More

    Peringatan Bagi Pecinta Hewan dan Penggemar Kuliner Agar Terhindar dari Virus Korona

    Ilustrasi / medicalnewstoday

    BANDUNG, KabarKampus – Wabah virus korona jenis baru atau novel coronavirus (2019-nCov) menjadi peringatan tersendiri bagi para pecinta hewan dan pecinta kuliner. Para ahli menyatakan, awal mula virus ini berasal dari hewan, terutama kelelawar. Karena itulah untuk menghindari serangan virus ini sangat disarankan agar manusia berjarak dengan hewan.

    Pakar kesehatan hewan, Prof. drh. Roostita L Bella M.App.Sc.,Ph.D, mengatakan, dewasa ini hubungan manusia dengan hewan semakin dekat. Jika di masa lalu, fet animals sebatas kucing, anjing, burung, sekarang banyak komunitas pecinta hewan liar, mulai komunitas iguana, ular, sugar glider, porcupine, buaya, dan masih banyak lagi.

    Ia mengingatkan, mencintai hewan tak harus memilkinya. “Mengapa hewan di hutan sana kita angkut ke rumah? Yang salah siapa? Buaya memang jalan sendiri ke rumah kita? Jadi fakultas kedokteran hewan sekarang pelajarannya bukan main, dosennya ikut belajar, binatanya banyak sekali yang diurusi,” cerita Roostita, dalam talkshow “Virus Corona dalam Perspektif Medis & Biologi Molekuler” di Kampus ITB, Bandung, Rabu (5/2/2020).

    - Advertisement -

    Perlu diketahui, penyakit yang disebabkan novel coronavirus maupun virus ganas lainnya seperti Sindrom Pernapasan Akut Berat (Severe Acute Respiratory Syndrome – SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV), semuanya berawal dari hewan. Novel coronavirus diketahui berawal dari kelelawar yang dijual di pasar hewan Wuhan, China. SARS, virus yang pernah mewabah 2003, juga berasal dari hewan, yakni musang. Lalu MERS-CoV yang sebelumnya pernah mewabah di Arab Saudi, berasal dari unta.

    Roostita meyakini, maraknya penyakit-penyakit yang bersumber dari hewan tak lepas dari semakin intensnya interaksi manusia dengan hewan atau lingkungan. Untuk itu, ia mengimbau para pecinta hewan khususnya, agar “mencintai tidak harus memiliki”. Artinya, boleh mencintahi hewan, apalagi hewan liar, tetapi tak perlu memeliharanya.

    Virus korona sendiri bukan hal baru di kedokteran hewan. Sejak 2010, para pecinta hewan terutama kucing dan anjing sudah banyak yang meminta vaksin virus korona ke dokter hewan. Virus korona merupakan keluarga besar virus, termasuk novel coronavirus.

    “Korona bukan hal baru di bidang kedokteran hewan. Malah sekarang ini dokter hewan kebanjiran job karena banyak yang ingin kucing dan anjingnya divaksin dan dites apakah terdapat virus korona atau tidak,” ujarnya.

    Pakar kesehatan makanan hewan itu juga menyoroti perkembangan restoran sekarang yang menurutnya aneh-aneh. Ada restoran yang mengklaim otentik, eksotik, dan lain-lain karena menyediakan hewan yang tidak umum. Mereka menyajikan sup atau soto hewan hasil buruan. Jenis hewannya macam-macam.

    Konsep restoran-restoran tersebut memang menjadi model khas dan unik. Tapi di sisi lain, pergerakan penyakit dari hewan ke manusia semakin cepat. Contohnya, kelelawar di sup, kemudian untuk obat sup kelelawar ini disebut lebih bagus jika dimasak setengah matang atau bahkan mentah. “Bagaimana tahu yang saya makan itu tak ada virusnya?” lanjut Roostita.

    Di Indonesia juga ada orang yang menggemari sup kelelawar. Mereka mengklaim tidak masalah. Namun masalahnya, apakah mereka tahu asal-usul kelelawar tersebut, dan apakah mereka juga tahu kandungan virus yang ada di dalam tubuh kelelawar.

    Sama dengan kasus di pasar hewan Wuhan, ketika belum terjadi wabah 2019-nCoV, pasar hewan tersebut aman-aman saja. Namun karena jumlah hewan di sana beragam dan berasal dari berbagai daerah, maka rentan terjadinya kontaminasi virus.

    Untuk diketahui, 2019-nCoV diduga kuat berasal dari pasar hewan Wuhan, sebelum akhirnya memicu wabah global seperti sekarang ini. Diduga bahwa virus 2019-nCoV awalnya dari kelelawar, kemudian virus koronanya bermutasi ketika menginfeksi hewan lain dan sampai pada tubuh manusia sehingga menjadi virus 2019-nCoV.

    “Begitu virus sudah bermutasi yang entah dari negara mana asalnya, bertenggerlah di pasar itu, disitulah terjadi penyakit. Tapi sebenarnya yang patut dihindari jangan makan, melihara yang aneh-aneh, di samping pakai masker dan tingkatkan imunitas dan sebagainya,” ujarnya.

    Jadi siapa yang mesti disalahkan dalam wabah 2019-nCoV ini? Ia menegaskan, manusia sendiri yang salah. “Kalau boleh disalahkan ya kita, siapa yang mendekatkan hewan di hutan ke kita? Karena ingin memiliki dan mencintai. Ga usahlah dimiliki. Cinta itu cukup selfie dengan hewan kesayangan di hutan,” katanya.

    Selain menyarankan tidak memiliki hewan liar dan tidak mengkonsumsi hewan yang tak biasa dikonsumsi, ia meminta agar membatasi diri traveling ke pasar hewan, apalagi ke black market. “Kebiasaan mengkonsumsi dan kebiasaan belanja di tempat yang memungkinkan terjadi kontak langsung, karena berbagai macam binatang apa saja ada di situ, pintu masuk (virus) jadi lebih banyak dari segala macam spesies,” paparnya.

    Roostita melihat masalah wabah ini tak lepas dari tiga unsur, yakni manusia, hewan dan lingkungan. Sebab penyakit tak bisa berdiri sendiri. “Bicara kesehatan yang dilihat tiga parameter, yaitu manusia, hewan, dan lingkungan. Ketiganya berimbang. Kalau mau sehat ketiga-tiganya harus sehat,” tandasnya.

    Kini, kata Roostita, banyak hutan yang dibabat untuk kepentingan manusia. Akibatnya, hewan kehilangan habitatnya. “Makanya sekarang ular banyak masuk ke rumah karena tak punya habitat lagi. Keseimbangan lingkungan berubah. Jadi kita waspada juga di sana,” ungkapnya.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here