More

    Mimpi Pria Australia Pensiun di Usia 35 Tahun

    Pat Seyrak, seorang pemuda Australia yang ingin pensiun di usia 35. Foto : Australiaplus

    Sebagai generasi millennial, pria  yang tinggal di Kota Sydney, New South Wales (NSW) ini dihadapkan pada pilihan penting : rumah atau kehidupan pribadi. Ia pun memutuskan untuk memilih opsi yang terakhir.

    Dialah Pat Seyrak adalah seorang insinyur berusia 30 tahun yang bekerja di Sydney. Pat Seyrak memutuskan pensiun dini pada usia 35 tahun.

    “Pensiun dini yang saya maksudkan bukan pada usia 55 atau bahkan 50 tahun. Tapi saya berbicara tentang berhenti dari pekerjaan saya pada usia matang 35 tahun setelah berkarir penuh selama satu decade,” katanya di laman Australia plus, Kamis, (15/02/2018).

    - Advertisement -

    Bagi Seyrak, pensiun dini bukan pilihan untuk semua orang. Ia benar-benar percaya bahwa menjadi mandiri secara finansial  yaitu memiliki sumber daya finansial adalah tujuan yang dapat dicapai. Namun kerinduannya akan kemandirian finansial telah berkembang seiring berjalannya waktu.

    “Jam kerja yang tidak manusiawi dan hari-hari panjang yang penuh dengan jam lembur telah perlahan-lahan mengikis perasaan puas dan prestasi yang saya dapatkan dari pekerjaan saya sebagai seorang insinyur,” tambahnya.

    Ia juga merasa dengan bekerja begitu banyak, telah membuatnya kehilangan sisa hidup. Sehingga Pat Seyrak mengalihkan targetnya dari memiliki rumah dengan tujuan lain yaitu pensiun pada usia 35 tahun.

    Menantang status quo

    Apa yang menjadi pilihan Seyrak memang berbeda dari teman temannya yang seusia dengannya. Mereka didorong untuk membeli rumah, karena harga properti yang terus meningkat dan ketakutan untuk tidak memiliki rumah.

    Seyrak pun memilih untuk menyewa tempat tinggal dengan pasangannya. Sebagai gantinya, ia memutuskan untuk berinvestasi di pasar saham untuk bekerja menuju tujuannya pensiun dini.

    “Keputusan saya ini menyebabkan keheranan di kalangan teman dan keluarga. Rekan saya Matt hampir tercekat ketika menghirup kopinya saat saya mengatakan kepadanya bahwa saya memiliki $AUS 250.000 di pasar saham,” terang Seyrak.

    Tapi yang Seyrak anggap gila justru, menghabiskan waktu selama 30 tahun penghambaan untuk melunasi hipotek, hanya untuk memiliki kepemilikan material yang sangat mahal. Padahal pada saat yang bersamaan, ia bisa melakukan hal lain seperti menghabiskan waktu bersama teman dan keluarganya.

    “Dengan membeli aset yang menghasilkan pendapatan seperti saham, saya akan segera memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi keinginan saya,” terangnya.

    Ia pun menabung secara agresif dan berinvestasi secara agresif dengan dana yang diperdagangkan di bursa. Ia berencana untuk memiliki $ 1.000.000 pada saat saya berusia 35 tahun dengan pendapatan sekitar $ 40.000 per tahun selama hidupnya.

    Baginya, jumlah uang itu tidak akan seberapa jumlahnya jika saya harus terus tinggal di Sydney, salah satu pasar real estat termahal di dunia. Itulah sebabnya ia memiliki aspirasi untuk tinggal di bagian lain Australia dan dunia. Kota-kota seperti Cairns, Adelaide, Ballarat atau Hobart (hanya untuk beberapa nama) menawarkan properti yang sangat terjangkau dan gaya hidup yang kurang hiruk pikuk.

    Perlahan-lahan bepergian melalui Asia Tenggara atau Amerika Selatan juga bisa dilakukan dengan harga yang jauh lebih murah daripada biaya untuk tinggal di beberapa kota besar di Australia.

    Biaya kebebasan

    Sementara banyak orang membayangkan kehidupan kemiskinan sekitar $ 40.000 setahun atau kurang. Namun bagi Seyrak, seseorang dapat memiliki kehidupan yang benar-benar kaya dan memuaskan bila kita membelanjakan uang dengan benar.

    Setiap tahun memperbaharui iPhone dan menikmati minuman di kafe lokal beberapa kali dalam seminggu. Menurutnya, itu tidak lagi perlu dilakukan dan menggantinya dengan waktu di luar ruangan bersama teman dan makanan rumahan.

    Dengan menjadi benar-benar terbuka dan jujur tentang aspirasi ini, kemudian teman dan keluarga Seyrak tahu apa motivasinya saat membuat keputusan seputar belanja. Ia juga masih tetap menjaga kehidupan sosial dan mengunjungi mereka secara teratur, mengalokasikan sedikit anggaran sosial untuk saya sendiri untuk membeli  makanan dan biaya kecil lainnya.

    “Saya tidak akan lagi menghabiskan dana yang bisa digunakan sebulan untuk makan di restoran mahal. Saya bisa menghabiskan akhir pekan dengan mengunjungi tempat-tempat lebih sehat seperti kolam renang umum, pantai, tempat-tempat hiking atau bioskop luar ruang gratis,” tambah Seyrak.

    Saat pension nanti, Seyrak bermaksud meluangkan lebih banyak waktu untuk melakukan hal-hal yang dia cintai. Mulai dari berkebun di pagi hari di rumah sementara orang lain harus bergegas ke kantor.

    Ini menjadi pilihan menarik, namun ia tidaklah akan meninggalkan yang lain begitu saja. Baginya menjaga keseimbangan antara pekerjaan penuh waktu dengan membesarkan anak di rumah adalah hal yang tidak mudah dilakukan.

    “Dengan mendapatkan penghasilan cukup dari masa muda ini saya dapat memfokuskan 100 persen energi saya pada apa yang menjadi komitmen saya yang paling penting: keluarga dan anak-anak,” ungapnya.

    Menurutnya, Kerja keras, prestasi, produktivitas dan kontribusi akan selalu memiliki tempat penting dalam hidup. Tapi itu tidak harus selalu untuk uang. Ia berharap bisa melakukan pekerjaan yang berarti pada masa pensiun nanti yang tidak termotivasi oleh uang.

    “Sudah umum kita mendengar kisah orang yang pada akhir hidupnya,  mereka menyesal telah  bekerja terlalu banyak. Seperti kebanyakan, saya tidak ingin menjadi salah satu dari orang-orang seperti itu. Tidak seperti kebanyakan, saya bersedia melakukan sesuatu untuk mencegah hal seperti itu terjadi pada diri saya,” terang Seyrak yang juga banyak menulis tentang kebebasan finansial di blognya, Life Long Shuffle.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here