More

    Nelayan Profesi Paling Miskin, Namun Lebih Bahagia

    Nelayan masih menjadi salah satu profesi paling miskin di Indonesia. Hal ini berdasarkan analisis data Survei Sosio Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2017, yang menyatakan sebanyak 11,34 persen orang di sektor perikanan tergolong miskin.

    Dalam analisis dan survei yang dilakukan Prof. Dr. Zuzy Anna, Guru besar Fakultas Perikanan dan Keilmuan Unpad dan tim tersebut, sektor pelayanan malah lebih baik dari sektor perikanan, hanya 5,56 persen yang tergolong miskin. Sementara itu bidang konstruksi bangunan orang yang tergolong miskin sebanyak 9,86 persen dan sektor pengelolaan sampah ada sebanyak 9,62 persen.

    Prof Zuzy mengatakan, situasi tersebut adalah imbas pada berkurangnya jumlah anak muda yang ingin berprofesi sebagai nelayan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pun menunjukkan adanya tren penurunan jumlah rumah tangga perikanan tangkap secara drastis dari 2 juta di tahun 2000 menjadi 966 ribu di tahun 2016.

    - Advertisement -

    Menurutnya, angka penurunan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Para akademisi berpendapat, masalah tersebut terjadi karena menurunnya partisipasi anak muda menjadi nelayan.

    Selain itu, para akademisi juga menilai, selain pendapatan yang rendah, tantangan cuaca ekstrem di laut dan jarak yang jauh dari keluarga dalam waktu yang lama membuat nelayan menjadi profesi yang tidak menarik secara global.

    Meski demikian, pendapat ini berbanding terbalik dengan apa yang diteliti oleh Prof. Zuzy dan tim. Penelitian yang dilakukannya pada 2018 justru menemukan bahwa pendapat para akademisi tersebut tidak berlaku bagi nelayan di Indonesia.

    “Di tengah pendapatan rendah dan ketidakpastian tangkapan ikan, nelayan di Indonesia justru lebih bahagia dibandingkan profesi lain di bidang pertanian,” tutur Prof. Zuzy dalam rilis yang dikeluarkan humas Unpad, Selasa, (08/09/2020).

    Dalam penelitian tersebut, Prof. Zuzy dan tim menganalisis statistik terhadap kesejahteraan nelayan yang diwakili oleh data sosioekonomi dari Survei Kehidupan Keluarga Indonesia (IFLS) tahun 2012 dan 2015.

    Selain data ekonomi dan demografi, di dalamnya juga terdapat survey terbuka kepada nelayan untuk menanyakan seberapa bahagia mereka saat ini, lima tahun lalu, dan lima tahun yang akan datang. Walaupun nelayan termasuk salah satu pekerjaan paling rentan, analisis menunjukkan belum ada bukti autentik bahwa nelayan memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih rendah dibandingkan profesi lainnya.

    “Terdapat banyak aspek yang lebih berkorelasi terhadap kebahagiaan ketimbang sekadar status sebagai nelayan, yakni level pendidikan, status pernikahan, dan kondisi kesehatan,” jelasnya.

    Salah satu hal yang bisa menjelaskan dari hasil analisis ini adalah karakter pekerjaan dari nelayan. Terbiasa bekerja di alam terbuka membuat nelayan menikmati pekerjaannya.

    Sejumlah studi juga pernah “menguatkan” penjelasan ini. Aspek perikanan yang penuh dengan “petualangan”, “kebebasan” dan “aktivitas di alam” berperan sebagai suatu bentuk terapi bagi nelayan.

    Sebagai contoh, riset dari University of Rhode Island, Amerika Serikat menunjukkan bahwa berkelana di lautan tenang mengakibatkan nelayan di wilayah Karibia – seperti di Cuba, Haiti, dan Puerto Rico – memiliki hubungan sosial dan keadaan mental yang sangat baik.

    Studi lain dihasilkan dari peneliti East Carolina University, AS yang dilakukan di Puerto Rico menggambarkan bagaimana banyak mantan nelayan kembali lagi ke sektor perikanan sebagai bentuk terapi setelah bertahun-tahun dibuat penat oleh pekerjaan administratif.

    “Khususnya bagi nelayan Indonesia yang mempunyai bawahan, efek terapi ini bisa memiliki dampak yang lebih kuat. Waktu untuk menikmati alam terbuka menjadi lebih leluasa karena pekerjaannya diringankan oleh nelayan di bawah mereka,” terang Prof. Zuzy.

    Pada survei yang dilakukan tim, nelayan Indonesia juga memiliki sikap optimistis yang lebih tinggi dari profesi pertanian lain terkait keadaan ekonomi mereka lima tahun dari sekarang.

    “Faktor-faktor pemicu kebahagiaan di atas bisa jadi membuat mereka memiliki persepsi bahwa keadaan hidup nelayan tidak lebih buruk dari profesi lainnya, bahkan merupakan profesi yang nyaman untuk ditekuni hingga bertahun-tahun ke depan,” tambahnya

    Masa Depan Sektor Perikanan

    Meski bisa memberikan kebahagiaan, data di atas menunjukkan jumlah orang yang memilih profesi sebagai nelayan semakin berkurang. Oleh karena itu, pemerintah memiliki tugas penting untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan demi keberlangsungan profesi ini.

    Salah satu cotohnya, pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan yang lebih baik terkait regulasi akses terbuka perikanan tangkap dan perlindungan terhadap perikanan skala kecil.

    Apabila pemerintah tidak memperhatikan hal ini, lautan akan dieksploitasi oleh kapal-kapal besar sehingga mengurangi hasil tangkap nelayan tradisional.

    Dukungan dari pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan juga dibutuhkan, misalnya dengan memberi asuransi untuk nelayan kecil, hingga berkewajiban mendukung usaha yang penuh ketidakpastian ini.

    “Menjadi nelayan mungkin adalah hal yang membahagiakan, tapi itu tidak akan ada artinya apabila tidak akan ada lagi yang mau menekuni profesi ini di masa depan,” pungkas Prof. Zuzy.

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here