More

    Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Tanpa Perwakilan

    Tanggal 14 November lalu, begitu sampai di Pontianak saya kaget karena tiba tiba ditelpon oleh salah satu pengurus Koperasi dari gerakan tersebut, Pak Yulius Kurniawan. Intinya saya diminta untuk menghadiri pertemuan untuk ikut membahas persoalan serius tentang Rancangan Undang Undang Omnibus Law Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU Omnibus Law PPSK) yang saat ini sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah (Presiden).

    Mereka sangat jarang sekali sebetulnya mempedulikan soal regulasi maupun kebijakan yang dibuat pemerintah selama ini. Mereka sudah biasa ” mengalah” untuk menerima apapun yang dibuat oleh DPR maupun pemerintah. Sebab mereka selama ini memang tidak menggantungkan diri pada pemerintah dan janji janji politisi.

    Mereka bahkan tidak peduli dan pasrah menerima walaupun kebijakan pemerintah itu banyak merugikan mereka sebetulnya. Sebut misalnya kebijakan diskriminatif pemberian subsidi bunga, subsidi untuk kredit macet kepada bank. Pemberian Dana Penempatan, Modal Penyertaan dan lain lain kepada bank oleh pemerintah yang langsung atau tidak langsung jelas akhirnya berdampak menggencet mereka.

    - Advertisement -

    Bahkan mereka, GKKI tidak pernah persoalkan soal dana talangan (bailout) seperti misalnya Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atau Century yang merugikan uang negara kalau dikurs nilainya sekarang hingga 2000 trilyun (Fitra, 2018) karena dikemplang dan dibawa lari pemilik bank komersial kapitalis itu ke luar negeri.

    Mereka tidak peduli walaupun uang yang mereka ikut bayarkan melalui pajak sekalipun itu dirampok oleh elit kaya yang berkongkalikong dengan pejabat tersebut.

    Tapi malam itu, mereka, GKKI di Kalimantan Barat yang bergabung dalam Forum Credit Union (FOCUS) itu terlihat begitu geram. Apa pasalnya?. Sebab RUU Omnibus Law PPSK itu dibentuk dengan sangat keterlaluan. Tanpa melibatkan atau mendengarkan aspirasi mereka tiba tiba dibentuk RUU yang langsung menghantam jantung nilai nilai dan prinsip kerja mereka.

    Dalam RUU PPSK tersebut tiba tiba memberikan kewenangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang punya kewenangan luas masuk mengintervensi koperasi mereka. Sampai ke dalam urusan tata kelola internal. Pengurus yang dipilih dan manajer harus disetujui oleh OJK. Mereka juga harus membayar iuran, mereka berhak mengoposisi keputusan keputusan demokrastis anggota dalam banyak hal.

    Mereka pikir bisa diperlakukan seperti bank. Mereka, DPR dan Presiden itu tidak hargai lagi otonomi dan demokrasi koperasi yang penting dan telah terbukti menjadi kekuatan bagi mereka untuk bertahan selama ini.

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here