More

    Saatnya Milenial Berperan dalam Kepemimpinan dengan Melek Politik

    Oleh : Mochammad Ariq Ajaba (IAIN Kudus)

    Ilustrasi (Millenial Politic)

    Berbicara mengenai sejarah bangsa Indonesia, bangsa yang dijuluki negara kepulauan ini sempat diwarnai oleh sepak terjang anak-anak muda yang menjadi seorang pemimpin. Hal tersebut sangat relevan bilamana mengingat salah satu pidato Bung Karno yang mengatakan “Berikan aku 1000 orang tua niscaya akan kucabut gunung semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda akan kuguncangkan dunia.”

    - Advertisement -

    Dari isi pidato tersebut, diketahui bahwa peran pemuda untuk membangun bangsa sangatlah besar. Sebut saja Panglima besar Jenderal Soedirman saat diangkat menjadi panglima besar berusia 31 tahun. Betapa gigihnya Jenderal Soedirman kala itu, semangat mudanya yang membara demi Indonesia merdea. Selain itu, munculnya kebangkitan nasional Budi Utomo tahun 1908, awal tonggak persatuan yang digalakkan oleh para pemuda dengan gaungan yang mereka katakan ke seluruh pelosok negeri yaitu “merdeka dan berdikari”. Lalu perisitwa sumpah pemuda tahun 1928 dengan 3 butir isinya yang membuat gejolak semangat pemuda berkobar.

    Tak kalah penting adalah K.H. Hasyim Asyari dan K.H. Ahmad Dahlan yang masing-masing merupakan pendiri organisasi Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah. Di saat usia beliau masih terbilang muda, beliau sudah mengabdikan dirinya bagi bangsa dengan mendirikan organisasi tersebut.

    Sampai kini, negara Indonesia sudah mengalami 3 rezim, yaitu orde lama, orde baru, dan orde reformasi. Sudah menginjak 7,5 dekade bangsa ini berdiri, itu artinya sudah ada sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang digalakkan oleh kaum muda, seperti perjuangan menumbangkan rezim orde lama (1966), perjuangan kaum muda dalam peristiwa Malari (1974), dan perjuangan penurunan paksa rezim orde baru (1998). Lalu apakah mungkin bangsa Indonesia memunculkan pemimpin pemimpin muda yang dapat merubah bangsa ini jauh lebih baik? Karena peran dan kehadiran pemuda sangat penting untuk merubah bangsa ini menjadi lebih baik.

    Selain itu, banyak stigma yang mengatakan bahwa perubahan besar dalam sebuah
    negara dimulai dari kalangan muda yang memiliki semangat-semangat positif seperti
    aktif, kreatif, inovatif, pekerja keras, dan penuh energik. Nah, semangat-semangat
    positif inilah yang perlu diwarisi, perlu dimiliki oleh generasi milenial sekarang ini.
    Semangat-semangat positif ini banyak penerapannya, salah satunya ialah aktif dalam politik. Mengapa demikian? Sebab, politik merupakan wadah pengabdian untuk mewujudkan kebangkitan bangsa, juga menjadikan sarana penyaluran aspirasi untuk memperjuangkannya supaya terwujud kedalam bentuk kebijakan pemerintah, serta merupakan suatu jalan membangun bangsa menjadi lebih baik.

    Jalur politik pun sudah diterapkan pahlawan dahulu untuk mempertahankan kedaulatan NKRI, meskipun kebanyakan dampak ruginya kala itu lebih besar didapatkan di pihak Indonesia, seperti Perjanjian Linggajati, Perjanjian Renville, Perjanjian Roem-Royen, dan lain-lain. Namun, sudah semestinya generasi milenial minimal mengikuti arus politik bangsa Indonesia. Atau istilahnya generasi milenial
    harus “melek” politik. Nah, “melek” politik disini maksudnya tidak semuanya harus terjun dalam dunia politik seutuhnya seperti menjadi calon legislatif, menjadi bagian partai politik, menjadi praktisi politik. Tidak demikian. Yang digarisbawahi ialah bagaimana pemuda milenial menggunakan politik sebagai jalur perjuangannya.

    Tentunya pemuda milenial tidak boleh apatis terhadap politik yang sedang berjalan di tanah air ini. Apa itu apatis? Sikap acuh tak acuh, merasa tidak peduli, mengesampingkan, menyepelekkan, memandang dengan sebelah mata.

    Sayangnya, hal tersebut sehubungan dengan riset dari Lembaga Survey Indonesia yang menyatakan bahwa 79 persen anak muda di Indonesia tidak tertarik politik dan di tempo.co menjelaskan bahwa hanya 11 persen anak muda mau menjadi politikus. Itu artinya, hanya ada beberapa anak muda saja yang tertarik mengikuti, memahami politik di Indonesia.

    Lantas, mengapa generasi milenial harus “melek” politik? Alasannya yang
    pertama, karena kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah dampaknya menyeluruh ke berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk pemuda generasi milenial ini.
    Yang kedua, melalui kebiasaan peduli terhadap dengan isu-isu politik bisa mempelajari banyak hal, salah satunya belajar mengenai leadership atau kepemimpinan. Itu dikarenakan pemuda juga harus terlibat, terlebih menjadi seorang pemimpin. Bisa diterapkan dalam lingkup kecil dahulu, seperti aktif dalam organisasi
    kampus bagi kalangan mahasiswa. Dan yang terpenting dengan cara terlibat tidak
    hanya diam saja merupakan langkah awal generasi milenial dapat “melek” politik,
    membuka cakrawala dan pandangannya, supaya kelak bisa diimplikasikan disaat
    menjadi pemimpin.

    Harapannya, semoga pada waktu dekat ini, terlebih Indonesia pada tahun 2020-2030 yang diprediksi akan menghadapi bonus demografi, dimana jumlah penduduk usia produktif yaitu (15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (dibawah 15 tahun dan diatas 64 tahun), atau kelak tahun 2045 disaat Indonesia generasi emas semoga bermunculan pemuda-pemuda yang menjadi pemimpin melanjutkan estafet kepemimpinan negara, karena generasi muda merupakan generasi penerus bangsa.

    Dengan berbekal peduli terhadap politik dan dilandasi karakter yang aktif, kreatif, energik, dan positif, kemungkinan besar para pemuda dapat menjalankan roda kepemimpinan yang efektif dan komperehensif.[]

    *Penulis adalah salah satu peserta lomba menulis artikel populer menyambut Hari Sumpah Pemuda yang digelar KabarKampus.com

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here