More

    Pele: Lubang Hitam Dalam Perjalanan Sang Raja

    Oleh: Mikhail Adam*

    Pele at the World Cup: 4 tournaments 3 titles 14 games 12 goals 10 assists (Sumber: twitter Brasil Edition)

    Edson Arantes do Nascimento atau yang akrab disapa Pele, dijuluki oleh rakyat Brazil dengan sebutan ‘O Rei’ yang berarti Sang Raja. Itu merupakan penghormatan atas kemampuan, prestasi, dan filosofi sepak bola yang disumbangkan Pele bagi sepak bola Brazil dan dunia sepak bola. Perjalanan hidupnya, Pele di satu sisi gemilang dengan membawa Brazil menjadi juara Piala Dunia 3 kali dan mencetak 1282 gol dalam 1366 laga, di antaranya 77 gol dalam 96 pertandingan bersama Brazil sepanjang karirnya. “Sebelum Pele, 10 hanyalah angka. Sepak bola hanyalah olahraga. Pele mengubah segalanya. Dia pergi, namun sihirnya akan tetap ada. Pele Abadi”. Ucap Neymar memberikan penghormatan setinggi-tingginya untuk sang legenda abadi Brazil itu.           

    Perjalanan hebat seorang Pele menyimpan aroma tak sedap. Sang legenda dipertanyakan sikapnya terhadap rezim militer. Sebagian besar rakyat Brazil ingin dia ikut menyuarakan aspirasi rakyat tentang nilai-nilai kebebasan dan kemanusiaan dan berpihak kepada kehendak rakyat, seperti sikap yang ditunjukkan Socrates, sesama pemain Timnas Brazil. Pele malah menunjukkan kedekatan dengan kaum Cartolas (Oligarki), yang paling menyolok kemesraannnya dengan Emilio Medici, Diktator paling sadis dalam sejarah Brazil. Saat ditanya tentang orang-orang yang dibunuh dan diculik oleh rezim militer. Pele memilih bungkam. “Aku memilih tidak tahu apa-apa soal politik”.   
     
    Berbeda dengan Socrates yang membuat percontohan Demokrasi sebagai simbol perlawanan terhadap kediktatoran militer di Corinthians, klub yang dibelanya. Tindakannya menginspirasi banyak orang tentang arti kebebasan, kesetaraan, dan kemanusiaan. Diego Maradona sebagai mega bintang bersuara lebih lantang dalam menyuarakan anti kolonialisme dan anti imperialisme. Kharisma, gairah, dan pesonanya yang kuat mengiringi sikap politiknya. Dalam sebuah wawancara Maradona bilang, “In My Heart, I’m Palestinian”. Pele dinilai sebagai anak emas junta militer dan tidak memanfaatkan nama besarnya untuk kepentingan rakyat. Perkawinan terlarang antara sepak bola dan politik  yang kerap dipakai sebagai lips service para pemimpin junta militer yang korupsi dan kejam.

    Sepak bola seperti yang ditulis oleh Eduardo Galeano dalam, “Sepak Bola Berjalan di Bawah Mentari dan Bayangan”. Dan dalam case Pele, sosok legendaris, sepak bola dipakai dari dan untuk Junta Militer. Pele adalah salah satu yang terbesar sepanjang sejarah sepak bola, dengan prestasi yang sulit disamai dengan tiga gelar piala dunia. Betapapun ia memakai mahkota kebesaran sang raja, tetap memiliki kekosongan dan lubang hitam dalam perjalanan sepak bolanya. Selalu ada ketidaksempurnaan yang membungkus kisah manusia bagi yang terhebat sekalipun. Selamat Jalan, Sang Raja. Di luar dari pada itu, Terima kasih untuk setiap keindahan yang kau torehkan dalam sepak bola.

    *Penulis adalah Mahasiswa akhir FISIP HI UKI dan Inisiator FILeM (Forum Peduli Literasi Masyarakat).

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here