Keputusan Si Penata Artistik kembali menjadi bagian dari panggung teater rupanya bukan pilihan terbaik. Kegagalannya saat bekerja di stasiun televisi Jakarta bukan melulu soal persaingan. Tapi juga soal pandangannya terhadap dunia.
Pentas yang mengisahkan kehidupan gelap seorang penata artistik ini disutradarai oleh Irwan Jamal dengan judul “Penata Artistik yang Tersesat di Dalam Drama Mimpi”. Pementasan teater digelar di Gedung Kesenian Sunan Ambu, Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Selasa (19/09/2017).
Pentas ini seperti kisah seorang skizoprenia atau orang yang tak bisa membedakan antara kenyataan dan mimpi. Keduanya seperti menyatu tanpa batas. Satu-satunya petunjuk bahwa Si Penata Artistik itu tengah bermimpi saat ia mengatakan ingin tidur. Namun dalam “tidur”nya terjadilah kerumitan dalam dirinya. Mulai soal sikap, idealisme, bahkan kecurigaan-kecurigaan yang bersumber dari mimpi itu sendiri.
Dalam mimpi itu Si Penata Artistik mengalami seluruh fase kehidupan. Mulai dari kelahiran hingga kematian. Termasuk intrik sesama kawan. Ia percaya, semua ilusi itu diciptakan oleh kawan-kawannya sendiri untuk menghancurkan karirnya sebagai penata artistik.
Irwan Jamal, sutradara teater peraih Hibah Seni Yayasan Kelola, selalu punya cara menghipnotis penonton. Selain alur cerita, Irwan menyisipkan adegan sulap di tengah seru-serunya menonton teater. Mulai dari sulap tali yang dibakar menjadi tongkat serta tipuan mata ketika seorang aktor yang berada di dalam kotak tiba-tiba muncul di antara penonton. Gerakan seperti akrobat pun, yang sesekali terlihat, mampu meredam dialog-dialog “berat” di antara aktor.
Meski memikat, penonton yang hadir tak begitu banyak. Mungkin strategi sulap dan arkobat bisa menjadi pintu masuk agar teater yang dipentaskan di kampus tak sepi-sepi amat. Sebab tanpa teater, bagaimana kita merefleksikan segala kerumitan kehidupan ini. Terlepas dari jumlah penonton, kesuksesan teater “Penata Artistik yang Tersesat di Dalam Drama Mimpi” sekaligus menegaskan bahwa teater yang dipenuhi mahasiswa militan, punya masa depan yang jauh lebih baik dari Si Penata Artistik.[]