More

    Peran Kohati Dalam Wacana Kesetaraan Gender

    Oleh: Hana Raihanah Mumtazah

    Hana. Dok Pribadi

    Himpunan Mahaiswa Islam atau disingkat HMI, merupakan suatu organisasi mahasiswa Islam tertua, yang berdir sejak tahun 1947 M/1366 H, tepatnya pada hari Rabu Pon, 14 Rabiul Awal 1366 H atau bertepatan dengan 5 Februari 1947 M. Latar belakang munculnya Pemikiran dan berdirinya HMI tidak lepas hubungannya dari sang pendiri HMI yaitu Prof Drs Lafnan Pane yang pada tanggal 9 November 2017 di resmikan menjadi Tokoh Nasional. HMI sebagai organisasi Islam tentu saja seiring dengan gerakan perkembangan Agama Islam sebagai agama perjuangan, dan inilah yang menentukan dan mengilhami kelahiran HMI.

    Korps HMI-Wati (KOHATI), secara struktural sebagai sebuah badan khusus HMI yang bersifat semi otonom dan berfungsi sebagai wadah untuk membina dan mengembangkan soft skill para kader HMI wati. Fungsi KOHATI yaitu sebagai wadah peningkatan dan pengembangan potensi kader HMI dalam wacana dan dinamika pergerakan perempuan.

    - Advertisement -

    Di tingkat internal HMI berfungsi sebagai bidang keperempuanan, di tingkat eksternal HMI, KOHATI berfungsi sebagai organisasi perempuan. KOHATI sebagai badan khusus HMI, mempunyai tugas tanggung jawab dalam mengkoordinir potensi HMI dalam melakukan akselerasi tercapainya tujuan HMI dalam mengembangkan wacana keperempuanan.

    Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 Tanggal 19 Desember, menjelaskan Pengarusutamaan Gender adalah strategi yang di bangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional. Gender adalah konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat.

    Istilah “Gender” diperkenalkan oleh Robert Stoller (Nugroho, 2008:2), yakni untuk memisahkan pencirian manusia didasarkan pada pendefinisiannya yang bersifat sosial budaya dengan pendifinisian yang berasal dari ciri-ciri fisik biologis. Ann Oakley (Nugroho, 2008:3), mengartikan gender sebagai konstruksi sosial atau atribut yang dikenakan pada manusia yang dibangun oleh kebudayaan manusia. Gender merupakan behavioral differences (perbedaan perilaku) antara laki-laki dan perempuan yang dikontruksi secara sosial, yaitu perbedaan yang bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural yang panjang.

    KOHATI sudah seharusnya mengambil peran dalam wacana Kesetaraan Gender untuk menyuarakan kaum perempuan dalam memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut tanpa memandang gender.

    Keadilan Gender (Gender Equity) menurut Faqih adalah suatu kondisi dan perlakuan yang adil terhadap perempuan dan laki-laki (2008; 12). Agar perlakuan yang adil terhadap perempuan dan laki-laki dapat terwujud, maka diperlukan langkah-langkah untuk menghentikan hal-hal yang secara psikis, politik dan sosial budaya dapat menghambat perempuan dan laki-laki untuk bisa berperan dan menikmati hasil dari perannya tersebut. Keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.

    KOHATI juga di harapakan mampu memperjuangkan keadilan gender untuk adanya keadilan baik terhadap laki-laki dan perempuan, proses yang di bangun secara sistematik untuk mengidentifikasi dan memahami pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan, akses dan kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan dan manfaat yang mereka nikmati, pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang timpang.

    Razavi dan Miller (2006, 50:13), mendefinisikan PUG sebagai proses teknis dan politis yang membutuhkan perubahan pada kultur atau watak organisasi, tujuan, struktur, dan pengalokasian sumber daya. Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam setiap tahap pembangunan, terutama dalam proses perencanaan dan perumusan kebijakan sangat diperlukan. Hal ini dimaksudkan agar kepentingan perempuan dan laki-laki dapat tertampung, sehingga keduanya dapat menikmati hasil pembangunan secara berimbang. PUG bertujuan agar perempuan memiliki kesempatan dan akses terhadap proses dan hasil pembangunan. Pelaksanaan PUG di era otonomi daerah, mengakibatkan tantangan dan peluangnya semakin besar. Di Indonesia, terdapat beberapa perangkat hukum yang mengatur mengenai PUG sebagai strategi untuk mengintegrasikan perspektif gender dalam perencanaan pembangunan.

    Pola Pembinaan kader HMI Wati, di maksudkan bukan hanya sekedar mencetak seorang muslimah yang memiliki intelektual cerdas, di harapkan juga konsen dalam isu keadilan dan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, karena merupakan salah satu tujuan pembangunan Indonesia yang artisnya selaras dengan tujuan dari pada HMI yakni terwujudnya masyarakat adil makmur yang di ridhoi Allah SWT.

    Kesetaraan tersebut dapat di lihat dari kemampuan dan kesempatan yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki dalam mengakses, mengotrol, berpartisipasi dan berperan di dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Peningkatan hard skill dan soft skill melalui berbagai pelatihan sehingga di harapkan menghasilkan kader HMI Wati mampu mewujudkan kesetaraan gender, dengan melakukan Pengarusutamaan Gender (PUG) pada semua lini kehidupan masyarakat.

    Pola pembinaan KOHATI tentu harus mampu menjawab tantangan zaman, dengan adanya PUG sebagai suatu strategi dalam mewujudkan kesetaraan
    gender bisa menjadi bagian dari salah satu output kaderisasi yang dilakukan KOHATI dalam mengupayakan kemampaun HMI Wati untuk mewujudkan kesetaraan gender. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa perempuan yang mau mewujudkakn kesetaraan gender. Sehingga mengatasi atas kondisi yang masih melegalkan ketidakadilan gender tersebut. Hal ini terutama berkenaan dengan nilai-nilai budaya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kaderisasi yang menjadi roda organisasi pada KOHATI, merupakan program penting yang pelaksanaannya melibatkan semua lini organisasi baik internal maupun ekstenal. KOHATI sebagai badan khusus yang dibentuk oleh HMI tidak saja di adakan sekedar untuk kebutuhan perkembangan organisasi, akan tetapi hal yang lebih substantif adalah sebagai sarana yang penting bagi media pembinaan kader HMI Wati dalam peningkatan kualitas diri. Oleh karena KOHATI merupakan bagian integral HMI, upaya yang dapat dilakukan guna mewujudkan kesetaraan gender adalah dengan melakukan Pengarusutamaan Gender (PUG) pada semua lini kehidupan masyarakat.

    *Penulis adalah mahasiswa Universitas Peradaban Bumiayu

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here