More

    Pecat 3 Mahasiswa, KontraS dan YLBHI Kecam Rektor Universitas Lancang Kuning

    Ilustrasi Universitas Lancang Kuning. Dok. Unilak

    JAKARTA, KabarKampus – Koalisi Masyarakat Sipil mengecam tindakan Rektor Universitas Lancang Kuning (Unilak) yang memberhentikan tiga mahasiswa Unilak. Ketiga mahasiswa tersebut adalah Cep Permana Galih, George Tirta Prasetyo, dan Cornelius Laia.

    Koalisi ini terdiri dari omisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Serikat Pengajar HAM (SEPAHAM), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Southest Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), dan KontraS Aceh. Pernyataan ini dibuat dalam surat terbuka yang disampaikan kepada Rektro Unilak pada hari Rabu, (24/02/2021).

    DO terhadap tiga mahasiswa Unilak tertuang dalam SK Rektor Nomor 28/Unilak/Km/2021, 29/Unilak/Km/2021, dan 030/Unilak/Km/2021. SK tersebut menyatakan ketiga mahasiswa dikeluarkan karena telah melanggar Kode Etik Mahasiswa Universitas Lancang Kuning.

    - Advertisement -

    Adelita Kasih dari KontraS mengatakan, dalam SK DO tidak dijelaskan secara rinci apa saja kode etik yang telah dilanggar. Namun sebelumnya para mahasiswa tersebut aktif dalam aksi-aksi dalam mengkritisi tindakan Rektor yang melakukan pembuangan skripsi dan penebangan pohon secara ilegal.

    Namun mahassiwa yang kritis di Unilak, kata Adelita tak hanya mendapat DO, sebelumnya Presiden Mahasiswa Unilak dan seorang mahasiswa dikeroyok oleh orang tak dikenal. Mereka dikeroyok hingga memar.

    Pelaku pengeroyokan ungkap Adelita, sempat melakukan pengancaman terhadap korban. Pelaku mengatakan ‘kalau misalkan kau tidak membuat permohonan maaf kepada rektor karena mengkritik rektor, aku sendiri yang akan menikam kau‘.

    “Dalam aksi terakhir yang dilakukan, Rektor tidak ada di tempat sehingga mahasiswa ditemui oleh Wakil Rektor. Kemudian, sehari pasca kejadian tersebut, rektor mengeluarkan SK yang menyatakan bahwa ketiga mahasiswa ini dikeluarkan tanpa adanya surat peringatan terlebih dahulu,” terang Adelita.

    Bagi Adelita, aksi protes merupakan bentuk kebebasan berpendapat. Sehingga pengekangan ataupun tindakan represif, intimidatif, ancaman kekerasan, kekerasan fisik dan psikis merupakan bentuk pelanggaran HAM.

    Adapun hak atas kebebasan berpendapat, lanjutnya merupakan bagian dari HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Kebebasan tersebut mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada pendapat tertentu tanpa mendapatkan mgangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan ide/gagasan melalui media apa saja tanpa ada batasan.

    “Sehingga, dengan upaya represi melalui sanksi drop out, kampus sebagai institusi pendidikan justru mengekang kebebasan berpikir serta ruang gerak mahasiswanya dalam menyikapi permasalahan sosio-politik di Indonesia. Hal ini juga menunjukkan kampus sebagai “wujud negara” melalui antikritiknya yang merespons evaluasi atau kritik dengan ancaman dan sanksi drop out,” tegas aktivis KontraS ini.

    Untuk itu KontraS, SEPAHAM, YLBHI, SAFEnet, KontraS Aceh mendesak Rektor Unilak untuk mencabut SK Rektor yang memberikan sanksi drop out kepada mahasiswa. Selanjutnya memulihkan nama baik dan kehormatan dari ketiga mahasiswa yang diberhentikan tersebut.

    “Universitas Lancang Kuning tidak menggunakan wewenang yang dimiliki untuk memberangus kebebasan berpendapat mahasiswa,” ungkapnya.

    Kepada Pemerintah Pusat, mereka meminta untuk segera melakukan evaluasi langkah rektor yang memberikan sanksi drop out kepada mahasiswanya. Karena kampus semestinya menjamin ruang kebebasan sipil.

    “Langkah drop out justru mencabut hak atas pendidikan dari mahasiswa yang terdampak,” tutup Adelita.

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here