More

    SAFEnet : Pembatasan Internet, Preseden Buruk Bagi Kebebasan Berekspresi

    Ilustrasi / Jatheon

    JAKARTA, KabarKampus – Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menilai langkah pemerintah membatasi penggunaan media sosial sebagai bentuk internet throttling, atau pencekikan akses internet. Hal ini berpotensi menjadi preseden buruk dalam menjamin kebebasan berekspresi di Indonesia.

    “Pembatasan akses internet atau internet throttling merupakan salah satu bentuk internet shutdown, secara sengaja membatasi akses publik pada internet untuk periode tertentu bukanlah praktik baru dalam upaya mengekang kebebasan berekspresi,” kata Unggul Sagena, Kepala Divisi Akses Atas Informasi SAFEnet, yang merupakan organisasi mengadvokasi hak digital di Asia Tenggara, dalam keterangan persnya, Jumat, (24/05/2019).

    Pada 2016 silam, lanjut Sangena ada 75 internet shutdown di seluruh dunia. Lalu pada 2017, naik menjadi 108 internet shutdown dan pada 2018 menjadi 188 internet shutdown. Berdasarkan Access Now, organisasi yang menyuarakan hak digital, angka tersebut naik 180 persen dari tahun sebelumnya.

    - Advertisement -

    “Mayoritas menggunakan alasan serupa, demi keamanan negara dan memperlambat laju penyebaran hoaks, meskipun efektivitasnya dipertanyakan dan dampaknya yang bahkan dapat mempengaruhi kondisi ekonomi negara,” tambahnya.

    Oleh karena itu, ungkap Sagena, mereka menuntut Pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa hak digital warganet Indonesia sebagai bagian dari hak asasi manusia tidak akan terancam dengan pemberlakuan pembatasan internet ini. Selain itu mereka juga menuntut Pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa ke depannya langkah
    pembatasan internet bukan keputusan yang bisa semena-mena diterapkan dengan dasar “demi keamanan negara” belaka tanpa ada parameter yang jelas mengenai situasi darurat yang mendorong pemberlakuan pembatasan internet ini.

    “Meminta Pemerintah Indonesia untuk memberikan laporan yang transparan dan akuntabel atas keputusan ini pada publik, termasuk dan tidak hanya terbatas pada alasan, parameter situasi darurat negara, dan dasar hukum, namun juga beserta informasi akses dan wilayah yang dibatasi, durasi pembatasan internet, efektivitas pemberlakuannya, serta pengukuran dampak dari pemberlakuan pembatasan internet ini,” lanjutnya.

    Kemudian SAFEnet juga mendorong Pemerintah Indonesia untuk mencari langkah alternatif sehingga dapat mencegah pemberlakuan pembatasan internet yang berdampak pada hak berkomunikasi dan kebebasan berekspresi Warga Negara Indonesia. Mendesak Pemerintah Indonesia mengusut dan menindak tegas pelaku penyebaran hoaks dan provokator ujaran kebencian alih-alih membatasi perilaku warganet Indonesia.

    Selanjutnya, meminta platform digital, seperti perusahaan penyedia media sosial, untuk lebih keras dan responsif dalam menangani potensi penyebaran hoaks yang disertai ujaran kebencian dan bermuatan politis. SAFEnet mengimbau masyarakat untuk tetap bijak dalam berinternet dan tidak terprovokasi hoaks atau informasi-informasi yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya.

    Pembatasan akses media sosial ini dikeluhkan warganet saat terjadinya kericuhan di kawasan Thamrin, Jakarta pada (22/05/2019). Warga mengeluhkan mereka tidak bisa mengakses beberapa media sosial dan aplikasi chatting, seperti Instagram dan WhatsApp, seperti biasanya.

    Dalam keterangan Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, beberapa akses layanan internet dinonaktifkan untuk sementara, terutama layanan untuk pengiriman dan pengunduhan foto atau video lewat aplikasi chatting, seperti WhatsApp. Penjelasan singkat yang diberikan adalah tindakan itu diambil pemerintah untuk menghindari penyebaran berita bohong atau hoaks.

    Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara yang turut hadir menyebutkan pembatasan ini bersifat sementara dan bertahap, serta dilakukan oleh lima provider telekomunikasi atas permintaan pemerintah. Dasar pembatasan akses internet ini, menurut Rudiantara, sudah sesuai dengan Undang￾Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tanpa penjelasan lebih lanjut.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here