JAKARTA, KabarKampus – Wabah penyakit telah melanda dunia sejak berabad-abad lalu. Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat dunia ketika menghadapi wabah adalah dengan menggunakan masker.
Terlacak, masker tertua ditemukan di Eropa pada abad ke-17. Masker tersebut berbentuk seperti burung, memiliki paruh, dan digunakan untuk menghadapi penyakit yang sedang melanda ketika itu.
“Masker ini digunakan karena memang waktu itu juga ada wabah ya menghindari penyebaran penyakit dari udara dan di dalam paruhnya itu biasanya diisi sama herbs gitu jadi kayak rempah,” ujar Bonnie Triyana, Sejarahwan, dalam talkshow di Graha BNPB, Jakarta, Jumat, (28/08/2020).
Kemudian seiring waktu, penggunaan masker untuk mengadapi wabah terus berubah. Seperti bentuk masker pada saat wabah Flu Spanyol pada tahun 1918, bentuknya tidak lagi menyerupai paruh burung.
“Jadi bentuknya itu yang kalau kita lihat ini hampir mirip-mirip karena dia (masker saat itu) bisa bergerak gitu jadi kalau berbicara bisa gerak-gerak,” sebut Bonnie.
Meski ada kewajiban bagi masyarakat untuk menggunakan masker, respons dari masyarakat terhadap penggunaan masker berbeda-beda. Seperti masyarakat di Amerika Utara yang menerima penggunaan masker dan masyarakat di Kanada yang tidak menghiraukan penggunaan masker.
Ketika flu spanyol juga melanda Amerika, menurut Bonnie, masyarakat diwajibkan menggunakan masker. Ketika itu masker dibuat dari bahan-bahan seadanya. Seperti bahan dari kain kasa, perban, bahan rajutan kaos kaki, serta bahan-bahan yang ada ketika itu.
“Termasuk palang merah ketika itu yang membuat masker dari kain kasa,” terangnya.
Respon Terhadap Masker
Bonnie menceritakan, kalau di Amerika Utara mereka menerima itu sebagai sebuah kewajiban dan sebagai solidaritas kemanusiaan untuk mencegah penyebaran pandemi Flu Spanyol. Namun di Kanada, masyarakatnya bandel, mereka tidak memakai masker dan hanya memakai masker kalau ada razia.
Masa Hindia Belanda
Pada masa Hindia Belanda, wabah Flu Spanyol juga melanda Indonesia atau Hindia Belanda. Ketika itu pendekatan yang dilakukan adalah dengan membuat pamplet dan cerita wayang untuk mensosialisasikan penyakit tersebut kepada masyarakat.
“Justru pemerintah Hindia Belanda saat itu mencoba menggunakan pendekatan kultur budaya untuk mensosialisasikan bahayanya penyakit ini dan untuk mensosialisasikan bagaimana upaya pencegahannya,” tuturnya.
Bonnie tidak menemukan sejarah yang menjelaskan mengenai penggunaan dan manfaat masker di Indonesia pada saat itu. Namun ia mengatakan tindakan seperti lockdown atau PSBB sudah pernah diterapkan.
“Tapi kalau cara-cara untuk mencegah misalkan dalam bahasa sekarang lockdown atau PSBB itu juga dulu ada pernah ada tindakan demikian, misalkan satu desa kalau ada yang kena wabah itu tidak boleh kemana-mana harus tetap tinggal di rumah itu sudah ada,” tambahnya.