More

    Marak Klaim Penemuan Obat Covid-19 Dinilai Tidak Etis

    JAKARTA, KabarKampus – Maraknya klaim penemuan obat COVID-19 yang diumumkan melalui media ataupun wawancara dinilai tidak etis dalam etika peneltian kesehatan. Karena seharusnya, semua penelitian kesehatan yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitian dan menyangkut obat juga sediaan farmasi harus memiliki izin dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK).

    Prof. Ali Ghufron Mukti, Plt. Staf Ahli Menteri Bidang Infrastruktur Ristek BRIN menjelaskan, penelitian yang belum memiliki ethical clearance tiba-tiba diklaim sebagai obat yang mujarab, bahkan juga tidak melalui uji klinis maka klaim terhadap hasil penelitian tersebut dapat menjadi permasalahan. Jika tidak tepat bisa berubah menjadi racun untuk dosis atau individu yang tidak tepat.

    “Adalah kurang tepat apabila hasil uji klinik disampaikan terlebih dahulu kepada masyarakat luas tanpa mengikuti protokol penelitian kesehatan yang standar seperti mendapatkan ethical clearance,” pungkas Prof. Ghufron dalam dialog di Media Center Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Jakarta, Kamis (06/08/2020).

    - Advertisement -

    Menurutnya, semua penelitian kesehatan yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitian dan menyangkut obat juga sediaan farmasi, harus memiliki izin dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK). Hal tersebut diatur dalam Kepmenkes No. 240 tahun 2016 tentang Komisi Etika Penelitian Kesehatan.“Tanpa persetujuan etik ( ethical approval) dari KEPK, penelitian uji klinik tidak boleh dimulai,” terang Prof. Ghufron lebih lanjut.

    Gufron melanjutkan, suatu penelitian yang mengikutsertakan manusia sebagai subyek dapat diterima secara etika apabila penelitian yang dilakukan berdasarkan metode ilmiah yang valid, menghargai martabat subyek sebagai manusia, menjamin kerahasiaan dan bila terjadi sesuatu. Penelitian yang tidak memenuhi prosedur tersebut, dapat menimbulkan risiko kerugian atau bahkan dapat dipertanyakan manfaatnya.

    Sehingga peneliti, wajib menghargai kesediaan dan pengorbanan manusia. Selain itu juga tetapi juga menghormati dan melindungi kehidupan, kesehatan, keleluasaan pribadi ( privacy), dan martabat ( dignity) subyek penelitian.

    “Pelaksanaan kewajiban moral ( moral obligations) adalah inti etik penelitian kesehatan,” tegas Prof. Ghufron.

    Sebaiknya, kata Ghufron, hasil penelitian kesehatan yang menyangkut obat, vaksin, maupun sediaan farmasi sebaiknya dipublikasi di jurnal atau publikasi ilmiah berkala. Sehingga hasilnya dapat dibaca para profesional setara, atau disampaikan atau dipresentasikan pada pertemuan ilmiah yang dihadiri profesional setara.

    “Barulah setelah diterbitkan dalam jurnal atau media publikasi ilmiah dapat disampaikan kepada masyarakat luas,” tutup Ghufron.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here