Menunggu bis atau angkot di halte yang telalu lama adalah hal yang membosankan. Namun bagi kamu yang menyukai membaca, akan menjadi hal yang tidak membosankan bila bertemu komunitas yang satu ini.
Mereka adalah komunitas Rindu Menanti, yaitu sekumpulan mahasiswa yang memberikan bacaan buku gratis di halte-halte di Kota Bandung. Para mahasiswa ini berasal dari Sekolah Tinggi Agama Islam Persis (STAI PERSIS) Bandung.
Mulai pertama kali ngelapak buku gratis sejak 11 November 2015 lalu di Halte Pelajar Pejuang Kota Bandung. Kini tak hanya menjajakan buku di Halte, buku-buku mereka juga telah ada di lebih angkot di kota Bandung. Bahkan mereka juga membuat perpustakaan kecil di warung-warung tempat nongkrong anak muda di Kota Bandung.
Alif Akbar Nugraha, salah satu pegiat komunitas Rindu Menanti menceritakan, gerakan ini mereka dirikan karena ingin menepis isu, bahwa pesantren adalah sarang teroris. Kebetulan sebagian dari mereka adalah lulusan pesantren, jadi mereka ingin membuat wajah pesantren sebagai tempat membuat perubahan.
Dari sana mereka berpikir untuk membuat sebuah gerakan literasi yaitu menyediakan buku gratis di halte-halte bis untuk dibaca masyarakat. Hal ini seperti ajaran agama yang diajarkan kepada mereka yaitu membaca.
“Jadi konsepnya temen-temen melayani dengan sesuka hati. Mereka mau melayani di halte mana saja terserah. Yang penting para sukarelawan melakukannya atas dasar bahagia,” kata Alif yang merupakan mahasiswa jurusan Tafsir Hadist ini.
Menurut Alif, relawan yang tergabung dalam Rindu menanti cukup banyak yaitu ada 20 orang. Mereka bebas untuk membuka lapak dan mengatur waktu menjaga lapak bukunya. Seperti si A ingin melayani di halte A dari jam sekian hingga jam sekian. Kemudian si B di halte B dari jam sekian hingga sekian dan seterusnya.
“Yang penting para sukarelawan melakukannya atas dasar bahagia,” kata Alif.
Buku yang dijajakan pun merupakan buku koleksi pribadi yang dibawa dari rumah masing masing. Buku-buku tersebut diantaranya komik, majalah, novel, buku tentang masak, kuliner dan sebagainya.
Namun agar menjadi perhatian dan dikenal oleh masyarakat yang menunggu Halte, sebelum membuka lapak, mereka membersihkan sampah yang ada di Halte. Kemudian baru memperkenalkan diri.
“Kami mengenalkan diri lewat poster dan mengatakan kepada masyarakat yang di halte dengan mengatakan : Aa, Ibu, Teteh sambil menunggu jemputannya, bisa sambil baca buku, buku yang kami sediakan gratis loh. Itu kami katakan sambil menepis isu bahwa buku itu adalah hal yang membosankan,” ungkapnya.
Hingga saat ini komunitas Rindu Menanti tetap konsisten menjajakan buku di halte-halte bis. Bahkan, gerakan ini berkembang hingga Purwakarta, Cikampek, dan Cimahi.
“Mereka yang membuka chapter Rindu Menanti di sana merupakan teman teman-teman Rindu Menanti yang rumahnya di kot-kota tersebut. Alhamdulillah temen temen bisa konsisten,” ungkap mahasiswa semester 6 ini.
Meski eksis hingga sekarang, bukan berarti komunitas Rindu Menanti tidak pernah mengalami pasang surut. Mereka pernah mengalami vakum selama empat bulan. Hingga akhirnya kembali meyakinkan diri untuk melayani masyarakat lewat buku.
Merambah Angkot Pintar
Setelah Rindu menanti berjalan satu tahun. Tiba-tiba Alif mendapat telepon dari Dinas Perhubungan Kota
Bandung. Pada awalnya Alif khawatir dengan terlepon tersebut, karena merasa bersalah membuka lapak buku gratis di Halte tanpa pemberitahuan. Namun apa yang Alif duga salah. Pemerintah ternyata mengapresiasi gerakan Rindu Menanti. Dinas Perhubungan kemudian meminta komunitas Rindu Menanti untuk mengisi buku-bukunya di sejumlah angkot di kota Bandung.
Alif mengaku, gerakan Angkot Pintar atau perpustakaan di angkot ini sebenarnya bukan ide murni mereka. Jauh sebelum itu, sudah ada konsep seperti ini, yaitu di di angkot Soreang – Leuwi Panjang.
“Namun bagi kami itu bukan jadi masalah, mau mencontoh atau apa, yang jelas, kami mau melakukan perubahan bagi Indonesia. Kota Bandung adalah cerminan Jawa Barat, dan Jawa Barat sebagai cerminan Indonesia,” ungkapnya.
Menurut Alif, pada angkot pintar, mereka memasang akrilik sebagai rak buku di belakang angkot. Setiap angkot mereka titipkan sebanyak 13 buku.
“Ada sebanyak 20-an angkot yang terbagi dalam lima jurusan di Kota Bandung. Seperti 6 angkot di jurusan Cimindi – Sukajadi, 3 angkot jurusan Kalapa – Ledeng, 5 angkot jurusan Margahayu – Ledeng, 5 angkot jurusan St Hall – Gede Bage, dan 5 angkot jurusan Ciwastra – Ujung Berung,” tutut Alif.
Agar buku tersebut tetap baru, Alif dan teman teman menganti buku-buku yang ada di angkot sebanyak dua minggu sekali. Buku-buku tersebut diganti oleh sukarelawan yang membuka lapak di halte-halte bis.
Tidak sampai di sana. Alif dan teman-teman juga mulai merambah ke warung-warung tempat nongkrong anak muda. Mereka memulai gerakan ini di warung-warung di Kabupaten Bandung. Terutama yang berada di sekitar kampus STAI Persis.
Upaya ini Alif dan teman-temannya lakukan, bukan cuma ingin membuat budaya membaca meningkat di kalangan anak muda, namun juga ingin menambah pamor warung warung di tengah mejamurnya mini market.
“Kami ingin kembali menghidupkan masyarakat kecil dengan buku. Targetnya warung kecil tempat nongkorng anak muda. Kami pajang rak bukunya di warung-warung tersebut lewat kerjasama dengan pemiliki warung,” tambah Alif.
Alif mengungkapkan, dalam menjalankan gerakan ini, salah satu hambatannya adalah, buku-buku yang dipajang kerap hilang. Untuk itu mereka terus mengajak masyarakat untuk mendonasikan buku kepada komunitas Rindu Menanti. Bagi yang ingin berdonasi buku, dapat menitipkannya di Uchi Perfume di Kiara Condong. Kemudian Tobucil di Panaitan, Zeflin Computer di Cibiru, Distro Rock Denim di Lengkong Besar dan kantor Dishup di Leuwi Panjang.[]