Ekha Rifki Fauzi
Perubahan iklim merupakan sebuah tantangan tersendiri saat ini, dalam berbagai kegiatan yang mengutamakan kesejahteraan manusia. Salah satu kegiatan itu, ialah perekonomian yang secara sadar maupun tidak, telah menjadi faktor terbesar penyebab terjadinya pemanasan global. Dampak nyata dari kegiatan ekonomi yaitu pencemaran lingkungan baik limbah cair, padat, dan gas. Hal paling mendasar dari penyebab pemanasan global adalah meningkatnya gas rumah kaca terutama karbondiaoksida (CO2), methane (CH4), dinitro-oksida (N2O), perfluorocarbon (PFC), hydrofluorocarbon (SF6) di atmosfir bumi.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) mengatakan bahwa meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca, akibat dari aktivitas ketidaknaturalan efek rumah kaca yang berasal dari cerobong pabrik-pabrik industri, sisa pembakaran minyak bumi atau fosil. Namun pemicu atau penyumbang gas efek rumah kaca yang dominan adalah kegiatan industri[1]. Dampak yang ditimbulkan cenderung mengancam eksistensi bumi dan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
Indonesia sebagai negara berkembang, sudah barang tentu menyumbang gas rumah kaca dari kegiatan industri, serta kerusakan lingkungan seperti dengan adanya kebakaran hutan, penebangan hutan secara illegal, serta alih guna hutan menjadi pemukiman atau perkebunan. Berbagai kerusakan lingkungan tersebut, menjadi salah satu faktor penyebab Indonesia sebagai negara yang mempunyai tanggungjawab dalam menanggulangi masalah global warming.
Dengan berbagai kegiatan industri seperti pendirian pabrik-pabrik baru, yang harus mengorbankan hutan yang berfungsi sebagaimana paru-paru dunia, dialih gunakan untuk pendirian perekonomian. Berdirinya pabrik-pabrik, permasalahan tentang kesehatan lingkungan bermunculan, seperti tercemarnya mata air penduduk, sungai dan laut yang tercemar limbah kimia dari hasil kegiatan industri. Tidak dipungkiri bahwa permasalahan tersebut, dapat menimbulkan masalah kesehatan terlebih peningkatan gas-gas rumah kaca, dari cerobong-cerobong asap hasil kegiatan pabrik industri.
Salah satu hal untuk menanggulangi pemanasan global (global warming), yaitu dengan penghijauan lingkungan. Gagasan akan penghijauan lingkungan mengarah pada akuntansi lingkungan yang biasa disebut dengan Environmental Management Accountants (EMA).
Menurut International Federation of Accountants (IFAC), EMA adalah pengembangan manajemen lingkungan dan performansi ekonomi seluruhnya, melalui pengembangan dan implementasi sistem akuntansi yang berhubungan dengan lingkungan dan prakteknya secara tepat. Hal ini dapat melingkupi pelaporan dan audit pada beberapa perusahaan. Secara umum EMA, meliputi life cycle assessment (LCA), full cost accounting, benefit assessment, dan perencanaan strategis untuk manajemen lingkungan.[2]
Optimalisasi EMA diseluruh sektor industri di Indonesia seharusnya segera diberlakukan agar mencapai hasil yang maksimal dan optimal. EMA juga berfungsi sebagai jembatan revitalisasi bidang perekonomian yang lebih ramah lingkungan untuk menanggulangi global warming.
Sehingga dengan EMA, permasalah lingkungan dapat mencapai titik terang untuk segera dientaskan dan menemui solusi atas masalah dari kegiatan industri. Dilain itu, EMA juga mempunyai kontribusi nyata dalam solusi masalah global warming. EMA berperan dalam pengendalian internal perusahaan melalui kebijkan yang berbasis lingkungan, serta penerapan EMA membantu manajer lingkungan dalam menjustifikasi perencanaan produksi, penghematan biaya, dan mengidentifikasi cara terbarukan ramah lingkungan untuk keberlanjutan kegiatan industri.
Industri dan EMA harus saling melengkapi demi keberlanjutan kegiatan perekonomian dan tidak melupakan lingkungan. Sehingga dengan terintegrasinya industri dengan EMA, dapat meminimalkan permasalahan lingkungan dari kegiatan produksi pabrik industri. Sebagai solusi bidang industri, EMA dapat menjadikan industri Indonesia yang lebih bertanggung jawab dan ramah pada kelangsungan hayati dan lestarinya lingkungan. []
[1] Muhi, A. Hanapiah. 2011. Pemanasan Global (Global Warming). Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Jawa
[2]IFAC. 2005. Environmental Management Accounting, International Guidance Document. New York, USA.