More

    Keseruan Kejuaraan Drone Pertama Australia

    AUSTRALIA PLUS INDONESIA
    Jason Om

    Ketika kacamata sudah terpasang, tak ada gunanya untuk mencoba membangunkan penggemar drone dari pertarungan adu jari antara beberapa pesaing tercepat di Australia.

    Salah seorang pebalap drone bertarung rebut hadiah utama. FOTO : Jason Om
    Salah seorang pebalap drone bertarung rebut hadiah utama. FOTO : Jason Om

    Anda bisa lewat di depan mereka dan mereka tak melihat anda. Ini adalah apa yang disebut beberapa orang sebagai momen Zen pemain drone.

    - Advertisement -

    Mereka, di satu sisi, adalah bagian kesadaran bersama: sama seperti pilot drone, para penonton juga memakai kacamata, yang memungkinkan mereka untuk mengikuti apa yang pilot lihat di langit dan di jalur melalui kamera yang melekat pada drone.

    Pada akhir pekan lalu, pilot dari seluruh Australia berkumpul di Gold Coast untuk Kejuaraan Drone Nasional Australia perdana selama tiga hari yang penuh tabrakan, kontroversi dan drama.

    Hadiahnya: sponsor untuk bersaing di Kejuaraan Dunia Balap Drone di Hawaii akhir tahun 2016.

    Dua pembalap muda, Rudi Browning (12 tahun) dari Brisbane dan Thomas Bitmatta (17 tahun) dari Melbourne -yang melejit di kompetisi ini -mengalahkan pembalap terkenal Ross Kerker untuk memenangi gelar juara drone Australia.

    Rudi Browning, yang dipuji sebagai pembalap drone termuda di Australia, memasuki kompetisi dengan ketajaman dan disiplin yang jarang terlihat pada seseorang di usianya. “Saya suka ketika Anda menabrak, drone-nya menjerit,” katanya.

    “Menang adalah segalanya bagi saya,” aku Rudi Browning

    Rutinitasnya dipandu dengan ketepatan militer ayahnya Guy Browning, yang telah belajar tentang olahraga ini melalui anaknya.

    “Ini benar-benar memukaunya dan telah menguasai perhatiannya lebih banyak dari hal-hal lain yang pernah ia geluti,” ungkap Guy.

    Thomas Bitmatta ikut kejuaraan ini fokus untuk menikmati persahabatan antar pebalap drone, dan untuk saat ini, ia memperlakukan balap drone sebagai hobi.

    “Ini mengagumkan. Ini seperti Zen bagi saya dan membawa saya ke masa sekarang, dalam dunia kecil saya sendiri,” tuturnya.

    Ayah Thomas dan rekan sesame pilot, Paul Bitmatta, mengatakan, anaknya merasa bersalah mengalahkan pesaing lainnya yang ia kenal dan dikagumi.

    “Ia bukan orang yang benar-benar kejam,” ujarnya.

    Banyak yang telah berubah sejak balap drone ini dilakukan di dalam sebuah gudang kosong di Melbourne tahun lalu. Saat itu, kompetisi ini masih diam-diam. Sekarang, kejuaraan ini sudah resmi, diawasi oleh Asosiasi Aeronautika Model Australia dan diamati oleh Otoritas Keselamatan Penerbangan Sipil.

    Dengan popularitas balap drone yang semakin meningkat, produsen utama mendorong pertumbuhannya, berinvestasi jutaan dolar ke dalam olahraga ini.

    Para sponsor di Kejuaraan Drone Nasional Australia memprediksi bahwa balap drone akan menjadi Grand Prix berikutnya.

    Salah satu perusahaan, ImpulseRC memperkirakan bahwa industri ini akan tumbuh menjadi senilai 20 miliar dolar (atau setara Rp 200 triliun) pada akhir tahun 2016.

    Dukungan sponsor bisa menguntungkan bagi pebalap muda yang diberi peralatan gratis dan disokong untuk bersaing di kompetisi internasional.

    Pada bulan Maret, warga Inggris berusia 15 tahun, Luke Bannister, memenangi Drone Prix Dunia di Dubai, membawa pulang 250.000 dolar (atau setara Rp 2,5 miliar).

    Sponsor berburu pebalap baru secara rutin lewat saluran YouTube, mencari generasi pesaing berikutnya.

    “Ini akan menjadi Formula Satu yang baru. Anda akan melihat wajah anak-anak muda saat ini pada paket cornflake dan Ferrari, dan dengan gerombolan fans perempuan seksi,” kata Darren Kellett dari DRONEXLABS. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here