More

    Tarik Menarik Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Negara Anggota G20

    Oleh: Retno Susilowati*

    Ilustrasi pemerataan ekonomi. (Sumber iStock via calmatters.org)

    BANDUNG, kabarkampus.com – Pertumbuhan ekonomi lebih penting daripada pemerataan ekonomi. Seolah tiada habisnya, tarik menarik pendapat ini masih terjadi bahkan di kalangan negara anggota G20 sendiri yang notabene dikenal dengan pertumbuhan ekonomi yang baik. 

    Terutama, ini menyangkut soal pertumbuhan ekonomi yang kerap diamini sebagai panglima ekonomi, sekalipun dinilai tak berdampak signifikan terhadap pemerataan ekonomi. 

    - Advertisement -

    Menyikapi ini, tak dipungkiri telah berkembang dua perspektif. Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi dipuja dan diposisikan lebih penting. 

    Selingkung itu, pertama-tama, anggapan itu tentu saja lahir dari pandangan pertumbuhan ekonomi lebih penting lantaran secara nyata berdampak pada peningkatan GDP negara anggota G20. Masih di kubu ini juga, konsekuensi dari peningkatan GDP bersinggungan dengan penghasilan tambahan pendapatan masyarakat.

    Lalu, pertumbuhan ekonomi juga diyakini turut berkontribusi terhadap devisa negara. Terakhir, para pengusung pendapat ini juga menyetujui bahwa pertumbuhan ekonomi menopang pembangunan nasional.

    Hanya saja, di lain pihak pendapat kubu ini menuai sikap kontra. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi tanpa disertai pemerataan ekonomi berefek bumerang. Untuk itu, selain pertumbuhan ekonomi, pemerataan ekonomi juga dinilai tak kalah lebih pentingnya. 

    Para penolak pertumbuhan ekonomi lazimnya berpendapat, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan. Pendapat itu didasari pengalaman empiris yang dialami oleh negara-negara anggota G20 sendiri. 

    Pertama, pemerataan ekonomi berdampak pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM). UNDP Report telah memotret fenomena ganjil. Ekonomi yang sehat belum tentu berbanding lurus dengan penyediaan kebutuhan dasar manusia. 

    Sebagai contoh, Indonesia menduduki urutan ke-16, tetapi hanya mampu menduduki urutan ke-107 untuk IPM. Kondisi yang lebih parah dialami India yang telah menduduki posisi ke-6 untuk pertumbuhan ekonomi. Namun, untuk IPM hanya berada pada urutan ke-131. Begitu juga Afrika Selatan yang sudah mampu bertengger di rangking ke-39 dunia ternyata IPM-nya sangat rendah yang berada pada posisi ke-114. 

    Dua negara di sub kawasan Amerika Latin juga menambah keprihatinan. Brazil yang diposisi ke-12 ekonomi dunia ternyata hanya mampu bertengger di rangking ke-84 untuk IPM. Meksiko diposisi ke-74 untuk IPM. Padahal secara ekonomi negara tetangga Amerika Serikat itu berada pada posisi ke-15. 

    Maka, tak pelak lagi menjadi ‘PR’ bagi negara-negara itu untuk membagi kue ekonomi yang tepat sasaran jika ingin agar kebutuhan dasar penduduk tercukupi dengan layak.

    Kedua, pemerataan ekonomi penting lantaran terkait kesetaraan jender dan kemiskinan. Global Gender Gap Report 2020, melihat adanya gap laki-laki dan perempuan dari empat dimensi, yaitu health and survival, political empowerment, economy participation, and educational attainment.

    Dalam isu ini, Turki negara yang paling lemah dalam mewujudkan kesetaraan. Dimensi kesehatan berada pada urutan ke-105, pemberdayaan politik di posisi ke-114, partisipasi ekonomi pada urutan ke-140, dan pendidikan berada pada posisi ke-101. 

    Tidak kalah mirisnya, India yang mampu menempati urutan ke-6 dunia dilihat dari perkembangan ekonomi. Akan tetapi, mengalami ketidaksetaraan dalam kesehatan pada rangking ke-155, partisipasi ekonomi pada rangking ke-151, dan pendidikan pada rangking ke-114. Keadaan di India itu memberikan contoh begitu rentannya posisi perempuan dalam ketiga dimensi tersebut. 

    Dibandingkan Turki dan India, Indonesia sedikit lebih baik. Sebab, keempat dimensi kesetaraan berturut-turut berada pada rangking ke-76, ke-92, ke-99, dan ke-107. Semua gap tadi memperlihatkan pembangunan masih kurang sensitive terhadap jender.  

    Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi di negara anggota G20 belum maksimal untuk kemaslahatan penduduk. Maka, pemerataan ekonomi penting bukan saja untuk IPM tapi juga kesetaraan jender, dan bahkan pengentasan kemiskinan.

    Ketiga, tak dipungkiri, lantaran rendahnya pemerataan ekonomi terjadi diskriminasi dalam menikmati kue ekonomi. 

    Alhasil, masih adanya penduduk miskin. Dengan menggunakan ukuran Bank Dunia, yakni pendapatan kurang dari $3,90/hari, Afrika Selatan menduduki rangking teratas dengan jumlah 38,49%. Bahkan masih ada sebanyak 19,67% yang berpenghasilan di bawah $1,90/hari yang tergolong kemiskinan ekstrim. 

    India menduduki rangking ke-2 dengan 26,20% penduduk miskin dengan penghasilan kurang dari $ 3,90/hari dan masih ada 5,50% dengan pendapatan kurang dari $1,90/hari.

    Posisi Indonesia juga masih memiliki penduduk miskin dengan pendapatan kurang dari $3,90/hari sebanyak 18,8%. Jika menggunakan ukuran kemiskinan ekstrim, maka terdapat 2,3% penduduk Indonesia yang perlu diangkat untuk mendapatkan kue pembangunan yang layak.

    Data tersebut dirilis oleh Bank Dunia pada awal 2020 kala pandemik belum merebak luas dan memporakperandakan pertumbuhan ekonomi. Berkaca itu, tak menutup kemungkinan, kondisi di tahun 2021  akan lebih buruk. 

    Untuk itulah, pemerataan ekonomi begitu penting bagi pengentasan kemiskinan.Terlepas dari semua selisih pendapat itu, baik pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi idealnya sama-sama berkontribusi nyata terhadap pembangunan nasional negara anggota G20 karena selain telah menopang kemampuan daya beli masyarakat (PPP) yang menjadi soko guru keanggotan negara anggota G20 juga mendorong keadilan akses terhadap kue pembangunan.

    *Penulis adalah Akademisi FISIP Universitas Sriwijaya, peserta kelas menulis KabarKampus asuhan Desmond S. Andrian, S.S., M.Si.

    - Advertisement -

    2 COMMENTS

    1. Keren artikelnya
      Saya termasuk pendukung: pemerataan ekonomi nkali ya .
      Kalau pertumbuhan tinggi tapi Tidak berdampak pada IPM, artinya apa?
      Gunanya apa, untuk “Korupsi” ? Padahal untuk mendongkrak pertumbuhan “ngutang”.
      Kalau ada pemerataan kue, ekonomi akan tumbuh dengan baik. Kalau sekadar pertumbuhan ekonomi: pemerintah diem aja, ekonomi tumbuh asal masyarakat bergerak, (kecuali lock down ya). Walaupun tumbuhnya kecil.
      Kegiatan masyarakat dengan sektor riilnya yang mandiri, itulah yang membuat ekonomi tumbuh. Hanya saja tumbuh mereka tertatih tatih alias kurang gizi. Jadi kewajiban pemerintahlah yang memberikan gizi dengan “pemerataan”, melalui kebijakan² yang benar² bijak dan diimplementasikan dg bijak serta di evaluasi dg bijak juga. Kalau ada korupsi di tindak dg bijak dan konsisten.
      Kasian masyarakat: dengan alasan untuk peetumbuhan ekonomi “ngutang” dialokasikan untuk kebijakan yg tidak bijak, terus utang yg bayar masyarakat.
      Bravo buat penulis: semangat menulis

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here