AUSTRALIA PLUS INDONESIA
Seorang perempuan asal Melbourne menggambarkan pengalaman “mengerikan” yang dialaminya saat penerbangan ke Milan, Italia, yang ia tumpangi dipenuhi dengan asap sebelum bagian sayap terbakar ketika mendarat.
Deli Baker, seorang psikolog Melbourne, adalah salah satu penumpang penerbangan Singapore Airlines SQ368 dari Singapura ke Milan pada hari Senin (27/06/2016) ketika kabin pesawat dipenuhi asap.
Deli saat itu sempat takut akan sesak napas setelah ia mulai batuk dan sulit bernapas.
Dua setengah jam setelah pesawat terbang, kapten mengumumkan mereka harus kembali ke Singapura.
“Kapten … mengatakan, ada kebocoran minyak. Kami pikir itu mungkin kegagalan sistem hidrolik di sayap kanan. [Itu] Menakutkan. Ketakutan akan sesak napas di dalam kabin awalnya benar-benar memukul saya,” cerita Deli.
“Saya langsung mengalami serangan panik. Itu benar-benar mengerikan,” tutur Deli Baker.
Ia, saat itu, bepergian dengan pasangannya, keponakannya yang berusia 18 tahun dan keponakannya berusia 22 tahun.
Perjalanan kembali ke Singapura lebih lambat karena mesin yang rusak dinonaktifkan.
“Ada semacam perasaan bahwa kami pincang saat kembali ke Singapura. Ada rute yang lebih langsung di atas laut tapi ia tak mengambilnya. Hal semacam itu benar-benar memukul keberanian saya,” aku Deli.
“Saya membatin ‘ia pikir mesin ini bisa gagal. Ia ingin mendaratkannya di atas tanah, bukan air,” ujar Deli Baker.
Setelah mereka mendarat, sayap pesawat kemudian terbakar.
“Ketika kami mendarat, saya melihat deretan mobil pemadam kebakaran dan ketika kami menyentuh aspal mereka mengejar kami di landasan pacu,” ceritanya.
“Semua orang mulai bertepuk tangan. Kelegaan yang muncul ketika Anda turun ke landasan karena penerbangan dua setengah jam yang Anda pikir kritis,” sambungnya.
Deli melanjutkan, “Kemudian kami bisa melihat kilatan kuning di sisi kanan dan Anda menyadari itu api.”
“Seluruh sayap terbakar dan kami bisa melihat apinya,” imbuh Deli Baker.
Pesawat itu disemprot dengan busa tahan api dan 222 penumpang serta 19 awak diizinkan untuk meninggalkan pesawat setelah api padam.
Meskipun trauma, Deli mengatakan, ia dan keluarganya lanjut terbang ke Milan karena ia tahu, jika tak begitu, ia tak akan pernah terbang lagi.
Seolah-olah hal itu tak cukup, mereka seharusnya melakukan perjalanan ke Istanbul, Turki, dalam dua minggu, di mana puluhan orang tewas dalam serangan bom bunuh diri.
“Sekarang kami memangkas rencana perjalanan itu untuk alasan yang jelas. Kami sudah cukup mengalami bencana,” tuturnya. []