BANDUNG, KabarKampus – Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat (Jabar) menyatakan menolak Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2020. Mereka beralasan, kasus pandemi Covid-19 di Indonesia tak kunjung turun, sehingga beresiko membuat cluster baru Covid-19.
Hal ini disampaikan Reza Arfah, Ketua PW. Pemuda Muhammadiyah Jabar dalam keterangan persnya, Sabtu, (19/09/2020). Pernyataan ini sebagai respon tetap dilaksanakannya Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 di 270 daerah di Indonesia.
Menurut Reza, meski Pilkada menerapkan protokol kesehatan, namun hal itu tidak menjamin pencegahan penularan mengingat banyak masyarakat belum disiplin. Hal itu berkaca dari kebijakan new normal dan pemulihan ekonomi nasional yang tidak efektif menurunkan angka positif covid-19.
Hal itu, terangnya, justru membuat semakin banyak korban berjatuhan. Penyebanya adalah, karenakan kurang siapnya pemerintah melaksanakan protokol dan sikap abai masyarakat.
“Selama ini pemerintah memberlakukan new normal dan pemulihan ekonomi nasional untuk menyelamatkan ekonomi masyarakat. Namun sayangnya penanganan covid-19 belum mendapatkan kemajuan yang berarti dengan kurva penderita covid-19 yang tak kunjung menurun. Hal ini menyebabkan kita dilockdown oleh 59 negara,” tegas Reza.
Meskipun presiden kemudian menginstruksikan agar kembali fokus kepada sektor kesehatan, namun ungkap Reza, hal iitu tidak akan efektif jika Pilkada 2020 tetap dilanjutkan. Baginya, Pilkada 2020 tidak sensitif kemanusiaan karena banyak nyawa yang harus dipertaruhkan.
Sehingga Reza menegaskan, jika Pilkada tetap dilanjutkan dikhawatirkan hal yang lebih buruk akan terjadi. Memaksakan Pilkada serentak juga merupakan sikap abai terhadap nilai-nilai kemanusiaan, karena mempertaruhkan nyawa manusia demi kepentingan politik.
“Pilkada 2020 sangat beresiko menjadi cluster penularan covid-19 di tengah pandemi, di mana sampai hari ini jumlah positif covid-19 setiap hari terus meningkat. Pemerintah sebaiknya menunda Pilkada 2020 sampai situasi membaik. Hal ini dilakukan guna keselamatan masyarakat,” ujar Reza.
Untuk itu Reza meminta pemerintah mencontoh kelompok civil society seperti Muhammadiyah dan NU yang memberikan teladan berupa penundaan muktamar karena covid-19 masih belum bisa diatasi. Penundaan forum terbesar dua organisasi masyarakat Islam tersebut dilakukan demi kesehatan dan keselamatan para peserta muktamar.
“Muhammadiyah dan NU dua ormas Islam terbesar di Indonesia telah legowo menunda kegiatan muktamar karena covid-19 belum mereda. Hal ini menjadi hal yang patut dicontoh bagi semua pihak bahwa mengindari kemudharatan harus didahulukan dibanding meraih kemaslahatan. Hal ini juga merupakan bentuk ikhtiar agar para anggota dan NU Muhammadiyah terhindar dari covid-19,” tutupnya.[]