
Sebanyak 93 mahasiswa Universitas Trisakti ditangkap aparat kepolisian saat melakukan aksi Peringatan 27 Tahun Reformasi di Balai Kota Jakarta, Rabu (21/5). Puluhan mahasiswa itu dibawa ke Polda Metro jaya usai terjadi kericuhan saat aksi di Balai Kota. “Tentu saya menghormati proses hukum di kepolisian, tapi tadi saya sampaikan juga kepada Pak Pramono (Anung), mohon agar Pak Gubernur untuk ikut mendorong penangguhan proses hukumnya,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, seperti dikutip dari Republika.
Pihaknya baru menjenguk puluhan mahasiswa yang ditahan di Polda Metro Jaya dan telah berkomunikasi dengan jajaran kepolisian terkait penahanan itu. Usman telah berkomunikasi untuk membebaskan mahasiswa yang menyampaikan aspirasi. Namun apabila ada mahasiswa yang terbukti melakukan tindakan kekerasan, pihaknya akan menghormati proses hukum berlaku. Sebelumnya, aksi itu dilakukan mahasiswa Universitas Trisakti untuk menemui Badan Kesatuan dan Politik (Bakesbangpol) Provinsi Jakarta.
Pasalnya, sudah ada jadwal pertemuan antara mahasiswa dengan Bakesbangpol Provinsi Jakarta. Namun terjadi insiden saat aksi sedang berlangsung. Ketika itu, terdapat dua mahasiswa yang masuk ke dalam gerbang Balai Kota menggunakan sepeda motor karena kondisi gerbang terbuka. Setelah itu, petugas menutup gerbang. Massa aksi lainnya kemudian mencoba membuka gerbang dan terjadi kericuhan.
Para mahasiswa itu menuntut adanya pengakuan negara atas gugurnya mahasiswa saat reformasi. “Jadi saya kira itu kesalahpahaman dan saya mohon sekali lagi kepada Kapolda untuk mempertimbangkan pembebasan mereka. Kalau memang ada yang sangat serius, ya proses hukumnya silahkan dilanjutkan, sayang menghormati, tapi mohon ditangguhkan penahanannya. Jadi saya berharap hari ini, setidaknya semua bisa dibebaskan,” kata Usman.
Tuntutan itu dinilai mahasiswa harus dilakukan melalui pemerintah daerah terlebih dahulu. Sejumlah mahasiswa itu masih ditahan di Polda Metro Jaya hingga hari ini, Kamis (22/5). Disebutkan bahwa para mahasiswa juga diintrogasi oleh polisi dengan berbagai pertanyaan. Selama proses ini, para mahasiswa mendapatkan pendampingan dari alumni serta senior-seniornya di kampus dan Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Trisakti.
“”Kamneg (Keamanan Negara) unit 1 di tempat saya sekarang humanis, diberi makan dan minum, tapi saya kurang tahu di bilik-bilik lain bagaimana. Di interogasi kami mba, ditanya peran dan tujuan dan lain-lain,” ujar salah seorang Fungsionaris Kepresma Universitas Trisakti yang dirahasiakan namanya, seperti dikutip dari Suara.
Terkait dengan penyebab penangkapan tersebut, ia bercerita kalau dirinya menjadi korban kekerasan fisik yang awalnya aksi berlangsung damai berubah menjadi kericuhan. Tak lama setelah insiden tersebut, ia mengaku rambutnya ditarik dan tubuhnya diseret ke suatu tempat dan dipukuli oleh dua orang dari aparat dan petugas keamanan.
“Saya reflek karena sedang kisruh di depan gerbang, saya berpikir anggota ini ingin mengamankan saya. Maka dari itu saya melawan anggota ini. Anggota ini tarik rambut saya, diseret, lalu dipukul oleh satu orang lagi. Jadi saya dipukul oleh dua orang. Satu orang ini menurut saya pamdal (petugas pengamanan dalam), dia pakai batik lengan panjang,” bebernya.
Masih belum tahu kapan kepolisian akan membebaskan mereka. Info yang dihimpun, mahasiswa yang ditahan seluruhnya laki-laki dan sementara mahasiswa perempuan sudah dipulangkan. Selain 93 massa aksi, ada 47 unit sepeda motor yang diamankan petugas kepolisian. Massa aksi sempat melawan arah menggunakan mobil komando dari ke Jalan Medan Merdeka.