More

    Rendra, Pecahkan Rekor Doktor Temuda Indonesia

    Rendra menjadi doktor termuda di ITS dengan usia 24 tahun 4 bulan. Dok. ITS

    SURABAYA, KabarKampus – Rendra Panca Anugraha, dari Departemen Teknik Kimia ITS, dinobatkan sebagai Doktor termuda di Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya. Penyematan gelar doktor kepadanya diberikan dalam acara wisuda ke-119 ITS di Graha Sepuluh Nopember ITS, Minggu, (17/03/2019).

    Tak hanya itu, Rendra pun dinobatkan sebagai doktor termuda Indonesia dengan usia 24 tahun 4 bulan. Ia lebih muda dua bulan dari doktor termuda sebelumnya,  Grandprix Thomryes Marth Kadja, dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang meraih gelar doktor dalam usia 24 tahun 6 bulan.

    Gelar doktor yang diraih Rendra dilaluinya lewat Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU). Program ini digulirkan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) di tahun 2015 dan menantang para sarjana untuk menyambung pendidikan doktoral dalam kurun empat tahun.

    - Advertisement -

    Namun justru, pemuda kelahiran Bondowoso, 25 November 1994 ini merampungkan tantangan tersebut hanya dalam kurun waktu 3,5 tahun saja. Ia pun menjadi Doktor Termuda saat ini di usia 24 tahun dan meraih IPK 3,95.

    Dalam disertasinya, Rendra terfokus pada pemanfaatan Dimethyl Carbonate (DMC) dan Diethyl Carbonate (DEC) sebagai zat aditif pada bahan bakar bensin. Ia beralasan Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar fosil (terutama bensin atau gasoline). Untuk mengurangi ketergantungan tersebut Rendra menawarkan

    “Cara saya menikmati masa muda adalah dengan menemukan solusi atas masalah yang ada di masyarakat dengan ilmu dan kemampuan yang saya miliki,” tutur doktor yang juga dipercaya sebagai supervisor researcher di Laboratorium Termodinamika ITS ini.

    Rendra mengaku, selama menjalani program PMDSU sempat dihadapkan pada beberapa persoalan yang menghambat progres penelitiannya. Salah satunya adalah dalam hal penyediaan bahan eksperimen.

    Kadang, ia sampai harus mencari sendiri bahan eksperimen yang dibutuhkan tersebut di luar negeri. Sehingga perlu mengurus surat ekspor-impor barang.

    “Sangat sulit untuk menemukan bahan baku penelitian saya di Indonesia,” kenang putra dari pasangan Suwardjito dan Miftachul Djannah ini.

    Meskipun sulit, Rendra tetap berkomitmen untuk menjalani studi doktoralnya sebaik mungkin. Bungsu dari 5 bersaudara ini merasa memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan amanah yang telah dipercayakan negara kepadanya melalui program PMDSU ini.

    Semangatnya ini bahkan pernah mengantarkan Rendra untuk melakoni berbagai penelitian sekaligus menghimpun pengalaman di Hiroshima University, Jepang.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here