More

    Pentingnya Memperhatikan Isu Kebersihan Menstruasi di Kala Pandemi

    ilustrasi / freepik

    Sebuah unggahan ilustrasi di Instagram seorang komikus dengan nama akun @gemmacorell menarik pandangan saya. Ilustrasi yang berjudul “A Real Life Period Drama” mengisyaratkan di dalamnya membahas tentang menstruasi. Sebagai perempuan yang juga mengalami siklus tersebut, saya pun tertarik membaca penjelasan lengkapnya pada caption.

    “Setiap orang mempunyai hak untuk menstruasi tanpa merasa malu dan takut, serta dapat membuat siklus bulanan yang dialaminya terlewati dengan rasa aman dan nyaman,” tulis Gemma diakhiri dengan #menstrualhygieneday.

    Setelah mencoba mencari informasi lain terkait Menstrual Hygiene Day (MHD), saya pun menemukan sebuah laman resminya, menstrualhygieneday.org. Gerakan tersebut diinisiasi oleh Water, Sanitation and Hygiene (WASH) United, sebuah organisasi non-profit asal Jerman yang bergerak di bidang kesehatan.

    - Advertisement -

    Peringatan Menstrual Hygiene Day digelar pertama kali pada 28 Mei tahun 2014. Kemunculan gerakan ini dilandasi oleh 500 juta perempuan di seluruh penjuru dunia yang masih tidak bisa memenuhi kebutuhannya ketika sedang datang bulan. Tanggal tersebut dipilih berdasarkan rata-rata periode menstruasi yang terjadi setiap 28 hari sekali.

    Tantangan Menstruasi di Tengah Pandemi

    Tidak dipungkiri, pandemi membuat perempuan miskin dalam menghadapi tantangan kebersihan menstruasi dua kali lipat lebih sulit. Tantangan-tantangan tersebut di antaranya pemberlakuan lockdown yangtelahmemutus akses informasi terkait kesehatan menstruasi dan produk sanitasi. Covid-19 telah mengoyak perekonomian warga dunia, sehingga banyak perempuan terpaksa mengenyampingkan kebutuhan penanganan menstruasi.  Belum lagi stigma negatif yang masih menghantui perempuan saat haid, makin menambah daftar penderitaan.

    Oleh karena itu, pada MHD tahun 2020 ini ada beberapa hal yang dikampanyekan supaya para kaum hawa tetap dapat melewati menstruasinya di tengah krisis Covid-19. Pertama, siapapun harus terus mengupayakan dan memastikan fasilitas pembalut dan toilet yang bersih dapat diakses oleh perempuan khususnya untuk masyarakat kelas menengah ke bawah.

    Kedua, memanfaatkan teknologi dalam menyebarkan informasi terkait kebersihan menstruasi dan membuka konsultasi jarak jauh jika ada yang mengalami masalah datang bulan. Ketiga, setidaknya dari diri perempuan itu sendiri pun harus tetap mempertahankan investasi dalam kesehatan dan kebersihan menstruasi selama pandemi.

    Manajemen Kebersihan Menstruasi di Indonesia

    Isu kebersihan menstruasi pun tidak luput menjadi perhatian di Indonesia. Kalis Mardiasih, bercerita tentang pengalaman menstruasinya dalam buku yang berjudul Sister Fillah, You’ll Never Be Alone. Kala itu, Ia masih remaja dan kondisi ekonomi keluarganya belum stabil. Baginya, pembalut merupakan barang mewah. Setiap datang bulan, Ia selalu merasa tidak nyaman karena menggunakan pembalut paling murah yang dibelikan oleh Ibunya.

    Dari pengalaman itu, Kalis berpikir keluarga-keluarga miskin lainnya bisa saja mengalami hal serupa. Kebutuhan anak perempuan macam pembalut mungkin tidak pernah ada dalam daftar belanja mereka. Kebutuhan untuk mengisi perut menjadi hal utama dari pada membeli pembalut yang bukan kebutuhan primer seluruh anggota keluarga.

    Cerita di atas membuat saya berpikir, menstruasi nyatanya bukan hanya perihal nyeri dan mood swing yang dialami perempuan. Tapi juga tentang akses air bersih dan sanitasi yang belum merata. Sebab, kesehatan merupakan hak seluruh masyarakat Indonesia, termasuk hak perempuan dalam mengakses kebutuhan menstruasi yang higienis.

    Di tengah pandemi ini, tidak sedikit masyarakat Indonesia terguncang perekonomiannya, bahkan terpaksa menjadi tunawisma. Di antara mereka terdapat perempuan-perempuan matang yang sudah mengalami menstruasi. Maka, jangan lupa untuk selalu menengok sekitar. Lakukan tindakan sekecil apapun, untuk membantu para perempuan yang kurang mampu memenuhi kebutuhan menstruasinya dengan layak.[]

    Penulis: Rifka Silmia Salsabila, anggota Geostrategy Study Club (GSC).

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here