More

    Anak Tukang Sampah Berhasil Tembus UGM

    Alyza Firdaus (kanan kedua) bersama kedua ornag tuanya dan kakak sulungnya. Dok. UGM

    Menjadi seorang mahasiswa bukanlah mimpi bagi seorang anak tukang angkut sampah. Ini dibuktikan oleh Alyza Firdaus Nabila, seorang anak tukang angkut sampah yang tinggal di Dusun Ngablak, Desa Stimulyo, Kecamatan Piyungan, Bantul, DIY.

    Perempuan yang akrab disapa Lyza ini diterima di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia diterima tanpa tes melalui jalur SNMPTN undangan.

    Lyza bercerita, sejak kecil ia memang telah memiliki keinginan untuk kuliah. Untuk menggapai keinginan tersebut ia pun berusaha untuk tekun belajar dan berprestasi.

    - Advertisement -

    Hasilnya Lyza selalu menduduki peringkat dua besar di bangku SD dan SMP. Sementara di SMA dia selalu meraih peringkat pertama.

    Prestasinya itulah yang membawanya berhasil masuk UGM tanpa tes. Saat ini ia juga tengah mengajukan beasiswa BIDIKMISI agar mendapat keringanan biaya pendidikan selama kuliah nantinya.

    “Saya hanya terus belajar, berusaha dan berdoa. Jika ada kemauan pasti ada jalannya dan alhamdulillah akhirnya bisa diterima di UGM,” jelas alumni SMA 1 Sewon Bantul ini.

    Kehidupan orang tua Lyza

    Lyza adalah anak kedua dari dua bersaudara pasangan Jumari (58) dan Nur Hayati (49). Setiap dua hari sekali Ayahnya berkerja mengambil sampah bersama anak sulungnya dari rumah ke rumah lain dan mengangkutnya ke tempat pembungan sampah terpadu di Tempat Pembuangan Sampah Terpada (TPST) Piyungan, Yogyakarta.

    Ayanya melakoni pekerjaan itu selama 13 tahun terakhir. Sebelumnya, dia sempat menjadi sopir panggilan, namun dia terpaksa beralih profesi karena usia sudah tidak memungkinkannya untuk menjalani pekerjaan itu.

    Sembari terus bercerita tentang perjuangan keluarganya dalam membesarkan anak, bulir-bulir air mata terlihat mulai menetes membasahi pipi Jumari. Dia ingat betul bagaimana keluarganya pernah mengalami titik nadir dalam hidup. Bahkan, anak pertamanya terpaksa putus sekolah saat di bangku SMA karena tidak mampu membayar uang sekolah. Oleh karena itu, dia tidak berhenti mengucap syukur mengetahui Lyza bisa diterima di UGM.

    “Sangat bangga dan bersyukur, anak kami lyza bisa diterima kuliah di UGM. Ini menjadi kebahagiaan tertinggi bagi keluarga kami,” ucapnya sembari menahan haru.

    Mengingat kondisi perekonomian yang pas-pasan Jumari tidak pernah berpikir anaknya akan bisa melanjutkan pendidikan hingga jenjang pendidikan tinggi. Dari pekerjaan angkut sampah dan usaha cuci pakaian yang dijalankan istrinya sebenarnya hanya pas-pasan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

    “Rata-rata per bulan dari angkut sampah dan usaha cucian sekitar Rp1,5 juta untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari,” jelasnya.

    Namun, melihat ketekunan sang anak dalam belajar dan melihat prestasi akademis yang baik dia yakin sang anak nantinya dapat memperoleh pendidikan yang layak.

    “Benar-benar tidak membayangkan akhirnya Lyza bisa diterima kuliah di UGM,” tuturnya.

    Jumari beserta istri dan dua anaknya tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil seluas 46 meter persegi di Dusun Ngablak, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, DIY. Rumah tempat tinggalnya sekaligus digunakan untuk menjalankan usaha cuci pakaian.

    Nur Hayati, Ibu Lyza menambahkan, anaknya merupakan sosok yang tekun dalam belajar dan rajin beribadah. Dia pun sangat bersyukur anak-anaknya memahami kondisi keluarga dan tidak pernah menuntut macam-macam.

    “Kami orang tuanya hanya bisa mendukung doa semoga nantinya Lyza bisa lancar kuliahnya dan menjadi orang berhasil serta berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara,”harapnya.[]

     

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here