3. Ciri Warna dari Mineral
Warna adalah kesan yang diterima oleh organ penglihatan kita yang berasal dari spektrum cahaya dengan panjang gelombang tertentu, yang dipantulkan atau dibiaskan melalui sebuah material. Jadi, ketika manusia melihat warna merah pada suatu benda maka sebenarnya orang melihat spektrum warna dengan panjang gelombang 635–700 nanometer yang dipantulkan dari benda tersebut, sedangkan aneka warna-warna lain diserap oleh benda itu.
Warna adalah fitur yang memukau dari mineral dan sangat mudah diamati dengan mata. Salah satu cara memahami warna adalah dengan melakukan analisis apa itu mineral dan apa itu sistem kristal agar dapat mengenali perilaku cahaya terhadap material. Mineral adalah material padat dengan susunan kimia sejenis yang terbentuk secara alami dan membentuk sistem kristal yang teratur. Sedangkan sistem kristal adalah susunan molekul atau senyawa kimia homogen yang padat, tersusun secara teratur, dan periodik. Keteraturan sistem kristal ini menentukan perilaku cahaya pada benda hingga level mikroskopik. Perlu dicatat bahwa sistem kristal tidak terbatas hanya untuk mineral saja, tetapi dapat ditemui di gula, selulosa, logam, tulang, dan bahkan DNA (Hans Rudolf Wenk dan Andrei Bulakh, 2003: 10).
Keteraturan geometris sistem kristal dari sebuah mineral akan mempengaruhi cara cahaya berinteraksi. Ini adalah penyebab dari mineral memiliki penampakan warna maupun kilap tertentu yang memukau persepsi penglihatan. Cahaya dapat saja ditransmisi, diabsorpsi, dipendar kembali, dibias, dan dipantulkan menjadi kilap pada kristal. Perilaku mineral terhadap cahaya tersebut akan dibahas sebagai berikut di bawah ini:
a. Absorpsi
Jika cahaya putih ditransmisikan melalui kristal tanpa adanya absorpsi, maka kristal akan tampak bening dan tak berwarna. Jika beberapa panjang gelombang sebagian diabsorpsi maka spektrum yang tersisa akan dipersepsikan oleh mata menjadi warna. Sebagai contoh adalah mineral zamrud yang cenderung menyerap cahaya ungu, biru, kuning, dan merah sehingga menyisakan spektrum warna hijau.
b. Fluorosens dan Fosforesens
Fluorosens dan fosforesens adalah cahaya yang berpendar dari suatu benda ketika dipancarkan cahaya atau gelombang elektromagnetik lainnya. Perbedaan kedua sifat tersebut adalah lamanya waktu berpendar akibat elektron yang kembali ke posisi awal. Pada fluoresens, pendaran cahaya berhenti seketika saat sumber cahaya berhenti menyinari. Sedangkan pada fosforesens, cahaya akan tetap berpendar beberapa jam setelah sumber cahaya berhenti menyinari.
c. Dispersi atau Pembiasan
Contoh pembiasan yang sangat baik adalah berlian. Berlian umumnya bening tak berwarna dengan indeks refraksi yang sangat tinggi terhadap cahaya. Berlian yang dipotong dengan baik mampu membiaskan cahaya putih menjadi spektrum pelangi hingga proses refraksi terjadi beberapa kali, sehingga menghasilkan pola berkilapan dan pola warna yang brilian.
d. Kilap
Kilap adalah pemantulan cahaya yang menyebar oleh permukaan kristal. Pada mineral terdapat dua jenis utama kilap, yaitu: kilap metalik dan kilap non metalik.
Mineral yang memiliki kilap metalik memantulkan cahaya seperti logam dan berwarna opaque-buram karena tidak tembus cahaya sama sekali. Di dalam kristal dengan ikatan logam, celah energi antar elektron pada kondisi mula dengan kondisi tereksistasi adalah sangat kecil dan bervariasi. Ini berarti foton cahaya dari sebagian besar panjang gelombang yang segera diserap di permukaan kristal dan dipancarkan kembali sebagai cahaya yang tampak, menghasilkan pantulan yang hampir sempurna.
Pada kristal kovalen dan ionik, celah energi antar elektron ini tidak ada sehingga cahaya dapat tembus ke dalam kristal. Mineral yang memiliki kilap non metalik memiliki warna cerah dan tembus cahaya dalam beberapa tingkatan. Tingkatan tembus cahaya ini bergantung pada indeks bias. Pada mineral dengan indeks bias tinggi disebut memiliki kilap adamantine seperti pada berlian. Selain itu terdapat, kilap vitreous atau gelas; kilap mutiara yang menunjukkan permainan warna akibat bidang belah yang paralel; kilap minyak yang terjadi pada permukaan kasar pada tingkat mikroskopik sebagai akibat bidang pecahan yang tak teratur.
Perilaku cahaya seperti yang telah dibahas di atas dapat dipahami sebagai hasil interaksi dengan keteraturan geometris dari struktur kristal pada level mikroskopik. Kata kristal berasal dari bahasa Yunani κρύσταλλος (kristallos ‘es‘) yang menunjuk kepada mineral kuarsa, karena berwarna bening seperti air namun berbentuk padat. Pemikiran zaman Yunani Kuno menganggap mineral kuarsa adalah air yang mengalami proses kristalisasi dalam tekanan tinggi di dalam kerak bumi.
Pada tahun 1669 Niels Stensen (Nicolas Steno) menemukan bahwa sudut yang berhadapan di tiap sisi kristal mineral kuarsa selalu memilki nilai yang serupa walaupun ukurannya berbeda-beda. Setelah 50 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1723, Michael A. Cappeller mengamati setiap jenis mineral memiliki serangkaian sudut antar muka yang dapat diukur dengan protaktor dan mengajukan “hukum sudut konstan antarmuka” untuk mineral.
Pada tahun 1773 Torbern Bergmann mempelajari belahan umum dari mineral kalsit. Jika mineral kalsit dihancurkan dengan diremas maka fragmennya akan tetap berbentuk bangun belah ketupat. Hal ini terus terjadi hingga fragmennya berukuran mikrokopis. Percobaan serupa juga dilakukan pada mineral halit, hanya saja bentuk fragmennya berbentuk bangun kubus, bukan belah ketupat. Bergmann menyimpulkan bahwa fragmen-fragmen kecil tersebut adalah blok-blok pembangun kristal.
Beberapa tahun kemudian di tahun 1784, Rene J. Hauy mengajukan teori untuk menjelaskan pertumbuhan morfologi dan belahan umum dari kristal. Hauy mengemukakan bahwa semua kristal dibangun oleh parallelepipeds dasar yang mengisi ruang tanpa adanya celah. Parallelepipeds adalah bangun ruang berbentuk polihedron yang terdiri dari tiga pasang muka dengan susunan paralel. Model konsep Hauy ini sesuai dengan citra Scanning Electron Microscope dari pengamatan pola tumbuh logam paduan europium-tellurium yang dilakukan di masa modern ini. Hauy mengklaim bahwa semua sisi luar muka kristal adalah sejenis bidang pembatas dari susunan kubus parallelepipeds. Konsep ini menjadi hipotesis selama seabad namun di masa sekarang sudah terbukti kebenarannya. Parallelepipeds adalah bentuk ideal dari susunan sel unit, di mana tiap sel mengandung sebuah atom, atau sekelompok atom berbeda dan ion. Secara makroskopis atau kasat mata, kristal adalah bentukan sel-sel dasar yang berulang secara periodik di ruang tiga dimensi.
Pada tahun 1824 Ludwig August Seeber memperkenalkan istilah lattice atau kisi. Sebuah kisi adalah runtunan di ruang tiga dimensi di mana titik-titik yang mengisi ruang tiga dimensi tersebut memiliki ciri-ciri dan orientasi arah yang identik. Ada dua hal yang perlu diingat untuk memahami struktur internal dari kristal. Pertama adalah mengenali bentuk geometri dari sel unit dan kisi. Kedua adalah mengidentifikasi kandungan dari sel unit tersebut, dimana posisi serta jenis atomnya atau ionnya. Tatanan atom di dalam sel unit tersebut disebut sebagai struktur kristal. Kristal yang kasat mata atau berukuran makroskopis diperoleh dari pengulangan periodik dari sel unit secara translasi.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>