More

    Perjuangan Pemuda Miskin Jepang di Indonesia 100 Tahun Lalu

    Prof Aoki Sumio menunjukkan draft buku “100 Tahun Jepang Indonesia Melalui Kartu Pos”. Foto : Fauzan

    Pendudukan tentara Jepang di Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945 menyisakan cerita tersendiri bagi masyarakat Indonesia yang dahulu disebut dengan Hindia Belanda. Namun jauh sebelum itu, masyarakat Jepang telah merantau ke Indonesia untuk mencari nafkah. Mereka mencari nafkah mulai menjadi fotografer, penjual obat keliling, pemilik toko makanan, menjadi istri orang asing, bahkan menjadi pengangguran.

    Mereka adalah anak-anak muda Jepang berusia 15 – 18 tahun dari wilayah bagian Selatan Jepang. Sebuah wilayah yang ketika itu sangat miskin.

    Hal ini diungkapkan Professor Aoki Sumio, seorang peneliti dari Chubu University, Jepang. Lewat buku hasil penelitiannya berjudul “Indonesia di Mata Masyarakat Jepang : Di Hindia Belanda 100 Tahun yang Lalu Dalam Kartu Pos Bergambar Foto” ia mengungkap kehidupan masyarakat Jepang di Indonesia 100 tahun lalu.

    - Advertisement -

    Menurut Prof Aoki, sekitar tahun 1900, wilayah selatan Jepang mengalami kemiskinan. Sehingga para pemuda mencari kerja di Indonesia. Bahkan, karena miskin sejumlah keluarga menjual anak-anaknya.

    “Mereka yang berangkat ke Indonesia sendiri-sendiri tanpa dibiayai pemerintah. Namun ada juga yang diiming-imingi untuk bekerja di Tokyo, namun ternyata dijual dan dibawa ke Indonesia,” kata Prof Aoki yang pernah bertugas di Indonesia pada tahun 1980 ini.

    Dalam catatan Nihonjinkai, sebuah Perhimpuan Orang Jepang yang didirikan di Batavia, jumlah orang Jepang di Indonesia pada tahun 1913 adalah 2.396 orang. Dengan jumlah laki-laki sebanyak 1.163 dan perempuan sebanyak 1.233.

    Merekalah, kata Prof Aoki dalam istilah orang Jepang sebagai rakyat yang terbuang. Namun Indonesia bukanlah satu-satunya negara tempat, mereka mencari uang, sejumlah negara yang juga didatangi adalah Amerika Selatan, Brazil, Filipina, dan sebagainya.

    “Waktu itu ketika mereka datang ke Indonesia Pemerintah Hindia Belanda sangat terbuka dengan Imigran Jepang. Namun kalau kita lihat, kebanyakan orang Jepang banyak melakukan usaha di luar Pulau Jawa, karena di Pulau Jawa ketika itu sudah banyak orang yang dagang,” jelas pria kelahiran 1950 ini.

    Salah satu profesi yang menjadi perhatian Prof Aoki adalah fotografer. Karena banyaknya Kartu Pos bergambar yang dibuat  oleh orang Jepang di Indonesia. Gambar yang dibuat mulai dari Sabang hingga Dobo.

    Bahkan dari data yang dikutip oleh Prof Aoki pada majalah Jitsugyo no Nihon Edisi Nanyo’ pada tahun 1915, sejumlah Kartu Pos tersebut dibuat oleh studio dan toko Jepang pembuat kartu pos, ada  sebanyak 40 daerah di Indonesia. Seperti Sabang, Medan, Bukit Tinggi, Palembang, Jakarta, Bandung, Pontianak, Banjarmasin, Makassar, Tomohon, dan Papua.

    Mereka yang memiliki studio foto dan toko pembuat gambar Kartu Pos tersebut tergolong orang-orang Jepang yang sukses di Indonesia. Namun sebelum itu, mereka datang ke Indonesia dengan uang pinjaman untuk membeli kamera dan membangun usaha di Indonesia. Mereka datang ke kampung-kampung untuk memotret orang Indonesia dan dibayar dengan jasanya tersebut.

    “Itu karena orang Jepang, bila melakukan sesutu penuh semangat. Mereka tetap semangat meski miskin,” ungkap Prof Aoki.

    Namun kehadiran orang-orang Jepang di Indonesia ini tidak bertahan lama. Ketika tentara Jepang datang ke Indonesia, mereka  dipulangkan tentara Jepang ke daerah asalnya di Jepang. Selain itu, mereka juga dianggap mata-mata oleh masyarakat Jepang. Sehingga sejak kehadiran tentara Jepang di Indonesia, tidak ada lagi foto-foto yang dihasilkan masyarakat Jepang di Indonesia, termasuk Kartu Pos.

    Dari awal kedatangan masyarakat Jepang ke Indonesia sekitar tahun 1900, jumlah masyarakat Jepang di Indonesia terus bertambah. Dari hasil survei yang dilakukan Nanyo Kyoukai yang disusun tahun 1936 terdapat sebanyak 47 Nihonjinkai atau perkumpulan orang Jepang di Hindia Belanda. Kemudian orang Jepang di Hindia Belanda tahun 1937 mencapai 6.485 orang.

    Kemudian berdasarkan survei Kementerian Luar Negeri Jepang yang ditulis oleh  Perkumpulan Orang Jepang di luar negeri dan Kelompok Usaha pada tahun 1939 terdapat 50 Nihonjinkai beraktivitas di seluruh Indonesia.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here