More

    Daniel Ortega: Dari Sandinista Menjadi Otoritarian Nikaragua

    Oleh: Nindya Raihan Zani*

    Pemimpin Sandinista Daniel Ortega, foto tahun 1981 di Managua, Nikaragua (Foto: taiwannews.com.tw)

    Nikaragua merupakan sebuah negara yang berbentuk republik sekaligus menjadi negara republik terbesar di kawasan Amerika Latin. Nikaragua dikenal sebagai negara dengan perekonomian agrarisnya yang mana perekonomian tersebut berbasis pertanian. Berdasarkan sejarah, Nikaragua merupakan satu-satunya negara di kawasan Amerika Latin yang pernah di jajah oleh Spanyol dan Inggris. Namun, kondisi saat ini yang masih menyebabkan ketidakseimbangan yang terjadi di Nikaragua adalah pemerintahan yang otoriter. Nikaragua memiliki sejarah pemerintahan yang otokratis sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan baik dalam kondisi masyarakat maupun pembangunannya. 

    Kondisi pemerintahan yang otoriter di Nikaragua semakin terlihat jelas pada masa pemerintahan Daniel Ortega. Karir politik Ortega di Nikaragua berawal dari kiprahnya sebagai anggota Sandinista. Sandinista sendiri merupakan sebuah front pembebasan nasional yang saat itu berhasil menggulingkan pemerintahan dominasi keluarga Anastasio Somoza Garcia yang telah mendominasi Nikaragua sejak tahun 1936 hingga 1979. Ortega diketahui telah bergabung bersama Sandinista sejak ia masih muda, tepatnya pada tahun 1960-an yang mana saat itu ia keluar dari kursus hukumnya. Ia memiliki komitmen penuh untuk bergabung dengan Sandinista untuk mencapai tujuannya. Pada tahun 1967, Ortega saat itu bertanggung jawab dalam melakukan kampanye perlawanan melawan keluarga Somoza yang saat itu berkuasa. Di tahun yang sama, Ortega ditangkap karena telah melakukan perampokan bank yang diketahui uang tersebut digunakan untuk keperluan senjata dan upaya untuk mengumpulkan dana. Iaa pun dipenjara selama tujuh tahun bersama para tahanan Sandinista lainnya dan dibebaskan pada tahun 1974. Adapun jaminan kebebasan Ortega bersama tahanan Sandinista tersebut terjadi dengan adanya imbalan sandera. Ortega pun bebas dan dikirim ke Kuba, namun ia justru memiliki kesempatan untuk berlatih perang gerilya dan kembali ke Nikaragua. Daniel Ortega saat itu berhasil memegang posisi sebagai pemimpin gerakan gerilya. Seiring berjalannya waktu, Sandinista mengambil alih kekuasaan di tahun 1979 dari tangan keluarga Somoza. Daniel Ortega pun berhasil terpilih menjad presiden di tahun 1984 setelah bertugas di dewa rekonstruksi nasional Sandinista yang beranggotakan lima orang.

    - Advertisement -

    Selama menjabat dari tahun 1984 hingga 1990, keinginan Daniel Ortega untuk tetap memimpin Nikaragua masih berkobar. Ortega mencoba kembali mencalonkan dirinya sebagai presiden pada tahun 1990 namun ia menerima kekalahan oleh lawan politiknya yaitu Violeta Barrios de Chamorro. Tidak menyerah dengan perjuangannya untuk tetap memegang tampuk kekuasaan di Nikaragua, Ortega kembali mencalonkan dirinya sebagai presiden pada tahun 1996. Lagi-lagi, Ortega dikalahkan oleh lawannya yaitu Arnoldo Aleman Lacayo. Sekali lagi, Ortega mencalonkan dirinya untuk menjadi presiden pada tahun 2001 dan harus menerima kekalahannya. Meskipun menerima kekalahan dalam pemilu yang terjadi pada rentang tahun tersebut, Ortega masih menjadi salah satu orang yang berpengaruh dalam dinamika perpoltikan di Nikaragua. Hingga pada akhirnya, Ortega kembali memutuskan untuk mencalonkan dirinya sebagai presiden di tahun 2006 dengan mengumpulkan dukungan yang kuat dari kaum miskin yang ada di Nikaragua. Ortega akhirnya berhasil merebut kekuasaan tertinggi di negara tersebut ketika akhirnya kembali menjabat sebagai presiden di tahun 2007. 

    Selama dalam periode kedua kepemimpinannya, Ortega memenuhi janji kampanyenya yaitu melaksanakan program-program yang berorientasi kepada masyarakat miskin misalnya menghapus kelaparan dan buta huruf. Pemerintahan Ortega juga tetap mempertahankan perjanjian perdagangannya bersama Amerika Serikat dan menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak di sektor swasta. Namun, permasalahan mulai muncul ketika para kritikus mulai penasaran dengan motif Ortega dalam kegiatan politiknya. Hal ini terlihat dari bagaimana Ortega membatasi jumlah liputan berita yang mengabarkan kondisi Nikaragua, menolak akses jurnalis untuk meliput laporan pemerintahan, hingga Ortega turut menyejajarkan dirinya dengan presiden Venezuela yang berhaluan kiri, Hugo Chavez. Di samping itu, pemerintahan Ortega menuai keberhasilannya yang mana kemiskinan di Nikaragua mengalami penurunan sekitar 42 persen sejak dari tahun 2009-2014, tingkat pengangguran mengalami penurunan, dan PDB Nikaragua juga mengalami pertumbuhan di tahun 2011 yang kemudian turun kembali di tahun 2015. 

    Ortega semakin menunjukkan otoritasnya saat ia mengumumkan niatnya untuk mengamandemen konstitusi Nikaragua sehingga presiden dapat dipilih kembali untuk masa jabatan kedua atau berturut-turut. Keberlanjutan kepemimpinan Ortega mendapatkan angin segar saat Mahkamah Agung Nikaragua mencabut larangan terhadap konstitusional tersebut dan membuat Ortega dapat mencalonkan dirinya kembali menjadi presiden. Ortega kembali memenangkan pemilu meskipun ada tuduhan bahwa ia telah melakukan kecurangan terhadap pemilihan tersebut. Ortega memang memiliki kiprah yang populer di tengah kaum miskin yang kurang beruntung, namun kelas menengah mulai sadar dan kecewa akan pemerintahan yang diciptakan oleh Ortega semakin bersifat otoriter. Pemerintahan tersebut kurang akan transparansi pemerintahannya. Para kritikus Ortega juga menunjukkan bahwa keuntungan dari uang minyak Venezuela telah diinvestasikan di perusahaan swasta yang dimiliki oleh keluarga Ortega dan teman-temannya serta kehidupan yang konsumtif. 

    Puncak kepemimpinan otoriter Ortega semakin terlihat jelas ketika ia dan pemerintahannya mendorong perubahan konstitusi yang dapat menghapus batasan masa jabatan kepresidenan. Oleh karena itu, Ortega kembali mencalonkan dirinya sebagai presiden yang kali ini berpasangan dengan istrinya, Rosario Murillo pada November 2016. Dengan keberlangsungan pemerintahan yang otoriter tersebut, hal ini memunculkan sejumlah gerakan reformasi. Pada tahun 2018, sempat terjadi demonstrasi besar-besaran yang ingin mereformasi jaminan sosial oleh pemerintah serta adanya demonstrasi anti pemerintah. Dampak dari demonstrasi tersebut adalah banyak dari pengunjuk rasa yang kehilangan nyawanya dalam bentrokan dengan polisi serta pendemo. Meskipun pada akhirnya pemerintahan Ortega membatalkan perubahan pada jaminan sosial tersebut.

    Sejak demonstrasi besar-besaran tersebut terjadi, pemerintahan Ortega-Murillo semakin keras terhadap demonstrasi. Militer menjadi tameng utama dalam menghadapi pengunjuk rasa, polisi dan para militer juga secara brutal telah menekan para demonstran, serta bersifat sewenang-wenang dalam menahan, menyerang, hingga menyiksa para demonstran tersebut. Demonstrasi yang berlangsung menjadi titik awal kondisi politik domestik di Nikaragua semakin tidak terkendali. Ortega dengan keinginannya untuk tetap memegang kekuasaan Nikaragua kembali mencalonkan dirinya bersama sang istri pada tahun 2021. Ia pun berhasil kembali setelah melakukan berbagai hal yang merugikan lawan politiknya seperti pelarangan adanya partai oposisi. Pihak dari pemerintahannya telah menahan kandidat presiden dan kritikus pemerintah yang terkemuka. Pembela hak-hak asasi manusia di Nikaragua juga mendapatkan ancaman pembunuhan serta keterbatasan media independen di negara tersebut. Lembaga swadaya masyarakat di Nikaragua juga turut ditutup. 

    Melihat pemerintahan otoriter Ortega di Nikaragua telah banyak menimbulkan kerugian bagi masyarakat negara tersebut. Banyak masyarakat yang menderita atas pemerintahan yang otoriter tersebut, masyarakat Nikaragua harus memutuskan untuk meninggalkan negara dengan tensi politik domestik yang semakin kacau demi melanjutkan kehidupan yang aman dan damai. Kebebasan masyarakat semakin direnggut dengan keberadaan militer yang selalu siap menjadi benteng pemerintahan Ortega. Keberadaan lembaga pembela masyarakat semakin dibatasi keberadaannya. Salah satu contohnya adalah  pada tahun 2018 Inter-American Commissions on Human Rights yang bergerak di bidang hak asasi manusia dilarang untuk masuk ke Nikaragua. Selain itu, Dewan Hak Asasi PBB juga turut mendesak pemerintahan Nikaragua untuk mereformasi perundang-undangan agar pemilihan umum dapat berjalan dengan bebas dan adil.

     Semua dampak otoriter dan ketidakadilan yang dirasakan masyarakat Nikaragua berawal dari keinginan Ortega untuk memimpin negara tersebut hingga Ia memanfaatkan berbagai cara agar selalu mengepakkan sayap kekuasaannya di negara tersebut. Sikap otoriter Ortega membawa mimpi buruk bagi masyarakat Nikaragua itu sendiri. Sikap otoriter Ortega ini sebenarnya juga merupakan salah satu bentuk studi kasus yang dibahas dalam Hubungan Internasional. Menurut tulisan dari Jorge Kustermans dan Rikkert Horemans yang berjudul “Four Conceptions of Authority in International Relations” yang diterbitkan pada tahun 2021, ada empat jenis otoritas yang ada dalam studi Hubungan Internasional. Otoritas atau kekuasaan sendiri adalah sebuah kemampuan seorang aktor untuk dapat mempengaruhi perilaku aktor lain untuk mengarahkan kepada urusan mereka secara bersama. Dalam tulisan tersebut, bentuk otoritas dalam Hubungan Internasional dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu:

    1) Otoritas sebagai sebuah kontrak

    Konsep ini dikemukakan oleh David Lake, Menurutnya, otoritas sebagai kontrak berarti aktor bawah akan mengakui kekuatan aktor subordinat ketika adanya penilaian bahwa subordinasi adalah kepentingannya sendiri. Aktor bawahan tersebut menganggap bahwa dengan beraliansi bersama aktor dengan kekuatan utama akan dapat menjamin keamanan dan kekayaan. 

    2) Otoritas sebagai dominasi

    Konsep ini ditulis oleh Ole Jacob Sending dan diperbaiki oleh Zaracol dan Barnett. Menurutnya, otoritas tersebut dihasilkan dari adanya standar yang kemudian adanya tindakan yang sewenang-wenang yang memberikan keuntungan dan kelompok dominan yang menetapkan standar tersebut akan berada di dalam posisi yang menguntungkan. Dengan memaksakan standar mereka, kelompok otoritas tersebut berhasil mendominasi masyarakat tanpa menggunakan kekerasan fisik dan kelompok bawahan justru tidak mengakui tindakan sewenang-wenang dari kelompok dominasi tersebut.

    3) Otoritas sebagai sebuah kesan

    Konsep ini dikemukakan oleh Feng Zhang. Otoritas lahir dari seorang pemimpin yang memiliki moralitas yang baik. Ketika seorang pemimpin memiliki budi pekerti yang luhur dan memiliki keterampilan yang unggul. Oleh karena itu, otoritas ini dijadikan sebagai kesan oleh masyarakat karena masyarakat tidak harus menderita dengan kekuasaan tersebut. 

    4) Otoritas sebagai konsekrasi

    Dalam hubungan internasional, elemen-elemen dari otoritas konsekrasi dapat ditemukan dari rekonstruksi historis oleh Iver Neumman dan Einar Wigen. Sebuah kekuatan otoritas dianggap suci karena telah dianugerahkan sebuah kekuatan. Menurut Graeber dan Sahlins, otoritas adalah mereka yang telah mendapatkan banyak kekuatan ilahi atau memiliki hubungan metapersonal dari nasib manusia. Dari perspektif aktor itu sendiri, sumber otoritas diambil dari luar interaksi.

    Untuk melihat bagaimana sifat otoriter yang ada di dalam pemerintahan Ortega, otoritas tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk otoritas yang dijadikan sebagai bentuk dominasi. Hal tersebut dikarenakan kepemimpinan Ortega yang telah menjabat sebanyak empat kali di Nikaragua setidaknya telah menunjukkan bahwa ia ingin selalu mendominasi Nikaragua. Ortega yang awalnya ingin menyelamatkan Nikaragua dari pemerintahan keluarga Anastasio Somoza justru sebaliknya juga bertindak layaknya keluarga tersebut ketika memimpin. Hal ini dapat dilihat bahwa keinginan Ortega yang sebenarnya ingin mendominasi Nikaragua. Ortega yang awalnya memberikan janji-janji kesejahteraan kepada masyarakat telah dijadikan sebagai sebuah standar yang harus dicapai dalam pemerintahan Ortega sendiri. Pemerintahan Ortega ketika itu berhasil membuat kaum menengah ke bawah di Nikaragua tidak lagi terjepit dalam kemiskinan, pengangguran, dan buta huruf. Namun, justru keunggulan tersebut menjadi keuntungan bagi Ortega untuk memuluskan dominasinya di Nikaragua. Oleh karena itu, Ortega mendapatkan dukungan dari kaum menengah ke bawah ketika ia kembali mencalonkan dirinya sebagai presiden. Hal tersebut dapat dilihat bahwa dominasi Ortega sangat terlihat. 

    Menurut pendapat Sending, sumber otoritas tidak hanya terus digunakan oleh aktor dominan, melainkan sumber otoritas tersebut juga harus dipelihara, dibangun, dan dan dibuat efektif dalam sebuah pengaturan tertentu. Dapat kita lihat dalam kepemimpinan Ortega, Ia berusaha untuk terus memelihara dominasinya dengan cara melakukan pengubahan konstitusi agar dapat mendukung dia untuk tetap menjabat sebagai presiden di Nikaragua. Ortega juga memelihara kondisi otoriter yang terjadi di Nikaragua dengan menghalang semua lawan politiknya yang sewaktu-waktu dapat menggeser puncak kepemimpinan Ortega itu sendiri. Ortega juga berusaha mempertahankan citranya sebagai pemimpin yang otoriter dengan menekan berbagai lembaga swadaya masyarakat serta media jurnalis untuk tidak ikut campur dalam urusan pemerintahan. Dalam hal ini terlihat jelas bahwa kekuasaan yang dihasilkan oleh pemerintahan Ortega memang merupakan sebuah bentuk dominasi. 

    Melihat kekuasaan Ortega di Nikaragua sebagai bentuk dominasinya telah memberikan beberapa dampak yang buruk terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat Nikaragua. Berikut beberapa dampak dari pemerintahan otoriter pada masa pemerintahan Ortega, yaitu:

    Pertama, sebagai sebuah negara republik yang besar di Amerika Latin, Nikaragua telah menjadi contoh yang tidak sejalan dengan bentuk negara republik yang seharusnya. Konstitusi merupakan salah satu elemen penting bagi suatu pemerintahan di sebuah negara. Namun, pemerintahan Ortega justru berupaya mengubah konstitusi yang dimiliki Nikaragua agar dapat melanggengkan kekuasaannya di negara tersebut. 

    Kedua, tensi politik domestik di Nikaragua telah mengancam keamanan masyarakat Nikaragua. Para demonstran yang berusaha menciptakan kondisi stabil di bawah pemerintahan yang otoriter dibungkam oleh para polisi dan kelompok bersenjata yang pro terhadap pemerintah. Pada tahun 2018, 328 orang telah kehilangan nyawa dan 2.000 orang mengalami luka-luka, serta ratusan orang ditahan akibat protes anti-pemerintah. Pihak berwenang juga melaporkan bahwa 21 petugas kepolisian kehilangan nyawanya di tengah demonstrasi.

    Ketiga, kebebasan tidak lagi terealisasi di Nikaragua. Para pejuang Hak Asasi Manusia, jurnalis media independen, serta kritikus pemerintahan tidak diberi ruang untuk mengemukakan pendapatnya terkait pemerintah yang otoriter. Kelompok hak asasi Nikaragua melaporkan bahwa lebih dari 100 kritikus pemerintah.  Pembela hak asasi manusia juga mendapatkan ancaman pembunuhan, penyerangan, dan intimidasi. Pemerintah juga membatasi segala bentuk kebebasan berekspresi bagi jurnalis. Pada 28 Juli dan 26 Agustus 2021, setidaknya terdapat 45 lembaga swadaya masyarakat yang ditutup oleh pemerintah. 

    Keempat, tidak adanya badan internasional yang diizinkan masuk ke Nikaragua untuk melihat situasi di negara tersebut sejak 2018. Pemerintah Nikaragua mengeluarkan mekanisme pemantauan khusus Inter-American Commision on Human Rights(IACHR) untuk Nikaragua, dan kelompok pakar independen dan interdisipliner yang ditunjuk oleh IACHR dan Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights(OHCHR). Dewan Hak Asasi Manusia PBB juga mendesak pemerintah untuk mengubah undang-undang yang melemahkan reformasi pemilihan yang bebas dan adil. Dewan permanen dalam Organization of American States(OAS) juga menyatakan keprihatinannya terhadap rezim Ortega yang tidak menerapkan reformasi pemilu. 

    Kelima, Keberlangsungan kehidupan masyarakat Nikaragua yang semakin memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari adanya aturan pelarangan aborsi yang dikeluarkan oleh Nikaragua sejak 2006, aturan tersebut melarang tindakan aborsi sekalipun mengancam jiwa. Tingkat kekerasan rumah tangga dan kekerasan terhadap anak, serta pembunuhan perempuan di Nikaragua telah meningkat sejak 2019, OHCHR pun melaporkan pada Februari 2021. Demi melanjutkan kehidupan di tengah eskalasi politik domestik yang memburuk, masyarakat Nikaragua memutuskan untuk pergi dari tanah airnya dan bermigrasi ke beberapa negara seperti Kosta Rika, Meksiko, Panama, Eropa, hingga Amerika Serikat. Dari April 2018 hingga Juni 2021, tercatat lebih dari 110.000 orang meninggalkan Nikaragua. Keadaan juga semakin diperparah dengan terjadinya pandemi COVID-19. Pemerintah tidak cepat tanggap dalam merespon pandemi. Pemerintah juga tidak mengambil tindakan yang darurat karena sekolah tetap dibuka dan memecat beberapa dokter yang kritis terhadap pemerintah dan tidak setuju dengan peraturan pemerintah dalam menangani COVD-19. Pemerintah Nikaragua sendiri melaporkan lebih dari 13.000 kasus dan lebih dari 200 kematian. Padahal, menurut lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang penanganan COVID-19 mencatat bahwa hampir dua kali lebih banyak kasus yang dicurigai serta 4.500 orang diduga kehilangan nyawa. 

    Melihat dampak yang dirasakan masyarakat Nikaragua atas pemerintahan yang otoriter tersebut, dapat kita lihat bahwa Nikaragua sangat membutuhkan reformasi pemerintahan. Ortega seharusnya lebih cepat untuk menanggapi situasi yang semakin buruk dan dapat membawa kerugian terutama bagi masyarakat Nikaragua. Pemerintah seharusnya lebih sadar atas dampak dari dominasi kekuasaan yang telah berlangsung lama terjadi di Nikaragua dan berupaya untuk melakukan perbaikan demi terwujudnya kesejahteraan di negara tersebut. 

    *Penulis adalah Mahasiswa Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas (UNAND)di bawah bimbingan dosen Virtuous Setyaka, S.IP., M.Si.

    Referensi:

    BBC, “Daniel Ortega: From Revolutionary Leader to Opposition Hate Figure”, diakses melalui https://www.bbc.com/news/world-latin-america-15544315 pada 26 Juni 2022.

    Brittanica, “Daniel Ortega”, diakses melalui https://www.britannica.com/biography/Daniel-Ortega pada 26 Juni 2022.

    Brittanica, “Nicaragua”, diakses melalui https://www.britannica.com/place/Nicaragua pada 26 Juni 2022.

    Human Right Watch, “World Report 2022: Nicaragua Events of 2021”, diakses melalui https://www.hrw.org/world-report/2022/country-chapters/nicaragua pada 26 Juni 2022.

    Jorg Kustermans dan Rikkert Horemans, “Four Conceptions of Authority in Internaional Relations”, International Organization, (2021). VOA Indonesia, “Presiden Ortega Mencalonkan Diri Lagi”, diakses melalui https://www.voaindonesia.com/a/presiden-nikaragua-ortega-mencalonkan-diri-lagi-/5988712.html pada 26 Juni 2022.

    - Advertisement -

    2 COMMENTS

    1. Selamat Nindya, tulisan ini inspiratif karena memberikan pelajaran berharga tentang niat dan tindakan awal yang baik, belum tentu akan terus berjalan dan berakhir dengan baik. Semoga terus produktif menulis untuk memahami dunia dan merawat Indonesia!

    2. Saya masih meyakini demokrasi dibutuhkan oleh setiap negara, selain untuk mengontrol kekuasaan juga untuk memastikan terjadinya regenerasi dalam pemerintahan.
      Pemerintahan yang terlalu lama dipimpin oleh satu orang tidak akan memberikan perubahan besar, kekuatan yang besar akan membuka peluang untuk kejahatan yang besar juga.

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here