JAKARTA, KabarKampus – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengalokasikan anggaran sebesar 3,5 triliun untuk program Pengembangan Pendidikan Vokasi. Anggaran tersebut digunakan untuk mewujudkan link and match antara pendidikan vokasi dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI).
Wikan Sakarinto Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi mengatakan, link and match antara Pendidikan Vokasi dan DUDI harus diikuti oleh kegiatan-kegiatan kolaborasi dan sinergis yang saling menguntungkan dan sampai menghasilkan SDM unggul dan kompeten. Maka program-program yang mereka luncurkan seperti program Bursa Kerja Khusus (BKK), program Center of Excellence Sekolah Menengah Kejuruan, Gerakan “Pernikahan” Masal Kampus Vokasi, yang totalnya Rp. 3,5 triliun.
“Itu benar-benar harus berwujud link and match yang erat dan berkelanjutan, antara ribuan kampus vokasi, SMK, lembaga kursus pelatihan dengan dunia usaha dan dunia industri,” kata Wikan pada acara webinar Bincang Edukasi dengan tema “Ngobrol Asik dengan Cak Lontong tentang Vokasi” di Jakarta, Sabtu (11/7/2020).
Ada minimal lima paket yang harus menjadi pilar utama link and match tersebut. Pertama yaitu kurikulum disusun bersama kedua belah pihak. Kedua, dosen/guru tamu minimal mengajar 50 hingga 100 jam per semester berasal dari expert dan praktisi profesional berkompeten dari industri dan dunia kerja.
Selanjutnya, ketiga adalah magang dirancang sejak awal. Keempat, komitmen serapan lulusan. Kelima, dosen vokasi dan guru-guru SMK juga mendapatkan pelatihan atau update teknologi dari pihak industri.
“Lima paket link and match tersebut didorong dengan Rp3,5 triliun tadi, tahun ini. Meskipun pandemi, tetap kita dorong agar pendidikan vokasi benar-benar relevan dengan industri dan dunia kerja,” terang Wikan.
Saat ini, tambahnya, mereka sedang bergerak masif menuju kondisi kebiasaan baru. Hal tersebut, mungkin bisa semakin sulit dikejar kesesuaiannya oleh kurikulum vokasi bila tidak terjadi “pernikahan” selama pandemi” ujar Wikan.
Selain lima paket tersebut, tambah Wikan, sertifikat kompetensi bagi lulusan merupakan aspek yang sangat krusial untuk diwujudkan juga dalam skema “pernikahan” tersebut.
Puluhan paket program senilai Rp3,5 tiliun yang diluncurkan Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi di tahun 2020, dirancang berdasarkan aspek-aspek terkait kelima paket minimal tersebut. Misalnya, pada paket program pembelian peralatan, sarana dan prasarana atau infrastruktur, maka harus dilakukan sesuai masukan pihak industri, setelah menyepakati konten kurikulum, penjadwalan dosen tamu dari industri, dan pelaksanaan magang siswa/mahasiswa di industri.
“Jadi, bantuan dana untuk peralatan fisik, akan disalurkan setelah dipastikan SDM guru dan dosen serta pimpinan unit sekolah/kampus dipastikan memiliki kompetensi dan leadership serta networking yang dibuktikan dengan berhasil mengajak beberapa industri untuk ‘menikah,’ jelas Wikan ketika menjelaskan persyaratan mengajukan proposal untuk paket-paket tersebut.
Pada level atas menurut Wikan akan melaksanakan beberapa Nota Kesepahaman (MoU/Memorandum of Understanding) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS), diantaranya MoU dengan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) dan Forum Human Capital Indonesia (FHCI), serta Perjanjian Kerja Sama dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI).
Wikan optimistis atas target link and match yang direncanakan. Mereka menargetkan dengan anggaran tersebut setiap tahunnya, atau bisa naik, maka diharapkan sekitar 80 persen pendidikan vokasi sudah bekerja sama dengan dunia industri dengan paket kerja sama minimal, pada lima tahun ke depan,” terang Wikan.[]