More

    Menyoal “Kredit Mesra”

    Penulis : Tim Gema Pembebasan Kota Bandung

    Ilustrasi

    Jumlah kemiskinan di Kota Bandung cukup signifikan yaitu melebihi angka 10% dari jumlah penduduk Kota Bandung. Secara terperinci, jumlah ini mencapai 304.939 Jiwa atau sama dengan 79.573 KK dalam rentan waktu 2013-2018 (BKBPM). Berdasarkan data kementerian sosial, Masyarakat Miskin Kota Bandung dapat dilihat dari penerimaan Bantuan Pangan Non Tunai tahun 2017 sebesar 63.262 KK. Sehingga data kemiskinan dan rawan miskin berjumlah 447.170 Jiwa. Beberapa program yang menjadi kebijakan Pemerintah Kota Bandung dalam menanggulangi kemiskinan tersebut adalah berpatok kepada 5 strategi penanggulangan kemikinan yakni dalam bidang kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan ketahanan pangan serta ketanakerjaan.

    Ditahun 2017, Pemerintah Kota Bandung memiliki target dalam upaya pengentasan kemiskinan di Kota Bandung. Untuk menyelesaikan problem tersebut, Pemerintah Kota Bandung menyelenggarakan program Kredit Mesra sebagai langkah untuk memberikan kemudahan dalam memantik dan menumbuhkembangkan usaha mikro. Program ini menargetkan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan lembaga keuangan mikro berbasis Masjid. Dengan melibatkan Bank Perumahan Rakyat, Program Kredit Mesra dihadapkan untuk bisa berjalan di 4000 Masjid di kota Bandung dengan harapan bertambah kedepannya. Keterlibatan Masjid dalam program Kredit Mesra dijembatani oleh MUI Kota Bandung dalam merekomendasikan pengurus Masjid agar membentuk Koperasi Syariah dan para Jama’ah mennjadi Nasabah bagi Koperasi tersebut.

    - Advertisement -

    Bank Perumahan Rakyat sebagai Badan Usaha Milik Darah (BUMD) pemerintah kota bandung dengan basis konvensional menjadi instrumen utama dalam menopang keberjalanan Kredit Mesra ini. Kedudukannya sebagai pihak yang memberikan pinjaman kepada pihak yang membutuhkan pinjaman itu melalui instrumen kedua yakni Koperasi Syariah. Instrumen Koperasi Syariah merupakan badan yang dibentuk melalui koordinasi terhadap DKM Masjid sehingga dapat dibentuk Koprasi Syariah sebagai tempat administratif penyaluran dana kepada nasabah. Secara sederhana, PD BPR akan menyalurkan permintaan dana melalui administrasi Koperasi Syariah dan MUI untuk disalurkan kepada pihak peminjam dengan syarat pengajuan harus anggota jamaah Masjid dan memiliki Usaha produktif.

    Namun, Kedudukan Bank Perumahan Rakyat sebagai Bank Konvensional tentu terikat dengan bunga. Hal ini menjadi soal tersendiri bilamana dihadapkan dengan kedudukan Koperasi Syariah yang merekomendasikan peminjaman dana untuk Nasabah tersebut dengan prinsip Syariah tanpa adanya bunga bagi pihak peminjam. Dalam soal inilah Kami dari Bandung Political Research mencoba mengkaji secara ilmiah melakukan penelitian terhadap aspek-aspek penting baik dari segi instrumen pembentuk maupun pola hubungan yang berjalan didalamnya, sehingga membangun program kebijakan Kredit Mesra ini sebagai solusi pengentasan kemiskianan kota Bandung dengan mengangkat judul “Studi Kritis Kredit Mesra Pemkot Kota Bandung”.

    Pembahasan

    Hasil penelitian mengenai bagaimana mekanisme kerja peminjaman dana yang dilakukan oleh PD BPR kepada nasabah koperasi Syariah di Kota Bandung dengan melakukan investigasi lapangan ke beberapa instrumen yang terlibat dalam penyelenggaraan kredit melati. Investigasi ini menghasilkan kajian berdasarkan 4 aspek penting, diantaranya: Kajian mengenai hubungan antara PD Bank Perumahan Rakyat dengan Koperasi Syariah, Kajian mengenai bentuk koperasi di Masjid-Masjid sebagai tindak lanjut dari keberadaan anggota Masjid yang memiliki usaha produktif, Kajian mengenai Aqad nasabah dengan koperasi Syariah dan Kajian mengenai aktivitas yang dilakukan oleh Nasabah dan Koerpasi Syariah.

    Hasil penelitian merupakan penyajian yang diperoleh melalui teknis wawancara dan pengamatan langsung sebagai metode penelitian utama untuk mendeskripsikan dan membahas data yang telah diperoleh. Kegiatan ini didukung dengan melakukan penggalian data dan informasi kepada pihak-pihak yang terkait dan mengikuti sosialisasi Kredit Mesra bertempat di Balai Kota.

    Wawancara dilakukan dalam beberapa tahap yakni pada tanggal … dan tanggal (6/10/2017) pada tempat dan waktu yang berbeda. Rincian dari proses wawancara dapat diuraikan dalam tabel berikut:

    No. Hari/tanggal Tempat Waktu Informan
    1 12/9/2017 Kantor Bank Perumahan Rakyat Bpk. Sidiq
    2 6/10/2017 Masjid MUI Kota Bandung Pukul 10.30 WIB Bpk. Dr. Arsyad

    Peneliti akan membahas secara lebih mendalam deskripsi hasil penelitian mengenai skema yang diberlakukan oleh PD Bank Perumahan Rakyat dalam memberikan pinjaman kepada para Nasabah di Koperasi Syariah yang dibentuk di Masjid-Masjid kota Bandung sesuai dengan sub-sub problematika penelitian yang telah ditentukan sebelumnya.

    • Instrumen Pembentuk dalam Mekanisme Pinjaman BPR melalui Koeprasi Syariah

    Instrumen yang membentuk mekanisme kerja dalam pemberian pinjaman bersumber dari PD BPR (Bank Perumahan Rakyat) kepada para Nasabah di Masjid-masjid kota Bandung, melibatkan tiga instrumen pokok. Ketiganya terdiri dari; Pertama, keberadaan BPR itu sendiri sebagai pihak yang diberikan kewenangan dalam menjalankan program Kredit Mesra oleh Pemerintah Kota Bandung, Kedua, keberadaan Koperasi Syariah sebagai pihak yang turut andil dalam menyalurkan permintaan dana untuk segera diberikan kepada Nasabah sebagai bentuk pinjamannya. Ketiga, pihak nasabah yang menjadi instrumen peminjam dimana bernaung di bawah keanggotaan Koperasi Syariah dengan dua syarat yang telah diajukannya. Syarat tersebut meliputi; Keanggotaan didalam Masjid dan memiliki Usaha Produktif.

    Instrumen PD BPR mendapatkan kedudukan sebagai penyandang dana. Dalam hal ini, PD BPR menjadi pihak pemodal yang mengucurkan dana bagi kebutuhan ataupun permintaan Nasabah dengan jalan rekomendasi Koperasi Syariah. PD BPR Kota Bandung melakukan beberapa prinsip diantaranya; BI Checking yakni status riwayat kredit seseorang yang terekam dalam sistem informasi debitur (SID) Bank Indonesia, Melakukan Analisis dan Mitigasi Resiko. Bank Perumahan Rakyat sebagai Channeling yang menyalurkan dana kepada Koperasi Syariah menanggung resiko tersendiri.

    Instrumen kedua dari skema peminjaman dana untuk kalangan Jama’ah yang hendak membiayai usahanya demi memberikan stimulus pada ekonomi mikro ini adalah Instrumen Koperasi Syariah. Dalam skema penyaluran dana, Koperasi Syariah mendapatkan peranan sebagai pihak yang mengeluarkan surat rekomendasi dan melakukan evaluasi kinerja seluruh koperasi syariah secara berkala. Pada aspek ini, Koperasi Syariah dibatasi peran sebagai pihak yang mengatur secara administrasi jalannya penyaluran dana.

    Instrumen terakhir adalah Nasabah itu sendiri yang merupakan peserta, yaitu Jama’ah Masjid anggota koperasi Syariah. Anggota ini dapat menyandang status anggota koperasi ketika telah menjadi jama’ah Masjid dan memiliki usaha produktif. Keduanya merupakan syarat untuk dapat mendapatkan dana pinjaman melalui Koperasi Syariah dari pihak PD BPR sebagai instrumen pertama.

    • Hubungan antara PD Bank Perumahan Rakyat dengan Koperasi Syariah.

    Dengan memahami tiga instrumen yang mennjadi patokan berjalannya sistem peminjaman BPR dan alur kerja pengaliran dana dari PD BPR ke Nasabah, tentu hal selanjutnya yang menjadi objek pengkajian adalah hubungan yang diberlakukan dalam menjalankan sistem kerja peminjaman tersebut. Dalam proses kerjanya, Pertama-tama Nasabah akan mengajukan pinjaman ke Koperasi Syariah. Koperasi Syariah yang terdiri dari 5-10 Orang pengurus menampung pengajuan peminjaman tersebut dengan langkah teknis seperti:

    1. Koperasi Syariah melakukan kontrol service level.
    2. Koperasi Syariah memberikan fasilitas pertemuan terhadap Nasabah.
    3. Koeprasi membuat surat rekomendasi dari pengajuan peminjaman Nasabah yang akan diajukan kepada pihak PD BPR.

    Anggaran BPR merupakan anggaran yang dialokasikan oleh Pemkot bandung sebesar 600 M untuk menjalankan program ini. Dengan rekomendasikan yang diajukan oleh Koprasi Syariah selaku pihak yang mengurus hal administratif, BPR mengalirkan dana dengan berpegang kepada 3 prinsip; yakni BI Checking, Analisis dan Mitigasi Resiko. Setelah itu, Koperasi memberikan pinjaman kepada Nasabah dengan ketentuan umum;

    1. Plafond Pinjaman antara Rp. 500.000,- s/d 3.000.000 per orang
    2. Suku Bunga 0%
    3. Jangka Waktu 12 Bulan
    4. Pola Pembayaran Mingguan
    5. Dengan Jumlah anggota kelompok 5 s/d 10 Orang
    6. Proses Kredit diputuskan 24 Jam setelah berkas diterima
    7. Mereka yang melakukan kredit adalah yang memiliki usaha produktif

    Selanjutnya, Rincian dan Uraian Nilai Objek Pembelian Barang dalam kasus ini misalnya dengan pengajuan pinjaman sebesar Rp. 1.000.000,- maka dapat dihasilkan eprhitungan jumlah nilai Objek Jual Beli yang disepakati:

    Gambar 1 Perhitungan Nilai Jual Objek Barang

    Keterangan:

    1. Harga Pokok perolehan barang adalah jumlah dana yang menjadi pinjaman bagi Nasabah. Pinjaman ini dalam bentuk uang. Artinya Barang tersebut adalah uang bukan Barang.
    2. Profit Margin pihak pertama adalah keuntungan yang diperoleh untuk dipatok diawal.
    3. Harga Jual kepada pihak kedua adalah jumlah dana pinjaman dengan untung yang dipatok diawal dengan istilah Profit Margin.
    4. Terhutang Pihak Kedua merupakan jumlah dana yang harus dikembalikan oleh Nasabah yang mengajukan peminjaman kepada BPR.

    Dengan perhatian cermat terhadap realitas skema perhitungan Nilai Jual Objek Pembelian Barang dan memperhatikan realitas Aqad yang mempertimbangkan rukun dan syaratnya, tentu saja sifat hubungan antara Koperasi Syariah dan Nasabah menjadi pokok pembahasan yang harus dikaji dengan cermat. Namun, dengan memperhatikan kedudukan Koperasi Syariah sebagai pihak yang hanya mengatur administratif, hal ini menunjukan bahwa hubungan antara Koperasi Syariah dengan Nasabah tidak berada pada pembahasan Aqad. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya;

    1. Keberadaan Koperasi yang dibentuk atas bersepakatnya anggota koperasi untuk mendirikan koperasi atas aktivitas usaha. Dalam pengertian tidak ada Syirkah yang terjadi atas tasharruf (aktivitas usaha).
    2. Keberadaan Koperasi yang dibentuk atas bersepakatnya anggota koperasi untuk mendirikan koperasi atas harta. Atau dapat dikatakan seebagai ketiadaan Syirkah atas harta (Syirkah al-Amlak).

    Gugurnya Koperasi tersebut sebagai sebuah Syirkah dikarenakan ada Syarat yang tidakterpenuhi diantara Syarat sahnya suatu Aqad, yakni ketiadaan adaya unsur Al-Abdn atau Badan ketika kesepakatan tersebut dilangsungkan sehingga mewujudkan sebuah kelembagaan Koperasi. Namun demikian, berdasarkan hasil wawancara, kedudukan Koperasi yang menempati posisi sebagai pihak pengatur administrasi saja telah memastikan bahwa Koperasi Syariah adalah sebagai jembatan dari keberjalanan aliran dana pinjaman dari BPR ke Nasabah.

    Maka dari itu, disinilah sifat hubungan yang menjadi perhatian adalah hubungan antara Nasabah dengan BPR. Hal ini dikarenakan keberadaan Koperasi Syariah hanya sebagai pengatur hal-hal administratif. Dalam aspek ini, hubungan yang berjalan antara PD BPR dengan Nasabah tiada lain adalah peminjaman atau pembiayaan. Disinilah pembahasan Qordul sebagai pembahasan yang layak untuk menilai realitas hubungan antara BPR dan Nasabah dalam mengalirkan dana dapat ditentukan dengan tepat. Termasuk kedudukan Koperasi Syariah dalam memberikan pinjaman tersebut kepada Nasabah.

    Bentuk koperasi yang didirikan di Masjid-Masjid

    Skema perhitungan Nilai Jual Objek Barang dengan memperhatikan realitas kedudukan Koperasi Syariah dan Nasabah mendapatkan tempat pengujiannya berdasarkan tuntutan Syariat. Dengan melihat posisi Koperasi Syariah sebagai kelembagaan yang hanya mengelola administrasi penyaluran dana saja, dalam proses penyaluran tersebut kepada Nasabah, tentu menjadi pertanyaan tatkala adanya Profit Margin Pihak Pertama yang menjadi tanda adanya pematokan keuntungan diawal. Problemnya adalah bagaimana sifat hubungan itu berlangsung jika profit margin ditentukan diawal? Berdasarkan wawancara yang dilakukan BPR mengenai barang yang dijual ketika pematokan barang dilakukan, barang yang dijual tersebut tidaklah berbentuk barang fisik sebagaimana jual-beli, namun yang terjadi adalah barang berbentuk Uang. Melihat skema yang berlangsung antara Koperasi Syariah dan Nasabah dengan mematok untung diawal sebesar Rp. 80.000,- dengan hubungan jual-beli namun atas uang, tentu ini akan berimplikasi kepada riba, karena keuntungan diperoleh dari jual beli uang. Hal itu dipertegas dengan total Terhutang di pihak kedua sebesar Rp. 1.080.000,- yang sama artinya, Peminjam mengembalikan pinjaman 1.000.000 dengan tambahan uang 80.000,-. Dimana uang berlebih atas pinjaman inilah yang dinamakan riba atau bunganya.

    Kedudukan Koperasi Syariah sebagai lembaga pengatur administratif dalam proses penyaluran dana tersebut, telah menempatkan BPR berjalan secara konvensional terhadap Nasabah yang merupakan anggota jamaah Masjid dan tidak sama sekali mengikuti prinsip-prinsip Syariah sebagaimana seharusnya. Alhasil, Bentuk Koperasi yang ada adalah Koperasi Simpan Pinjam karena peranannya untuk memberikan pinjaman dengan tetap berbunga melalui mekanisme profit marjin bukan jual-beli sebagaimana dimaksud dikarenakan barang yang diperjual-belikan bukanlah barang dalam realitas fisik pada umumnya yang memiliki sifat terindera dan teraba.

    Aqad nasabah dengan koperasi Syariah

    Dengan memahami kedudukan Koperasi Syariah sebagai jembatan atas berjalannya proses peminjaman dana yang diajukan oleh Nasabah menuju PD BPR, maka hubungan antara nasabah dengan koperasi Syariah tidak bisa dikatakan sebagai Aqad Mudharabah dikarenakan rukun Aqad yang tidak terpenuhi sejak awal didirikannya koperasi. Ditambah, ketiadaan aktivitas dalam usaha yang berlangsung didalam koperasi tersebut. Alhasil, hubungan antara Koperasi Syariah dan Nasabah adalah pengajuan dana semata untuk dilanjutkan ke BPR dan melaksanakan kesepakatan peminjaman yang merupakan pembahasan dalam ruang lingkup Qardul.

    Aktivitas yang dilakukan oleh Nasabah dan Koperasi Syariah.

    Ketiadaan Aqad yang dilangsungkan dalam menjalankan Koperasi dengan Nasabah tentu telah menunjukan bahwa aktivitas yang dilakukan antara keduanya tidak lebih dari pengaturan urusan pinjam-meminjam antara Nasabah dengan PD BPR.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here