More

    Sistem Pemilu 2024: PDIP dan  Strategi Proporsional Tertutup

    Kenapa PDIP Bertahan dengan Sistem Proporsional Tertutup?

    Secara historis, PDIP merupakan salah satu partai besar dan kuat dalam sejarah kepemiluan di Indonesia. Partai ini merupakan partai yang memiliki banyak kader yang tersebar luas di seluruh daerah di Indonesia. PDIP memenangkan pemilu sebanyak 3 kali yaitu pada tahun 1999, 2014, dan 2019, kemudian partai ini juga selalu berhasil mengirimkan para kadernya ke Senayan Jakarta pada setiap pemilu meskipun bukan sebagai pemenang pemilu, akan tetapi karena perolehan suara yang selalu melewati sistem ambang batas perolehan suara (Threshold). Jika kita melihat sepak terjang PDIP dalam pemilu, maka kita akan menemukan fakta bahwa, partai ini selalu mendapatkan perolehan suara yang sangat banyak meskipun bukan sebagai pemenang pemilu. Dengan demikian penulis merasa bahwa dengan fakta inilah PDIP cukup confident dengan penggunaan sistem proporsional tertutup. Seandainya PDIP masih mampu mempertahankan hal ini, kemudian dengan sedikit modifikasi dan perombakan pada strategi dalam menarik simpati rakyat untuk memilihnya, maka ini adalah peluang yang cukup besar dan sayang jika tidak dipertaruhkan.

    Sistem proporsional tertutup adalah sistem di mana semua aspek berfokus pada partai, dengan demikian hal hal yang memberatkan calon atau kandidat pada sistem proporsional terbuka akan menjadi nihil. Hal ini bisa berupa biaya kampanye, elektabilitas calon kandidat, ongkos politik dan lain sebagainya bertransformasi ke dalam tubuh partai. Lalu bagaimana kaitannya dengan budaya politik memilih di Indonesia? Tentu kita semua tahu bahwa ketika tahun-tahun politik di Indonesia datang, maka budaya politik transaksional akan kembali muncul ke permukaan. Jika diibaratkan zombie atau mayat hidup, maka budaya ini selalu muncul dan hidup kembali ketika pemilu tiba, kemudian berjalan menggerogoti setiap tahap dan proses pelaksanaan pemilu yang bukan hanya pada pemilih saja, akan tetapi juga pada kandidat dan partai itu sendiri.

    - Advertisement -

    Memang tidak bisa dipungkiri bahwa sistem pemilu proporsional terbuka memang selalu menciptakan budaya politik transaksional yang tidak baik yaitu berupa politik uang, patron politik dan lain sebagainya. Akan tetapi sistem politik proporsional terbuka setidaknya bisa menjadi salah satu pendorong bangkitnya demokrasi yang baik. Karena tentu pada hakekatnya setiap kita berhak untuk memilih dan dipilih, jika sistem priporsional terbuka diganti dengan sistem proporsional tertutup maka kita tidak bisa memilih pemimpin sesuai dengan keinginan kita. Akan tetapi juga banyak yang mengatakan bahwa budaya politik transaksional justru akan berpindah ke dalam tubuh partai, yaitu sesama kader partai, sehingga nantinya politik uang, patronase politik dan hal lain akan terjadi di dalam interal partai. Di samping itu, sistem proporsional tertutup mewajibkan pemilih untuk memilih partai dan nantinya partai sendiri yang menentukan siapa yang akan memperoleh kursi jabatan. Hal ini tentu membuat partai memang harus bisa menjadikan partainya sebagai sebuah titik kutub magnet yang bisa menarik semua kepercayaan voter. Dengan demikian, semua faktor pertimbangan pemilih dalam memilih calon atau kandidat pada sistem proporsional terbuka, harus bisa diadopsi partai ke dalam tubuh partai, kalau tidak tentu pemilih tidak akan yakin memberikan suaranya yang berharga.

    Dari semua faktor yang dijelaskan sebelumnya, penulis yakin bahwa PDIP selaku sebuah partai yang akan mengikuti pemilu nantinya, tentu sudah memikirkan hal tersebut. Dari  fakta sejarah bahwa mereka selalu kuat dalam setiap pemilu, sudah cukup menjadi modal awal dalam mengikuti pemilu jika seandainya menggunakan sistem proporsional tertutup. Jadi,  dengan atau tanpa calon yang memiliki elektabilitas baik yang bisa meningkatkan elektabilitas partai, PDIP tetap bisa mendapatkan suara pemilih. Pulau Jawa khususnya Jawa Tengah adalah basis suara dari partai ini, kemudian dengan sedikit perubahan strategi yang matang untuk mendapatkan suara di daerah lain, maka memperoleh suara bukanlah hal yang sulit untuk Partai Banteng ini. 

    Di samping itu, semua aspek-aspek yang dimiliki oleh partai PDIP ini belum tentu dimiliki oleh partai lainnya, terkhusus partai baru yang masih belum mendapatkan tempat di hati para pemilih. Partai baru dan belum memiliki segudang pengalaman dan hal lainnya seperti yang dimiliki oleh PDIP tentu akan kesulitan dalam mengatur strategi untuk menghadapi pemilu, apalagi jika nantinya sistem pemilu disahkan menggunakan sistem proporsional tertutup. Tentu ini akan menjadi sebuah pekerjaan rumah (PR) yang sangat besar bagi sebagian partai. Sehingga ini adalah semacam siasat PDIP dalam melawan partai politik lainnya terkhusus partai-partai baru yang sebenarnya juga cukup diminati oleh para pemilih. Jika pemilu adalah sebuah peperangan, maka sekaranglah waktunya, dan perang itu sudah dimulai.

    Hemat penulis, meskipun PDIP memiliki kelebihan dan kekurangan dari partai lainnya, tapi tidak akan mengubah fakta bahwa mereka adalah partai yang kuat dalam politik dan kepemiluan di Indonesia. Penulis yakin bahwa selain dari cita-cita PDIP yang ingin merubah pola kepartaian dan juga mengubah budaya politik transaksional antara calon kandidat dan pemilih pada sistem pemilu proporsional terbuka, penolakan PDIP terhadap sistem ini juga merupakan strategi dalam memenangkan pemilu 2024 nantinya.

    Apapun sistem pemilu yang akan digunakan nanti, tentu kita berharap bahwa pesta rakyat 5 tahunan ini bisa membawa demokrasi Indonesia menuju arah yang lebih baik.  Sejatinya pemilu bukanlah memilih yang terbaik, tapi setidaknya memilih adalah mencegah yang terburuk untuk memimpin. Jadi, pemilu yang baik adalah hal yang mutlak dan wajib dilaksanakan penyelenggara pemilu.

    *Mahasiswa S1 Ilmu Politik Universitas Andalas

    - Advertisement -

    1 COMMENT

    1. Memang banyak cerita bahwa masyarakat di daerah-daerah lebih memilih lambang PDIP dari pada melihat calonya. Semua itu karena sejarah PDIP sebagai partai wong cilik.
      Sistem pemilu tertutup bisa mendorong terciptanya terciptanya right man in the right place. Namun ya bagi sebagian pengamat itu adalah kemunduran demokrasi.

      Lanjutkan…!

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here