More

    Melankoli Perselingkuhan, Melankoli Kematian

    Photo: Moon Jar by Adam Buick, UK.

    —————————————-
    KRITIK SASTRA TERAPAN:
    —————————————-
    MELANKOLI PERSELINGKUHAN, MELANKOLI KEMATIAN
    (Catatan Membaca Kumpulan Cerpen “Nokturnal Melankolia” Karya Angelina Ennyoleh)

    Enam belas cerpen karya Angelina Enny​, diterbitkan oleh Gramedia (Agustus 2017), dalam kumpulan ini cukup menarik untuk dibaca. Menggunakan teknik sudut pandang pengisahan atau point of view (POV) yang “serba tahu” dalam stilistika prosa, seperti gaya pengisahan cerpen-cerpen Alice Munro (sastrawan Kanada peraih Nobel Sastra 2013), maka plot pun mengalir lancar dan cepat. Namun, di sisi lain, penggarapan setting cerita dengan tenang pun tak diabaikan. Tema-tema cerpen yang digarap dalam kumpulan ini juga mendalam, tak sekadar sketsa, meski punya kecenderungan absurd (hal yang mesti dibuktikan dalam analisis teks-teks cerpen pada kumpulan ini)—seperti pendalaman tematik dalam cerpen atau novel Murakami—mengundang saya untuk merenung dengan asyik.

    Secara struktur intrinsik prosa fiksi sastra modern dibentuk oleh aspek internal dan eksternal, yaitu:

    - Advertisement -

    I. Aspek Internal:
    1. Tema (pendalaman tematik)
    2. Penokohan (karakter fisik maupun psikologis)
    3. Latar (setting) ruang dan waktu
    4. Plot atau pengaluran adegan (peristiwa)
    5. Sudut pandang pengisahan atau Point of View (POV).

    II. Aspek Eksternal (linguistik):
    1. Sintaksis (kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana)
    2. Paragraf (narasi/deskripsi dan dialog)
    3. Stilistika (gaya bahasa).

    Dalam sejarah sastra dunia, kita mengenal apa yang disebut genre sastra realis dan non-realis. Begitu juga halnya dengan prosa fiksi sastra, ada prosa fiksi sastra realis dan ada yang nonrealis. Prosa fiksi sastra yang bergenre realis mensyaratkan adanya harmonisasi dari unsur-unsur yang ada pada aspek internal maupun eksternal. Oleh karenanya seorang penulis prosa fiksi sastra realis harus menguasai setiap aspek dan unsur-unsurnya dengan baik. Sekali kita menguasai teknik menulis prosa fiksi sastra realis, maka akan relatif lebih mudah menguasai teknik prosa fiksi sastra nonrealis. Kenapa bisa begitu? Karena prosa fiksi sastra nonrealis itu adalah antitesis dari satu unsur atau beberapa unsur dalam struktur prosa fiksi sastra realis; atau, sebaliknya merupakan penguatan satu unsur secara lebih dominan dari struktur prosa fiksi sastra realis.

    Saya akan beri contoh tentang prosa fiksi sastra nonrealis (atau beberapa varian “anomali” dari realisme), tak perlu terlalu jauh periode waktunya, dalam kaitannya dengan prosa fiksi sastra realis, saya akan mulai dari abad ke-19 pada sastra Rusia saja sebagai titik tolaknya:

    1. Nikolai Gogol dikenal sebagai pelopor cerpen baik realis dan nonrealis. Ia menguasai semua aspek dalam penulisan prosa fiksi sastra. Hanya saja, dalam segi tema ia tak jarang mengambil kisah-kisah yang bertema fantastis (antitesis dari tema prosa fiksi sastra realis). Misalnya, tokoh utama dalam salah satu cerpennya adalah “hidung manusia”, hidung yang bisa berpikir dan bicara. Pada satu cerpen lainnya, ia berkisah tentang hantu gentayangan dari seorang klerek dan menuntut kembali mantelnya yang diambil orang. Dalam novelnya yang berjudul “Jiwa-Jiwa Mati”, Gogol kemudian mengembangkan apa yang sekarang dikenal sebagai prosa bergenre naturalis, yaitu dengan mengeksplorasi (penekanan) secara sangat detil pada aspek latar ruang dan karakter fisik tokoh-tokohnya untuk memunculkan efek satire.

    2. Setelah Nikolai Gogol, muncul Fyodor Dostojevsky. Karya-karya Dostojevsky dikenal sebagai realisme psikologis (satu varian “anomali” dari realisme). Penekanannya lebih dominan kepada unsur psikologi dari tokoh-tokohnya. Dostojevsky sendiri mengakui bahwa prosa-prosanya keluar dari “Mantel” (judul satu cerpen) karya Nikolai Gogol.

    3. Selanjutnya, muncul tokoh sastra dari German, Franz Kafka. Ia dikenal sebagai sastrawan yang memelopori genre sastra nonrealis di Eropa. Ia lebih menekankan kepada, mengikuti Nikolai Gogol, antitesis tema-tema realis seperti yang diusung oleh Anton Chekhov (sastrawan Rusia yang memelopori cerpen realis). Tapi, ia juga menggarap aspek psikologis dari tokoh-tokohnya secara lebih detil seperti Dostojevsky. Ia juga melakukan berbagai eksperimen penggunaan sudut pandang pengisahan (Point of View). Di samping itu, ia juga melakukan berbagai eksperimen terhadap aspek linguistik, terutama dalam kaitannya dengan penggunaan kalimat luas (majemuk). Boleh dikatakan bahwa karya-karya prosa fiksi Franz Kafka menjadi antitesis dari prosa fiksi realisme. Karena itulah ia dikenal sebagai pelopor prosa fiksi sastra nonrealis dunia.

    4. Kemudian, dari Irlandia, muncul sastrawan James Joyce. Ia dikenal sebagai penulis prosa sastra yang memelopori teknik “arus kesadaran” yang melawan (antitesis) hampir semua aspek dari prosa fiksi realis. Pada novelnya yang berjudul “Ulysses”, Joyce menggunakan teknik arus kesadaran dengan memainkan parodi, lelucon, dan mite untuk menghadirkan karakter tokoh-tokohnya. Ia juga menggarap secara detil latar ruang dan latar waktu dari novelnya. Sedangkan pada novelnya yang terakhir, yang dianggap para kritikus sebagai salah satu novel tersulit di dunia, berjudul Finnegans Wake, Joyce lebih menekankan pada aspek linguistik dengan me-mainkan berbagai parole, bunyi-bunyi yang aneh, dan penggabungan kata yang tak dipahami secara umum untuk menimbulkan efek fonetika—ekspresi ekstrim dari teknik arus kesadaran seperti ini ia sebut sebagai novel tanpa plot, tanpa karakterisasi tokoh yang jelas, sebuah novel tanpa awal dan tanpa akhir. Kelak karyanya, terutama novel Ulysses amat memengaruhi beberapa sastrawan dunia lainnya seperti Vladimir Nabokov, Jorge Luis Borges, Salman Rusdie, John Updike, David Lodge, dll.

    5. Selanjutnya, muncul tokoh sastra dari Argentina, Jorge Luis Borges. Prosa fiksi sastra Borges sangat unik, karena ia lebih menekankan pada plot dengan memadukan antara fakta sejarah, dongeng atau mitos, dan pandangan filosofis. Ia menentang “psikologisme” ala Dostojevsky dan menyebutnya sebagai “tidak logis”. Kelak, karya-karya Borges memberi inspirasi bagi lahirnya gerakan kebudayaan pascakolonial dan genre realisme-magis dalam sastra Amerika Latin. Secara linguistik Borges menekankan pada penggunaan kalimat luas ditambah dengan stilistika berupa metafora atau simbol (yang lazimnya amat ditekankan dalam puisi). Ia juga lebih banyak menggarap narasi dalam paragrafnya ketimbang dialog.

    6. Di tengah maraknya filsafat eksistensialisme di Eropa, muncullah seorang sastrawan Irlandia yang memelopori bentuk “final” dari sastra absurd, yaitu Samuel Backett. Dipengaruhi oleh tema-tema dominan dari filsafat eksistensialisme Prancis, seperti kemuakan, kehampaan, ketia-daan makna, relativitas moral, dll.—Backett mendorong ekspresi tematik sastranya lewat kisah-kisah “konyol” dan komikal dari kehidupan manusia modern. Tema-tema filosfos eksistensialisme Prancis yang digarap secara hiperbolis menjadi ciri utama karya-karyanya. Secara linguistik cerpen dan novel Backet merupakan antitesis dari teknik Kafka yang mengeksplorasi kalimat luas. Ia lebih menekankan penggunaan kalimat sederhana, yang pendek-pendek, dan acapkali tidak lengkap unsur pembentuk kalimatnya secara sintaksis. Ia juga lebih banyak menggunakan teknik monolog, ketimbang dialog, dalam paragrafnya.

    7. Berikutnya, kembali ke Amerika Latin, tepatnya Kolombia, muncullah Gabriel Garcia Marquez. Ia dikenal sebagai pelopor dari realisme magis dalam kesusastraan dunia. Pada karyanya yang berjudul “Seratus Tahun Kesunyian” terdapat jejak-jejak “plotisme” yang kental dari Jorge Luis Borges. Pada aspek linguistik, ia juga menekankan pada pada pengunaan metafora dan kalimat luas. Sedangkan di novelnya yang berjudul “The Autumn of the Patriarch”, ia melabrak konvensi (antitesis) penggunaan paragraf (baik narasi maupun dialog) seperti lazimnya prosa realis. Tak jelas mana dialog dan mana narasi, karena semuanya dijejalkan dalam satu bab tanpa pemisahan paragraf. Jangan berharap untuk mencari kalimat yang mengandung pikiran utama dan pikiran penjelas pada setiap “paragraf” dalam novel “The Autumn of the Patriarch”. Karena itulah, sebagai antitesis dari realisme dan (bahkan) nonrealisme, karya-karya Marquez mengukuhkan satu genre baru dalam sastra dunia yang disebut realisme-magis. Sastra realisme-magis ini kemudian banyak memengaruhi sastrawan di berbagai negara, seperti Salman Rusdie (India /Inggris), Orhan Pamuk (Turki), Ben Okri (Nigeria), Milorad Pavic (Serbia), Italo Calvino (Italia), Ismail Kadare (Albania), dan masih terjejak pada novel-novel sastrawan feminis Austria Alfreide Jelinek.

    Bersambung ke halaman selanjutnya –>

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here