More

    Banyak Akun Buzzer Jelang Pilkada, Netizen Diharapkan Bijak

    YOGYAKARTA, KabarKampus – Jumlah akun buzzer dan akun robot saat ini banyak bermunculan di media sosial. Hal ini  terjadi menjelang musim Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilihan Presiden (Pilpres).

    “Umumnya akun ini menanggapi soal berita politik dengan mengutip sumber berita yang tidak jelas. Oleh karena itu, warga internet (warganet) diharapkan lebih peka dalam merespons akun semacam ini sehingga diperlukan sikap lebih bijak dalam menerima, memproses, mengolah serta membagikan infomasi ke media sosial,” kata Viyasa Rahyaputra, peneliti Center for Digital Society (CfDs) Fisipol UGM, Senin, (14/05/2018).

    Viyasa menyampaikan hasil penelitiannya mengenai sentimen warganet terhadap isu UU MD3 di twitter dan portal Berita Daring. Penelitiannya adalah terkait opini warganet terhadap revisi UU MD3 pada bulan Februari dan Maret lalu.

    - Advertisement -

    Dalam penelitian tersebut diketahui sebanyak 4.605 tweets berkaitan dengan UU MD3. Namun, dari jumlah tersebut sekitar 57 persen tweets diunggah oleh akun buzzer.

    “Hanya 43 persen tweets yang betul-betul opini,” katanya.

    Pemilahan akun buzzer ini, kata Viyasa, dilakukan dengan melihat karateristik buzzes di twitter yang umumnya sumber identitas akunnya tidak jelas. Kemudian mereka mengutip berita daring dari sumber yang dipertanyakan dan akun tersebut menanggapi berita politik dari sumber yang tidak bisa dipercayakan kredibilitasnya.

    Selain itu tambah Viyasa, isi konten dan identitas akun yang tidak jelas. Fenomena buzzer juga bisa dilihat dari aktivitas tweets yang dilakukan akun tersebut dalam setiap harinya yang dianggap tidak biasa.

    “Aktifitas tweet satu bulan saja bisa 423 ribu tweets jauh melebihi aktifitas normal,” katanya.

    Menurutnya, fenomena ini digunakan untuk mengganggu lalu lintas informasi sehingga informasi negatif lebih banyak bermunculan di kalangan warganet. Tujuannya untuk mengganggu lalu lintas informasi.

    Meski demikian, ungkap Viyasa, untuk menanggulangi fenomena akun semacam ini tidak mudah. Namun begitu warganet lebih bisa mengolah informasi yang ada di media sosial untuk ditelaah lebih dalam sebelum mengunggah opini dalam menanggapi sebuah informasi.

    Sementara itu Lamia Putri Damayanti, peneliti CfDS lainnya menambahkan, sehubungan dengan hasil penelitian mengenai sentimen opini warganet terhadap kemunculan UU MD3 pada Februari dan Maret lalu, CfDS menemukan bahwa warganet twitter lebih banyak memberikan sentimen negatif terhadap isu UU MD3. Sebanyak 69 % memberikan sentimen negatif, 29 % netral dan hanya 2 persen yag positif.

    Sementara itu, 694 berita yang dikumpulkan dari 6 portal berita daring, seperti CNN Indonesia, Kompas, Kumparan, Liputan 6, Merdeka, Sindo News dan Tribunnews, diketahui terdapat 412 jumlah berita yang dinilai netral, 231 berita negatif dan 51 berita positif. Namun, dari sumber portal daring, sentimen yang paling banyak dimunculkan oleh warganet adalah sentimen negatif.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here