More

    Sarah N Soul Merangkum Genre Musik Lewat Harmonika dan Gitar

    ENCEP SUKONTRA

    Tiupan harmonika dan petikan gitar menyibak kesunyian Situ Patengan, Ciwidey, Bandung selatan, September lalu. Seorang perempuan dengan rambut sebahu berdiri anggun di atas panggung. Matanya terpejam sambil meniup harmonika.

    14-10-2016-sarah-n-soulGadis dengan gaun putih selutut itu didampingi seorang pria yang memegang gitar akustik. Mereka memainkan intro musik yang mengingatkan era 90-an ketika pecinta musik dunia terpukau pada vokal Alanis Morissette yang menyuguhkan lagu “Thank U”.

    - Advertisement -

    Sarah Saputri (26), gadis peniup harmonika itu, dan gitaris Nissan Fortz (33) berhasil membawakan lagu “Thank U” dengan alat musik seadanya, tanpa drum, keyboard, dan alat musik lainnya yang biasa melengkapi suatu band.

    Tidak hanya lagu “Thank U”, duo Sarah dan Nissan juga menyajikan lagu dari berbagai genre mulai jazz, R&B, pop, blues, rock seperti lagu “Unintended” dari Muse hingga lagu film Armagedon “Leaving On A Jet Plane”.

    Belasan penonton yang duduk dan berdiri di depan mini panggung sesekali ikut berdendang dan bertepuk tangan. Mereka kemudian merequest lagu, kadang Sarah sendiri yang mengajak penonton naik ke atas panggung untuk membawakan lagu tertentu.

    Sarah N Soul, demikian Sarah Saputri dan Nissan Fortz menamai band duet mereka, menyajikan konser sederhana namun berkualitas itu saat pelepasan Lala dan Lili sebagai bagian dari praevent PON XIX/2016 Jawa Barat di Cagar Alam Patengan. Lala dan Lili adalah sepasang monyet surili (Presbytis comate) yang menjadi maskot PON.

    “Baru kali ini kami konser untuk pelepasan satwa liar. Pengalaman luar biasa,” kata Nissan, kepada KabarKampus.

    Meski komposisi utama mereka mengandalkan gitar plus harmonika, namun dalam konsernya tak terasa ada jeda akibat minimnya alat musik. Misalnya saat membawakan musik kalem “Unintended” dari Muse, Nissan mengaransemen dengan petikan atau ritem gitar yang diperlambat. Ia sendiri yang menjadi vokal, Sarah backingvocal-nya.

    “Kalau duet enaknya harus tek-tok, saling mengisi, saling melengkapi,” timpal Sarah. –Perempuan kelahiran Bandung 28 September 1990 ini menjelaskan, menyajikan musik memiliki kesulitan tersendiri, dan berduet memiliki kesulitan yang lain.

    Sarah N Soul bisa dibilang band duet paling anyar di dunia musik. Duo yang berdiri akhir 2011 itu sudah menghasilkan empat single, yakni I Don’t Wanna Know (Nissan), Pohon Toge, Aku dan Kamu Ada Apa, Jodohmu di Kunci G.

    Baru-baru ini single pertama mereka masuk dalam nominasi Anugerah Musik Indonesia (AMI) Award 2016 untuk Kategori Karya Produksi Folk Terbaik. Namun dalam pengumuman ajang penghargaan musik prestisius skala nasional Rabu (28/09/2016) lalu, Dewi Fortuna belum memihak mereka.

    Tetapi dengan masuknya lagu mereka sebagai nominasi AMI Award menunjukkan duet ini memiliki potensi serius. Terlebih usia Sarah maupun Nissan masih muda, masa depan bermusik mereka masih membentang luas.

    Dan setelah konsisten dengan konsep duonya selama lima tahun, kini mereka segera meluncurkan album digitalnya berjudul “Doodles of Sarah N Soul” pada Oktober ini. Album digital berisi 10 lagu ini bisa diunduh di 12 toko musik digital. “Setelah album digital, kita siapkan CD,” kata Nissan.

    Lima tahun bermusik dengan konsep duo tidaklah mudah. Apalagi sebuah band dituntut menghasilkan karya atau album. Di balik pembuatan album perdana ini, mereka memiliki cerita duka yang membekas.

    “Seharusnya album Doodles of Sarah N Soul jadi album kita yang kedua,” tutur Nissan. Sarah kemudian menceritakan sebelum membuat “Doodles of Sarah N Soul”, mereka sebenarnya sudah siap meluncurkan album pertama setahun lalu. Namun sebuah “kecelakaan” menimpa mereka.

    Hardisk eksternal mereka yang berisi 10 lagu tak bisa dibuka sama sekali. Gawatnya, mereka tidak menyediakan backup data. “Saya sudah ke sana kemari untuk menarik datanya, tapi tidak bisa. Rusaknya hardisk eksternal menjadi salah satu pengalaman duka kita, menyadarkan kita bahwa bermusik penuh perjuangan,” ujar Sarah.

    Setelah menyerah bahwa hardisk eksternalnya sudah tidak bisa diapa-apakan lagi, mereka dituntut tetap semangat untuk kembali memproduksi album baru. Jika calon album pertamanya butuh waktu pengerjaan selama empat tahun sejak Sarah N Soul berdiri, album “Doodles of Sarah N Soul” hanya perlu waktu setahun.

    Album “Doodles of Sarah N Soul” bukan berisi lagu daur ulang dari calon album pertama yang hilang bersama hardisk yang rusak. Sebab mencipta lirik dan aransemen tidak bisa dua kali, nuansa, waktu, tempat dan sejarahnya berbeda.

    “Di lagu kan ada inspirasi, ada mood, duit, tenaga, dan lain-lain. Tapi mungkin hikmahnya ternyata kita bisa setahun membuat album baru ini. Jadi musisi harus pedih dan berjuang dulu,” kata Sarah.

    Sebagaimana yang dipamerkan di Situ Patengan, musik “Doodles of Sarah N Soul” memiliki banyak warna, tidak hanya terpaku pada satu genre musik saja. Pada album ini, selain memamerkan seni musik duo dengan alat musik sederhana, Sarah N Soul juga menggaet personel-personel band lain sebagai additional.

    Pada satu lagu mereka berkolaborasi dengan musisi jazz Salamander Big Band, di lagu lain mereka menggaet bassist dan keyboardist band Yura, dan di lagu lainnya lagi mereka mengolah unsur etnik kendang lewat kolaborasi dengan seniman kendang dari Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung.

    “Kita lintas genre, misalnya tidak hanya blues saja, ada jazz, pop, R&B, rock, bahkan etnik. Kita ingin mengolah semua khasanah musik,” ujar Nissan.

    Konser perdana di kampus
    Tahun ini Sarah Saputri baru saja lulus sebagai sarjana S1 Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Bandung. Gara-gara bermusik, kuliahnya sampai molor tujuh tahun. Namun di kampus inilah embrio Sarah N Soul terbentuk.

    Sejak kuliah ia sudah sering bermain musik di banyak tempat. Selain memiliki vocal khas R&B, ia juga belajar harmonika dari seniman harmonica Bandung Harry Peucang. 

    Suatu waktu, ia main di Cikole, Lembang. Di situ ia bertemu dengan Nissan Fortz yang lama berpetualang dengan gitarnya. Nissan Fortz sudah belajar gitar sejak kelas enam SD, guru pertamanya adalah ayahnya, Iyus Ruswandi.

    Sejak itu mereka sering berkomunikasi hingga latihan bersama. Mereka kemudian membentuk band dan konser perdana di kampus Sarah. “Waktu itu personel kita empat orang. Setelah itu kita memutuskan membentuk duo,” ujar Sarah.

    Nama Sarah N Soul mengandung filosofi band duo di mana N-nya berarti Nissan. “Kalau dalam musik, saya ini ritmik sedangkan Sarah melodinya. Ini dua unsur utama dalam musik,” jelas Nissan.

    Duo ini saling memuji satu sama lain. Sarah memuji Nissan sebagai komposer handal. Dengan gitarnya ia mampu membuat ritem dan bass sekaligus. Mendapat pujian itu, Nissan berusaha merendah, ia mengaku justru sering berguru vokal kepada Sarah.

    “Gitar Nissan membuat vokal saya menemukan pijakan yang pas,” ujar Sarah, memuji lelaki kelahiran Bandung 1 Mei 1983 itu. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here