yah, Membangunkan Marsinah,” kata Risca Tiatantia. Tetapi mahasiswi 22 tahun ini kemudian memuji desain pameran dan pertunjukkan seni acara yang berlangsung hingga Minggu (15/05/2016).

    “Bagus, kreatif, bikin orang tertarik, terutama dekorasinya lebih hidup. Kalau Stuba selalu total,” ujar mahasiswi jurusan Public Relations Ilmu Komunikasi Unisba yang semula mengira Marsinah sebagai TKI yang disiksa majikannya di luar negeri.

    Ia menambahkan, perempuan harus diistimewakan dan dijaga, tidak boleh diperlakukan seenaknya. Hingga kini masih banyak kasus yang menimpa perempuan. “Jangan sampai lagi buruh dibunuh, disiksa, seharusnya pemerintah lebih peka,” ujarnya.

    Ia setuju jika Marsinah sebagai simbol reformasi, perempuan yang berani melawan terhadap ketidakadilan. “Saya juga sebagai perempuan pasti melawan, tak peduli mau diapain,” tandasnya.

    Dosen Ilmu Komunikasi Unisba, Dedeh Fardiah menyambut positif rangkaian acara Membangunkan Marsinah. Ia melihat acara tersebut sebagai upaya mahasiswa untuk menggali kembali semangat perjuangan Marsinah yang sudah menjadi ikon perlawanan kaum buruh.

    “Menurut saya positif. Kita mengambil hikmah dari kejadian itu. Jadi mereview sejarah sesuai dengan momentumnya. Marsinah adalah seorang yang berjuang untuk dirinya, keluarganya dan rekan-rekannya. Eksistensi itu yang ingin dibangun lagi mahasiswa,” katanya.

    Lewat acara “Membangunkan Marsinah,” lanjut dosen yang juga Ketua KPID Jabar ini, jangan sampai kembali lagi rezim yang represif penuh kekerasan. “Membangunkan Marsinah” menegaskan bahwa mahasiswa menolak kekerasan dan intimidasi dalam bentuk apa pun.

    Ia berharap, acara “Membangunkan Marsinah” benar-benar membangunkan semangat baru yang anti kekerasan terhadap buruh, terhadap perempuan, kekerasan di pendidikan, di pekerjaan, dalam keluarga dan di semua lini kehidupan.

    “Kasus Marsinah menjadi titik kulminasi jangan sampai terjadi kekerasan. Mahasiswa mengajak mewujudkan semangat baru agar perempuan kuat dan mandiri. Jangan sampai jaman ini melahirkan model kasus seperti yang menimpa Marsinah,” katanya.

    Sementara alumnus Unisba yang juga aktif di Stuba, Besti Rahulasmoro menambahkan, “Membangunkan Marsinah” sebagai upaya mengenalkan Marsinah pada generasi masa kini yang sudah berjarak jauh dengan era Orde Baru.

    Jarak tersebut berusaha dijembatani lewat pameran foto tentang perjuangan buruh masa kini karya mahasiswa KMJ, seni instalasi, pameran buku, performance art. Hasilnya ada respon dari publik, khususnya mahasiswa.

    “Ketika performance art, mahasiswa yang menonton berusaha menebak mana yang memerankan Marsinah. Ada yang tebakannya salah. Ada yang mengira performance art sebagai teater. Tapi itu berhasil menjadi pancingan agar publik kampus mencari tahu siapa itu Marsinah,” kata Besti yang dalam pameran tersebut memamerkan beberapa lukisannya.

    Marsinah dibunuh pada jaman Orde Baru berkuasa, tepatnya 8 Mei 1993. Diduga kuat pembunuhan Marsinah terkait erat dengan aktivitasnya dalam memperjuangkan hak-hak kaum buruh. Setiap peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) yang jatuh pada tanggal 1 Mei, foto bergambar Marsinah selalu dibawa. Marsinah adalah pahlawan yang memperjuangkan hak-hak kaum buruh dan perempuan. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here